Share

Bab 3

Penulis: Tie widya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-23 06:13:02

Haikal terus menarik Aisyah, berjalan tanpa ragu. Pandangannya lurus ke depan, sepertinya ia sangat yakin dengan apa yang dilakukannya.

"Apa ini, tidak berlebihan?" Aisyah mulai membuka mulutnya, rangkain kalimat mulai muncul dalam otaknya.

"Tidak ada yang berlebihan, semua ini memang harus dilakukan." Haikal menjawab tanpa menoleh. "Aku tak ingin menyakiti diriku dan gadis yang ku cintai."

Jleb, kalimat Haikal kali ini benar-benar membuatnya kembali kehilangan semua kalimat yang telah terangkai dalam kewarasannya.

Entahlah, benarkah apa Aisyah lakukan sekarang, dirinya pun tak tahu dia hanya mengikuti apa yang Haikal mau, dan mimpinya yang mungkin akan menjadi nyata sebentar lagi.

Mungkinkah ini bahagia yang ia mimpikan? Mungkinkah semua ini mimpi indah yang benar-benar akan membuat pesona dalam hidupnya? Semua pertanyaan berkecamuk dalam benak Aisyah.

"Berhenti!" ucap Aisyah tegas. Dengan pandangan yang menurun dan kepala  sedikit menunduk.

Aisyah menghela nafas panjang, begitupun Haikal, keduanya berhenti hampir bersamaan. "Ini tak benar, semua ini tak benar!" gumam Aisyah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lepaskan, genggaman ini, Pak."

"Tak akan ku lepaskan, sebelum kamu mengatakan apa alasannya." Haikal mengeratkan genggamannya, tanpa menoleh ke arah Aisyah.

"Lepaskan, atau aku akan teriak," ucap Aisyah mengancam, dengan kepala yang ditegakkan, sedang Haikal masih membelakanginya.

Dalam villa memang sedang sepi, karena semua penghuni berkumpul di taman villa.

Haikal menoleh menghadap ke arah Aisyah, dengan pandangan teduhnya. "Teriaklah! Dengan begitu, aku tak perlu bersusah payah untuk mengumpulkan orang-orang. Benarkan?"

Aisyah menatap Haikal. Manik mata keduanya saling bertemu, dengan tatapan saling menantang. Tangan Haikal masih menggenggam erat pergelangan tangan Aisyah.

Aisyah memalingkan muka. "Tolong lepaskan tanganku, Pak…."

"Aku tak suka kamu, memanggilku Bapak!" Haikal memotong kalimat Aisyah dengan cepat. "Tak nyaman di telinga ku."

"Siapa gadis yang kamu maksud?" Aisyah memandang Haikal dengan penuh rasa ingin tahu.

Haikal melangkah mendekati Aisyah perlahan. "Berhenti!!" Aisyah menghentikan langkah Haikal yang kini hanya berjarak dua jengkal. "Cukup, jangan mendekat lagi. Aku hanya butuh jawabanmu, bukan untuk kamu dekati." Aisyah menundukkan kepalanya.

Haikal menengadah. "Gadis yang ada di depanku. Dia yang aku cintai." Haikal menatap ubun-ubun Aisyah yang terbungkus jilbab putih.

Seketika Aisyah menaikan pandangannya. Menatap lekat wajah Haikal. "Heh! Benarkah?" Aisyah menyunggingkan senyuman di bibirnya. "Kamu tak menyakiti gadis yang kau cintai bukan? Dan gadis itu ada di hadapanmu? Bohong!"

"Aku selalu serius dengan ucapanku, Aisyah." Haikal mencoba meyakinkan gadis yang kini berada dalam puncak emosinya. "Aku benar-benar mencintaimu."

"Bohong!" Aisyah menjawab cepat. "Kamu tak ingin menyakiti gadis yang kamu cintai dan itu aku?" Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu lihat ini?" Aisyah mengangkat tangan yang Haikal genggam, melihat dari ujung kelopak matanya. "Ini sangat menyakitkanku!"

