Kristal bening itu akhirnya jatuh membasahi pipi Jena. Padahal gadis itu sudah berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh di depan Abi."Jena hanya butuh penjelasan dari Mas Abi. Kenapa Mas Abi malah bersikap kayak gini sama Jena?" Air mata itu jatuh berderai-derai membasahi pipi Jena. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka Abi akan bersikap seperti ini pada dirinya. Padahal di awal pernikahan Abi sangat sayang dan perhatian pada dirinya.Abi memperlakukannya dengan sangat baik seolah-olah dirinya hal terindah yang Tuhan ciptakan di dunia ini. Namun, semuanya berubah semenjak Abi pulang dari Semarang. Lelaki itu sekarang bersikap acuh tak acuh pada dirinya. Abi bahkan tidak pernah bertanya lagi tentang perkembangan calon buah hati mereka."Jena minta maaf kalau salah. Tolong maafin Jena, Mas." Jena seperti seorang pengemis yang mengharapkan belas kasihan dari Abi. Jena merasa sangat menyesal dan berharap Abi mau memaafkan kesalahannya.Namun, air mata dan penyesalannya tidak
"Tumben sekali kau membuat macaron. Apa suasana hatimu sedang baik?"Elrangga hanya tersenyum menanggapi ucapan temannya barusan. Dia sengaja membuat macaron karena kue warna-warni itu tidak mudah basi sehingga dia bisa mengirimnya ke tanah air untuk Jena."Kelihatannya sangat enak. Apa aku boleh mencicipinya?""Jangan!" Elrangga menepis tangan temannya dengan sedikit kasar karena ingin mencomot macaron yang dia buat khusus untuk Jena.Perempuan berambut pirang yang berdiri di sebelah Elrangga itu mengerucutkan bibir kesal. "Kau ini pelit sekali!""Biarin," sahut Elrangga cuek. Dia mengambil satu keping macaron lantas mengisinya dengan krim vanila."Waktu berlalu begitu cepat ya, Ga? Nggak terasa sudah enam bulan kau berada di sini. Apa kau tidak ingin pulang?"Tangan Elrangga sontak berhenti mengisi krim macaron karena mendengar ucapan temannya barusan. Sebenarnya Elrangga ingin sekali pulang. Namun, dia takut perasaannya akan jatuh semakin dalam jika bertemu lagi dengan Jena.Elrang
"Tumben sekali Nyonya membuat puding mangga? Apa hari ini ada acara penting?""Tidak ada. Aku sengaja membuat puding mangga ini karena Jena akhir-akhir ini agak malas makan. Semoga Jena mau memakannya." Anita menuang puding yang sudah matang ke dalam loyang lantas meminta tolong pelayan tersebut untuk memasukkannya ke dalam lemari es jika sudah dingin."Kenapa nona Jena akhir-akhir ini sering murung ya, Nyonya? Apa nona Jena sedang bertengkar dengan tuan Abi?"Anita sontak menatap pelayan yang berdiri tepat di sebelahnya dengan tajam. "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Jena tidak mungkin bertengkar dengan Abi karena hubungan mereka baik-baik saja."Pelayan tersebut memilin kesepuluh jemari tangannya karena gugup. "Maafkan saya, Nyonya. Saya cuma ingin menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran saya. Sekali lagi tolong maafkan saya," ucapnya takut-takut.Anita menghela napas panjang. "Baiklah, kamu aku maafkan. Tapi lain kali jangan bicara sembarangan tentang Abi dan Jena. Mengert
"Nona Jena sepertinya mengalami tekanan yang sangat berat hingga mempengaruhi kandungannya. Karena itu kami harus mengeluarkan bayinya sekarang demi menyelamatkan nyawa keduanya."Kaki Elrangga mendadak lemas, darah di dalam tubuhnya seolah-olah berhenti mengalir. Padahal usia kandungan Jena baru tujuh bulan, tapi dokter ingin mengeluarkan bayinya sekarang. Bayi Jena masih terlalu kecil dan tidak mungkin kuat jika keluar ke dunia sekarang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Jena dan calon buah hatinya?Ya Tuhan ...."Apa tidak ada cara lain, Dokter?" Setitik air mata jatuh begitu saja membasahi pipi Elrangga. Dia merasa sangat khawatir dan takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Jena.Dokter menggeleng pelan membuat harapan di dalam diri Elrangga seketika lenyap."Karena itu saya ingin meminta persetujuan pada suami nona Jena sebelum melakukan tindakan operasi," jelas dokter tersebut.Tidak hanya Elrangga yang merasa terpukul setelah mendengar penjelasan dokter tetsebut.
"Dea, kalung ini bagus, ya?" Rahayu menunjukkan sebuah kalung emas yang dihiasi batu berlian pada sang anak. "Ibu pengen, deh."Mulut Dea sontak mengaga lebar karena kalung tersebut harganya lima belas juta. "Kalung itu terlalu mahal, Ibu. Dea akan membelikannya tapi tidak sekarang.""Tapi ibu suka sekali sama kalung ini, Dea. Kalau kita tidak membeli sekarang nanti keduluan sama orang lain.""Dea tahu, Bu. Tapi—""Dea, sudah. Biar aku yang membelikan kalung itu untuk ibumu." Abi mengeluarkan sebuah black card dari dompetnya, lantas memberikan kartu tersebut pada petugas. Dia akan membayar semua perhiasan yang Dea dan Rahayu inginkan. Dia bahkan akan membeli toko perhiasan itu jika perlu."Tapi, Mas ...." Dea berusaha menahan, tapi Abi tetap kekeh ingin membayar kalung tersebut.Rahayu tidak bisa menahan senyum karena Abi akan membayar kalung tersebut untuknya. Abi benar-benar baik dan tidak suka perhitungan. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin menjadikan Abi sebagai menatunya.
Buah hatinya tidak akan terlahir prematur andai saja dia bisa menjaga kandungannya dengan baik. Rasanya Jena ingin sekali menggantikan posisi sang buah hati agar tidak merasakan sakit. Namun, dia tidak mungkin bisa melakukannya."Maafin ibu ya, Nak. Maafin ibu ...," gumam Jena menahan sesak yang begitu menghimpit di dalam dada. Air mata itu pun jatuh semakin deras membasahi pipinya. Jena merasa sangat menyesal dan bersalah pada buah hatinya. Rasanya Elrangga ingin sekali memeluk Jena lalu mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. Namun, dia tidak mempunyai cukup keberanian untuk melakukannya karena Jena masih istri sah kakaknya. Dia hanya bisa mengusap bahu Jena yang berguncang hebat dengan lembut agar perasaan gadis itu sedikit lebih tenang."Seharusnya ibu menjagamu dengan baik, tapi ibu malah membuatmu tersiksa seperti ini. Ibu benar-benar minta maaf, Nak. Tolong maafin ibu ...."Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Elrangga. Dia seolah-olah bisa merasakan kesedihan yan
"Maaf, Pak. Kita sudah sampai." Abi tergagap mendengar ucapan sopir taksi yang mengantarnya langsung dari bandara menuju rumah sakit karena dia terus memikirkan Dea di sepanjang jalan. Sedikit pun Abi tidak pernah menyangka kalau Dea sekarang sedang mengandung buah hatinya. Padahal dia selalu berhati-hati saat berhubungan badan dengan wanita itu dan mengeluarkan spermanya di luar. Akan tetapi Tuhan malah membuat Dea hamil.Abi benar-benar bingung sekarang. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa sangat bersalah sudah menyakiti Jena hingga membuat istrinya itu melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Rasanya Abi ingin sekali menebus semua kesalahan yang sudah dia lakukan pada Jena dan memperbaiki hubungan mereka agar kembali harmonis seperti dulu. Namun, dia tidak mungkin meninggalkan Dea karena wanita itu sedang mengandung anaknya.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia menceraikan Jena lalu menikah dengan Dea?Abi tanpa sadar menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran konyolnya barusan
Ada tujuh buah inkubator di dalam ruangan berukuran lumayan besar tersebut. Semua bayi yang ada di dalam kotak kaca itu sama-sama berjuang keras agar tetap hidup dengan bantuan alat medis yang berukuran lebih besar dari tubuh mereka.Abi menatap nanar seorang bayi laki-laki yang berada di dalam salah satu inkubator tersebut. Tubuh anaknya terlihat sangat kurus. Dia bahkan bisa melihat jantung anaknya yang sedang berdetak. Kondisi buah hatinya sangat memprihatinkan dan semua ini terjadi karena kesalahannya. Abi merasa sangat menyesal sudah berselingkuh dengan Dea hingga membuat Jena harus melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Namun, sebesar apa pun penyesalan yang saat ini sedang dia rasakan, dia tidak mungkin bisa kembali ke masa lalu untuk menghapus semua kesalahannya.Padahal dia dan Jena sudah memiliki rencana untuk membesarkan buah hati mereka bersama-sama hingga maut memisahkan. Dia dan Jena bahkan sudah mempersiapkan nama dan pendidikan terbaik untuk buah hati mereka hingga