Haikal memandang Aisyah, dan perlahan melepaskan genggamannya. Pandangan matanya penuh penyesalan. Ia tak menyangka genggaman tangannya telah menyakiti pergelangan Aisyah.

Aisyah memutar-mutar pergelangan tangannya dengan tangan lain. Terlihat pergelangan tangannya sedikit merah. "Pergilah, Sintya pasti menunggumu." Aisyah memalingkan muka sambil menunduk. "Dan tamu yang lain juga pasti mencari dirimu."

"Aku akan kesana bersama dirimu," ucap Haikal tegas. "Tak harus aku ucapkan lagi apa yang akan ku lakukan, bukan?"

"Apa pentingnya diriku?" Aisyah memutar badan, membelakangi Haikal. "Aku bukan siapa-siapa."

"Kamu mungkin bukan siapa-siapa untuk orang lain diluar sana. Tapi kamu orang yang sangat berarti untukku. Aku mencintaimu, Aisyah." Haikal memandang lekat punggung Aisyah. "Aku ingin kamu yang menjadi pendampingku, bukan Sintya."

Aisyah mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Haikal dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Kamu tak ingin menyakiti orang lain bukan?" ucap Aisyah tenang, mengingatkan Haikal dengan kalimat yang telah membuatnya tersadar dari kegalauan. "Begitu juga aku, aku tak ingin menyakiti orang-orang yang mencintaiku."

"Tapi…."

Aisyah mengangkat telapak tangannya, memberi perintah Haikal untuk menutup mulutnya. Aisyah memutar badan. "Pergilahlah, kamu harus menani Sintya," ucap Aisyah sambil melihat Haikal dari ekor matanya. 

Bukannya pergi Haikal justru mendekat dan berdiri di depan Aisyah. "Apa kamu yakin kamu tak menyakiti orang yang kamu cintai?" Haikal memegang pundak Aisyah. "Apa kamu rela, Sintya menikah dengan orang yang dalam hatinya tak ada cinta untuknya?"

Aisyah menengadah memandang Haikal lekat dan segera memalingkan muka, sambil mengibaskan kedua tangan Haikal di pundaknya. Memutar badan, dan meninggalkan Haikal satu langkah di belakangnya.  "Cinta akan datang seiring berjalannya waktu, seiring intensitas waktu bersama. Bukankah begitu cara cinta bekerja?"

Haikal mengatur memasukan kedua tangannya kedalam saku celana. "Iya, mungkin ada cinta yang bekerja seperti itu, untuk hati yang kosong. Tapi untuk hati yang sudah terisi dengan kenyaman akan sulit untuk berpaling."

"Tak semua ruang hati terisi, bukan? Aku yakin masih ada sedikit celah kosong yang akan menguasai seluruh cinta dalam hati." Aisyah mendebat tenang.

Haikal menunduk dan kembali menengadah dengan menyungingkan senyum. "Kamu tahu, Aisyah. Tak mudah mencairkan bongkahan es batu. Hanya orang-orang yang sabar yang mampu menunggu es itu mencair, begitu….."

"Sekarang hatiku yang membeku," potong Aisyah cepat. "Sudahlah, jangan pedulikan aku. Pergilah," ucap Aisyah sambil memutar badan.

"Aku tak yakin dengan semua ucapanmu." Haikal mendekat ke arah Aisyah sangat dekat memegang pundaknya, dan menatap ke dalam matanya. "Tatap mataku, dan usir aku dari sini."

Aisyah memandang manik mata Haikal sepersekian detik, mencoba menahan agar air matanya tak menggenang. "Pergi, dan tinggalkan aku!" ucap Aisyah penuh dengan penekanan.

Haikal secepat kilat melepaskan tangannya dan mengambil jarak. "Baik, jika itu yang kamu mau." Haikal memutar cepat badannya. "Ada yang harus kamu tahu, aku akan memperjuangkan apa yang harus ku perjuangkan. Setidaknya aku tidak menyesal jika yang ku perjuangkan tak kumiliki. Jika memang bukan jodoh, setidaknya aku telah berusaha."

Haikal mulai melangkahkan kaki. Sedang air mata Aisyah mulai memenuhi kelopak matanya.

Haikal berhenti setelah beberapa langkah di depan Aisyah. "Jika kamu benar-benar tak mencintaiku, ikutlah dalam kebahagiaan seluruh anggota keluarga malam ini," ucap Haikal tanpa menoleh. "Dan berjalanlah di belakangku."

"Aku pasti akan kesana," jawab Aisyah sambil mengumpulkan sisa tenaganya. Badannya sudah terasa sangat lemas.

"Tidak lebih, dari lima menit," ucap Haikal penuh wibawa. "Jika lebih maka akan aku umumkan, kalau kamu adalah calon istriku yang sebenarnya."

Haikal pergi meninggalkan Aisyah, yang jatuh tersungkur setelah Haikal melewati pintu utama villa.

Aisyah menangis sesegukan, tubuhnya lemas tak berdaya. Semua ketegaran yang ia tunjukkan pada Haikal lenyap seketika.

Air mata Aisyah terus berderai, hingga matanya dibuat terbelalak karena melihat sepatu Oxford hitam di depannya. "Mungkinkah Haikal kembali lagi, dan melihat keadaanku yang seperti ini?" batin Aisyah, yang kemudian menengadah.

Bab terkait

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 4

    Aisyah menengadah cepat menatap seseorang yang kini duduk setengah berjongkok di depannya."Aydan?!" ucap Aisyah sambil mengerutkan kening. "Kamu?"Aydan tersenyum manis sambil menatap wajah Aisyah yang masih menyisakan jejak aliran sungai di pipinya. Aydan menyekanya kedua pipi Aisyah perlahan dengan senyum yang masih mengembang. "Kamu jelek kalau menangis." Aydan berdiri sambil mengulurkan tangannya.Aisyah meraih tangan Aydan, beranjak dari keterpurukannya. Seolah kekuatannya kembali."Kamu ada disini? Sintya mengundangmu?" Aisyah memberondong. Dirinya masih tak yakin pandangannya benar."Bersihkan air matamu, aku tidak suka kamu menangis." Aydan memberikan tisu mini, yang dia ambil dari saku kemejanya."Kapan kamu datang, dan kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" tanya Aisyah penasaran, dengan suara yang sedikit serak."Aku pernah bilang, aku akan ada di sisimu ketika kamu sedih." Aydan mengingatkan kalimat yang telah begitu lama diucap. Tepat sebelum Aydan berangkat ke luar kota, u

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 5

    Aydan menatap lekat wajah Aisyah. Menunggu barang kali ada kalimat yang akan Aisyah ucapkan. Namun sepertinya, semua telah jelas."Huh." Aydan menghela nafas panjan. "Jadi, kalau begitu tepatkan bukan kesimpulanku?" Aydan menutup kembali jalan yang diberikan untuk Aisyah.Aisyah memandang Aydan dari ujung kelopak mata, dengan menyunggingkan senyum"Aku ada hubungan dengan Bapak Haikal tunangan Sintya, iya itu betul. Tapi sebagai atasan dan bawahan, hanya sebatas itu." Aisyah menggeser tubuh Aydan dengan telapak tangannya. Melangkah mantap menuju tempat Haikal dan Sintya berdiri.Aydan hanya bergeming. Dan minggir seraya tangan Aisyah menyentuh lengan tangannya. Membiarkan Aisyah berjalan sendiri."Aku tahu kamu akan melakukan hal ini, meski entah apa yang sebenarnya ada di hatimu," batin Aydan dengan mata yang mengikuti pergerakan Aisyah.Aisyah terus melangkah meski dengan semua rasa yang berbaur menjadi satu. Rasa sakit hatinya justru dipakai menjadi senjata.Haikal berjalan mendekat