Jena mencicipi nasi goreng buatannya yang sebentar lagi matang. Dia segera mematikan kompor setelah memastikan kalau rasa nasi goreng tersebut sudah pas dan siap untuk dihidangkan. Jena biasanya hanya membuat roti bakar atau pancake untuk sarapan. Namun, suami tercinta ingin sarapan nasi goreng Demi menuruti permintaan Elrangga, Jena pun membuat nasi goreng pagi ini. Tidak lupa dia membuat telur dadar untuk pelengkap. Setelah semua siap, Jena bergegas pergi ke lantai atas untuk membangunkan Elrangga. Setelah menikah, Jena dan Elrangga memutuskan untuk tinggal di rumah mereka sendiri. Anita dan Dewangga sebenarnya tidak ingin mereka pindah. Namun, Jena dan Elrangga sudah sepakat kalau mereka akan tinggal di rumah mereka sendiri setelah menikah. Dengan berat hati, Anita dan Dewangga pun menuruti permintaan Jena dan Elrangga dengan syarat mereka harus sering-sering berkunjung ke rumah. Jena menyibak tirai yang menutupi jendela kamarnya. Kamarnya yang semula gelap pun seketika beruba
Dengan tangan gemetar dan napas yang masih tersengal, Jena bergegas menuju ruangan VIP yang ada di rumah sakit Citra Medika. Semua orang yang berada di lorong rumah sakit menatap Jena aneh karena penampilannya mirip sekali dengan orang gila.Rambutnya acak-acakan, bahkan saking paniknya dia sampai lupa memakai sandal.Beberapa jam yang lalu Jena mendapat telepon dari Ardilla. Mantan adik iparnya itu memberi tahu kalau Elrangga mengalami kecelakaan dan kondisinya sekarang sedang kritis.Jantung Jena mencelus melihat Elrangga yang terbaring tidak sadarkan diri dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Dia langsung memeluk Elrangga dengan erat, sementara air mata jatuh semakin deras membasahi pipinya. Jena benar-benar takut Elrangga pergi meninggalkannya untuk selamanya."Mas El, sadarlah. Jangan tinggalin Jena dan Arjuna sendirian ...," gumam Jena dengan suara gemetar karena menahan sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Dia benar-benar takut kehilangan Elrangga."Jena men
"Arjuna kangen sekali sama ayah. Kenapa ayah tidak pernah datang, Ibu?"Jena yang sedang menjahit baju milik Arjuna sontak berhenti ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut putra sulungnya itu. Akhir-akhir ini Arjuna memang sering menanyakan Elrangga karena sudah dua bulan lebih lelaki itu tidak datang menemui mereka. Memberi kabar pun tidak.Bukan tanpa alasan kenapa Elrangga tidak pernah datang karena Jena sendiri yang meminta. Jena ingin menjauh dari kehidupan Elrangga agar lelaki itu bisa membuka hatinya untuk Allecia."Ayahmu sedang sibuk bekerja, Arjuna. Makanya ayah tidak sempat mengunjungimu." Jena terpaksa berbohong untuk yang kesekian kalinya. Dia tidak mungkin memberi tahu Arjuna alasan sebenarnya yang membuat Elrangga tidak pernah datang mengunjungi mereka.Wajah Arjuna seketika berubah sendu. Padahal Elrangga selalu menyempatkan diri untuk datang mengunjunginya di sela-sela kesibukannya yang padat. Namun, Elrangga sekarang tidak pernah datang menemuinya. Arjuna