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 6

    Aisyah pergi meninggalkan Haikal dan Sintya, untuk membaca surat yang ia terima, entah dari siapa. Dan mencari sosok Aydan yang tak tiba-tiba tak tampak batang hidungnya. "Ada perlu apa kamu di sini?" Seseorang tiba-tiba berdiri di samping Aisyah berucap dengan nada rendah, dan terdengar menghakiminya. Aisyah menoleh ke arah laki-laki setengah baya, kedua tangan yang dimasukkan dalam saku celana."Pak Wijaya?!" Aisyah sedikit terkejut mendapati Ayah Haikal yang berdiri di sampingnya. Pergi meninggalkan satu masalah, tapi justru sepertinya ia akan dapat masalah baru, dengan bertemu Pak Wijaya."Perempuan tak tahu diri. Bukan aku sudah memperingatkanmu untuk menjauhi anak ku!" Pak Wijaya fokus menatap ke arah depan. Sepertinya enggan melihat Aisyah. Nada bicaranya lirih namun penuh penekanan. "Apa kamu yakin untuk kehilangan pekerjaanmu?"Entah angin apa yang tiba-tiba membawa Pak Wijaya beberapa bulan mengajak Aisyah bertemu dengan menitipkan surat pada teman sekantor Aisyah. Padah

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 7

    Ketegangan terlihat di wajah semua anggota keluarga ketika melihat Haikal menggandeng lengan Aisyah. Dengan buket bunga yang sebenarnya entah dari siapa."Aisyah? Ada hubungan apa dia dengan Haikal. Dan genggaman tangan itu?" Sintya bertanya dalam hati, sambil mengamati keduanya. Ada sedikit rasa curiga dalam hatinya.Sedang Pak Wijaya memendam amarah yang luar biasa, telapak tangannya mengepal. Mungkin jika tidak di depan calon besan, beliau akan datang menghampiri keduanya dan menampar Aisyah. Atau meninju Haikal, mungkin."Ada apa ini, Nak Haikal?" Ibu Laila yang dalam kebingungan berjalan mendekati Aisyah dan merengkuh tubuhnya. Haikal spontan melepaskan genggaman tangannya. "Ada apa dengan anak ku?"Haikal melempar senyum ke arah Ibu Laila. "Ah… tak ada apa-apa, Tante." Entah sejak kapan panggilan itu tiba-tiba berubah. Biasanya Haikal memanggil Ibu Laila dengan kata Ibu, tapi entah kenapa mulutnya kini memanggilnya tante. "Aku hanya ingin mengenalkan Aisyah. Bukankah dia juga ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 8

    Aisyah bermalam di villa. Pak Adam tak mengijinkannya untuk pulang karena sudah terlalu malam.Aisyah masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuk ibu dan dirinya. Aisyah duduk di tepian tempat tidur, dan meletakkan buket bunganya di atas nakas.Rasa penasarannya pada pengirim buket bunga, justru beralih pada Pak Wijaya. Entah kenapa pertanyaan tadi mengganggu dalam benaknya. "Apa mungkin benar Pak Wijaya mengenal ayah, atau mereka pernah bertemu sebelumnya? Kenapa Beliau seolah begitu perlu mendengar pengakuanku?" benak Aisyah terus berkecamuk dengan semua pertanyaan tentang hubungan ayahnya dan Pak Wijaya."Ada apa, Sayang?" Ibu Laila menutup pintu kamar, mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. "Ada yang sedang kamu pikirkan?"Aisyah menoleh ke arah ibunya dengan menyunggingkan senyum. "Tidak, Bu. Semua baik-baik saja," jawab Aisyah.Ibu Laila merengkuh tubuh Aisyah, dan spontan Aisyah menyandarkan kepalanya dalam dekapan Ibu Laila, sambil memeluk erat tubuh ibunya. Malam ini meman

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 9

    Aisyah tak menjawab pertanyaan ibunya. Dia masih memandang lekat cincin dalam genggamannya. Cincin yang beberapa hari lalu ia pilih. Saat mengantar Haikal mencari hadiah untuk ulang tahun ibunya."Ada yang kamu suka?""Meski ada yang aku suka, itu pun gak hari ini aku beli, Mas. Masih banyak yang lebih penting daripada perhiasan disini." "Aku hanya ingin, tahu seperti apa seleramu.""Ini." Aisyah menunjuk sebuah cincin yang dibalut dengan rose gold dan memiliki satu berlian di bagian tengahnya, yang didesain layaknya mahkota bunga."Aisyah, kamu yakin ini dari Haikal." Ibu Laila menyentuh pundak Aisyah, dan membuatnya terperanjat dari lamunannya.Aisyah mengangguk. "Ini cincin yang pernah aku pilih beberapa hari lalu. Saat itu Haikal bertanya desain cincin yang aku suka. Dia hanya menanyakan itu, itu yang aku ingat. Dia hanya membeli satu cincin sebagai hadiah untuk ibunya. Hanya itu yang aku ingat, Bu.""Simpan baik-baik, sebelum ada orang yang tahu. Tanyakan padanya apa maksud nya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 10

    Aisyah segera memarkirkan mobilnya di pelataran sebuah cafe. Celingukan ke kanan kiri. Memastikan ia berkunjung di tempat yang tepat.Masih sangat sepi, apa mungkin ia datang terlalu awal. Aisyah mengambil handphone dan menyalakannya. Men scroll layarnya perlahan.Tempatnya benar, sesuai dengan alamat yang Haikal bagi. Tapi kemana semua orang, kenapa masih begitu sepi, pikir Aisyah bingung."Apa yang sedang kamu lakukan?" Haikal yang baru datang menegur Aisyah. "Ayo masuk.""Iya, Pak," jawab Aisyah malas. "Bapak aja, baru sampai," gerutu Aisyah."Kamu bilang apa?" ucap Haikal sambil menutup pintu mobilnya, menenteng tas laptop di tangannya. "Bisa kamu ulangi.""Em, tidak. Tidak ada apa-apa." Aisyah menjawab cepat sambil merapikan diri.Aisyah mengekor di belakang Haikal yang sudah terlebih dahulu melangkah, masuk ke dalam cafe."Ini bukan akal-akalan, Bapak saja kan?""Akal-akalan untuk?""Untuk bertemu denganku?" jawab Aisyah lugu.Haikal menghentikan langkahnya. Memutar badannya dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 11

    Haikal menatap Aisyah bingung. Entah apa yang sebenarnya dicarinya. Dan sepenting itukah.Aisyah menghentikan aksinya, merapikan semua barang yang telah ia bongkar dari dalam tasnya.Aisyah menenteng tasnya, dan memutar badannya. Meninggalkan Haikal begitu saja."Ada apa dengannya?" batin Haikal sambil menggelengkan kepala. Masih bingung dengan tingkah Aisyah.Aisyah menghentikan langkahnya. "Terima kasih untuk bunganya." Aisyah tak menoleh, hanya sedikit mengencangkan suaranya. Haikal sedikit tersentak, "Hanya itukah? Apa mungkin dia memang belum menemukan cincin yang aku letakkan di dalam bunga?" tanya Haikal dalam hati.Buket bunga dan cincin yang Haikal siapkan untuk melamar Aisyah nyatanya, tak berjalan sesuai harapannya. Semua kandas dengan pertunangan yang tiba-tiba terjadi, tanpa ada persetujuan darinya. Bahkan ayahnya memberi kabar pas jam pulang kerja. Tak ada waktu untuk memberikannya secara langsung pada Aisyah. Karena, Aisyah telah dulu pergi sebelum Haikal sempat menem

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21

Bab terbaru

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 17

    Aisyah menutup pintu kamarnya, meletakkan tas nya di nakas dan membaringkan badan di kasur. Aisyah menghela sedikit nafas panjang, menghilangkan sedikit penat dirinya yang setengah hari ini benar-benar menguras kewarasannya.Tok…tok…tok….Terdengar pintu kamarnya di ketuk, di iringi suara ibunya dari balik pintu. "Boleh ibu masuk?"Aisyah terperanjat dari tidurnya, "Masuklah, Bu." Aisyah menjawab antusias. Pintu kamar segera terbuka. Aisyah mengembangkan senyum di bibirnya menyambut ibunya yang telah nampak di celah pintu yang terbuka.Ibu Laila segera masuk membiarkan pintu kamar tetap terbuka, melangkah mendekati Aisyah dan duduk di sampingnya. Mendekap tubuh putrinya yang begitu beliau sayang. "Ibu harap kamu tak sakit hati dengan perkataan ibu tadi," ucap Ibu Laila sambil mengusap lengan Aisyah. "Ibu hanya tak ingin melihat kamu terpuruk. Hanya itu."Aisyah memandang wajah teduh ibu nya. "Perkataan, Ibu? Perkataan ibu yang mana yang Ibu maksud?" Aisyah benar-benar tak paham deng

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 16

    "Aku rasa itu tidak terlalu penting untuk aku jawab," ucap Aisyah sambil menyunggingkan senyum di bibir nya, setelah merenung sejenak.Masalah pribadinya tak perlu orang lain tahu. Mungkin itu yang ada dalam pikiran Aisyah sekarang. Meski sebenarnya dia butuh tempat curhat sekarang. Tapi mungkin Aydan bukan orang yang tepat menurutnya."Baiklah," kata Aydan cepat. "Meski sebenarnya aku sangat membutuhkan jawaban yang pasti darimu!" Aydan meletakkan sendok di dalam mangkuknya, menggeser mangkok yang sudah tak bertuan lagi."Dan aku tahu kamu akan memaksaku untuk cerita meski aku tak mau." Aisyah memandang kesal ke arah Aydan, yang mendapat balasan senyuman manis. "Sudah aku duga!" gumam Aisyah pelan.Aydan terkekeh. "Setidaknya, aku tahu apa yang harus aku lakukan dengan hatiku!""Maksudnya?""Ya setidaknya aku tahu apa aku harus membiarkan rasa ini terus tumbuh, atau membiarkannya hingga perlahan mati," jelas Aydan sambil menatap Aisyah dalam.Aisyah segera memalingkan mukanya. "Dan i

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 15

    Aisyah bergegas meninggalkan Haikal setelah mengatakan hal yang entah bagaimana tiba-tiba keluar dari mulutnya dengan begitu lancar. Mengendarai sepeda motornya dan pergi dari komplek pemakaman. Dalam perjalanan pulang ke rumah Aisyah terus merenungkan semua ucapan bodoh nya tadi. "Haikal tak akan begitu saja percaya dengan semua perkataanku bukan," ucap Aisyah dalam hati, sambil mengendarai sepeda motornya. "Betapa bodohnya aku ini!" Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya.Aisyah terus memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Rencana yang harus disusun sebelum Haikal akan membuatnya terpojok karena ucapannya sendiri.Tin…..Seseorang tiba-tiba mengklakson Aisyah dengan keras. Dan menghentikan mobilnya tepat di depan Aisyah, membuatnya mengerem tiba-tiba. Mematikan sepeda motor dan memasang kuda-kuda. Siap berdebat. Mungkin itu yang ada dalam benaknya kini.Aisyah turun dari sepeda motornya dan segera mendekat ke kaca mobil bagian pengemudi. Diketuk dengan keras kaca mobil yan

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 14

    Haikal terus melangkah, melewati beberapa nisan di kanan kiri nya. Aisyah mengikuti seperti orang bodoh yang tak tahu apa yang sedang dia lakukan sekarang. Padahal pergi meninggalkan Haikal sangat bisa dilakukannya sekarang. Tanpa harus memikrkan sepeda motornya. Lagian sudah tentu Haikal akan mengembalikan sepeda motornya, namun entah kenapa dirinya tak ingin meninggalkan Haikal begitu saja. Haikal bak magnet yang tengah menarik tubuhnya."Sebenarnya kemana Haikal akan membawa ku?" gumam Aisyah dalam hati. Tiba-tiba Aisyah teringat ucapan Sari. "Pak Haikal itu sulit untuk dekat dengan wanita lain karena dia pernah di tinggal pergi sama mantannya. Awalnya mereka ribut dan siapa sangaka tak berselang lama si cewek meninggal karena tertabrak mobil. Dan itu terjadi di depan mata kepala Pak Haikal. Dan dari kejadian itu dia selalu merasa bersalah dan sulit untuk membuka hati." Ucapan Sari teman kerja nya terdengar jelas di telingannya."Apa mungkin dia mau membawa ku ke pusara mantannya du

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 13

    Haikal melangkah menuju pintu keluar cafe. Tangannya menggenggam erat pergelangan Aisyah. Tak ingin melepasnya, ya mungkin itu yang kini tengah Haikal rasa.Sedang Aisyah hanya pasrah, mengekor di belakang Haikal. Detak jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaannya tak mampu berbohong. Meski mulutnya terus berucap tak mencintai Haikal. Mencintai bukan berarti harus memiliki, itu yang kini Aisyah pupuk dalam hati. Mengubur dalam apa yang pernah tercipta, itu yang kini menjadi fokus Aisyah.Sesekali Haikal melihat Aisyah dari ekor matanya. Pandangan yang sebenarnya enggan untuknya berpaling. Namun mempertahankan perasaan dan impiannya, tidak akan mudah. Semua akan membutuhkan proses dan menguras sedikit pikirannya."Masuklah." Haikal membukakan pintu mobil, sambil menatap wajah manis Aisyah.Aisyah mengangguk, dan segera mengikuti apa yang Haikal perintahkan. Pintu mobil segera Haikal tutup sesaat setelah Aisyah duduk di kursi depan penumpang. Haikal meninggalkan sekejap mobilnya. M

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 12

    Haikal melangkahkan kakinya dengan santai. Mulai meninggalkan Aisyah yang masih termenung di belakangnya.Haikal menghitung dalam hati, dengan degup jantung yang semakin tak beraturan. Berharap Aisyah akan kembali seperti sebelum pertunangannya yang tiba-tiba terjadi. Skenario kehidupan yang sangat tak pernah Haikal inginkan terjadi.Aisyah masih berdebat dengan dirinya sendiri. Logika dan hati yang sedikit tidak sinkron. "Dia masih diam," bisik Haikal dalam hati. Dirinya terus berusaha bersikap tenang."Tunggu, Mas."Haikal berhenti seketika, senyuman mengembang di bibirnya. Ada kebahagiaan yang tak bisa terucap.Haikal memutar badannya, dengan wajah yang dibuat tetap tenang. Menutupi semua kebahagiaan yang tengah meluap-luap. "Kamu, memanggilku?" tanya Haikal dengan nada datar.Aisyah mendekati Haikal, perlahan. "Ya, kamu menang kali ini, Mas," ucap Aisyah dengan binar mata menantang.Haikal tersenyum senang. "Tak sulitkan?" Haikal memegang kedua bahu Aisyah. "Biarkan semua berjal

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 11

    Haikal menatap Aisyah bingung. Entah apa yang sebenarnya dicarinya. Dan sepenting itukah.Aisyah menghentikan aksinya, merapikan semua barang yang telah ia bongkar dari dalam tasnya.Aisyah menenteng tasnya, dan memutar badannya. Meninggalkan Haikal begitu saja."Ada apa dengannya?" batin Haikal sambil menggelengkan kepala. Masih bingung dengan tingkah Aisyah.Aisyah menghentikan langkahnya. "Terima kasih untuk bunganya." Aisyah tak menoleh, hanya sedikit mengencangkan suaranya. Haikal sedikit tersentak, "Hanya itukah? Apa mungkin dia memang belum menemukan cincin yang aku letakkan di dalam bunga?" tanya Haikal dalam hati.Buket bunga dan cincin yang Haikal siapkan untuk melamar Aisyah nyatanya, tak berjalan sesuai harapannya. Semua kandas dengan pertunangan yang tiba-tiba terjadi, tanpa ada persetujuan darinya. Bahkan ayahnya memberi kabar pas jam pulang kerja. Tak ada waktu untuk memberikannya secara langsung pada Aisyah. Karena, Aisyah telah dulu pergi sebelum Haikal sempat menem

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 10

    Aisyah segera memarkirkan mobilnya di pelataran sebuah cafe. Celingukan ke kanan kiri. Memastikan ia berkunjung di tempat yang tepat.Masih sangat sepi, apa mungkin ia datang terlalu awal. Aisyah mengambil handphone dan menyalakannya. Men scroll layarnya perlahan.Tempatnya benar, sesuai dengan alamat yang Haikal bagi. Tapi kemana semua orang, kenapa masih begitu sepi, pikir Aisyah bingung."Apa yang sedang kamu lakukan?" Haikal yang baru datang menegur Aisyah. "Ayo masuk.""Iya, Pak," jawab Aisyah malas. "Bapak aja, baru sampai," gerutu Aisyah."Kamu bilang apa?" ucap Haikal sambil menutup pintu mobilnya, menenteng tas laptop di tangannya. "Bisa kamu ulangi.""Em, tidak. Tidak ada apa-apa." Aisyah menjawab cepat sambil merapikan diri.Aisyah mengekor di belakang Haikal yang sudah terlebih dahulu melangkah, masuk ke dalam cafe."Ini bukan akal-akalan, Bapak saja kan?""Akal-akalan untuk?""Untuk bertemu denganku?" jawab Aisyah lugu.Haikal menghentikan langkahnya. Memutar badannya dan

  • Izinkan Aku Menghalalkanmu   Bab 9

    Aisyah tak menjawab pertanyaan ibunya. Dia masih memandang lekat cincin dalam genggamannya. Cincin yang beberapa hari lalu ia pilih. Saat mengantar Haikal mencari hadiah untuk ulang tahun ibunya."Ada yang kamu suka?""Meski ada yang aku suka, itu pun gak hari ini aku beli, Mas. Masih banyak yang lebih penting daripada perhiasan disini." "Aku hanya ingin, tahu seperti apa seleramu.""Ini." Aisyah menunjuk sebuah cincin yang dibalut dengan rose gold dan memiliki satu berlian di bagian tengahnya, yang didesain layaknya mahkota bunga."Aisyah, kamu yakin ini dari Haikal." Ibu Laila menyentuh pundak Aisyah, dan membuatnya terperanjat dari lamunannya.Aisyah mengangguk. "Ini cincin yang pernah aku pilih beberapa hari lalu. Saat itu Haikal bertanya desain cincin yang aku suka. Dia hanya menanyakan itu, itu yang aku ingat. Dia hanya membeli satu cincin sebagai hadiah untuk ibunya. Hanya itu yang aku ingat, Bu.""Simpan baik-baik, sebelum ada orang yang tahu. Tanyakan padanya apa maksud nya

DMCA.com Protection Status