"Di kampung sekarang sedang musim buah apa, Jena?"Jena tidak mendengar pertanyaan Anita dengan jelas karena dia sibuk memperhatikan Elrangga dan Allecia yang sedang berbincang di ruang tamu sejak tiga puluh menit yang lalu. Entah hal apa yang sedang mereka bicarakan karena ekspresi Elrangga terlihat sangat serius.Rasanya Jena ingin sekali pergi ke ruang tamu agar bisa mengetahui apa yang sedang Elrangga dan Allecia bicarakan. Namun, dia tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya."Kamu lihat apa, Jena?" Jena tergagap karena Anita menyentuh punggung tangannya pelan. "Bukan apa-apa, Bu," jawabnya terdengar gugup.Anita pun mengikuti arah pandang Jena. "Kamu sedang melihat Rangga dan Allecia?"Jena menelan ludah susah payah. Dia tidak pernah menyangka Anita tahu kalau dia sedang memperhatikan Elrangga dan Allecia sejak tadi. "Ti-tidak, Bu. Jena tadi sedang melihat jam di ruang tamu," dusta Jena. Semoga saja Anita percaya dengan ucapannya.Anita sebenarnya tidak percaya dengan apa
"Nenek!" Arjuna berlari kecil sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar menghampiri Anita.Anita tampak begitu senang karena Arjuna akhirnya datang ke rumahnya. Dia pun meraih tubuh mungil Arjuna ke dalam gendongan lalu menghujani wajah cucu kesayangannya itu dengan ciuman."Aduh, Nenek! Geli!" Arjuna terkikik geli karena Anita terus menciumi wajahnya."Nenek kangen sekali sama Arjuna. Apa Arjuna tidak kangen sama nenek?""Arjuna juga kangen sekali sama Nenek." Arjuna menenggelamkan wajahnya di leher Anita dengan manja. Anak itu pintar sekali mengambil hati neneknya."Apa Arjuna tidak kangen sama kakek?"Arjuna sontak mengangkat wajahnya dari leher Anita, melihat seorang lelaki paruh baya yang berdiri tepat di belakang neneknya."Kakek!" pekiknya sambil mengulurkan kedua tangan ke arah Dewangga, minta digendong.Dewangga pun mengambil alih Arjuna dari gendongan Anita lantas mencium pipi cucu pertama sekaligus pewaris perusahaan Dewangga itu dengan penuh sayang. Sepasang mata abu
"Ibu, ayo, cepat! Biar ayah nanti tidak menunggu kita terlalu lama.""Iya, Sayang. Awas, jangan lari-lari. Nanti kamu jatuh." "Arjuna udah hati-hati, Ibu. Jangan khawatir."Jena hanya bisa menghela napas melihat tingkah putranya. Siapa yang akan menyangka jika bayi prematur yang dia lahirkan lima tahun lalu itu sekarang tumbuh menjadi anak yang begitu aktif dan cerdas.Padahal kondisi Arjuna sempat menurun karena dia stres memikirkan proses perceraiannya dan Abi. Dia bahkan sudah pasrah jika Tuhan ingin mengambil Arjuna kapan pun darinya karena dia tidak tega melihat putra semata wayangnya itu terus tersiksa.Namun, keajaiban itu tiba-tiba datang. Kondisi Arjuna berangsur-angsur membaik hingga berhasil melewati masa kritis. Tiga bulan kemudian dokter akhirnya mengizinkan Arjuna pulang. Namun, anak laki-lakinya itu harus tetap diperhatikan secara ekstra karena daya tahan tubuhnya lemah.Jena merasa sangat bersyukur Arjuna akhirnya sembuh. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan ter
"Mas minta maaf, Jena. Mas sungguh-sungguh minta maaf ...." Abi menangis tersedu-sedu sambil besimpuh di kaki Jena. Penyesalan dan rasa bersalah tergambar jelas di wajahnya. Abi merasa sangat menyesal sudah menyakiti Jena."Percuma saja kau minta maaf. Dasar, Berengsek!" Elrangga ingin melayangkan pukulannya kembali ke wajah Abi. Sepertinya dia belum puas memberi Abi pelajaran padahal kondisi kakak kandungnya itu sudah babak belur."Rangga hentikan! Tahan emosimu!" Dewangga dengan sigap menahan Elrangga agar tidak memukuli Abi lagi meskipun dia sendiri juga merasa sangat kecewa dengan putra pertamanya itu.Wajah Elrangga tampak mengeras, dadanya pun naik turun. Amarah dan kekecewaan terpancar jelas dari kedua sorot matanya ketika menatap Abi. Elrangga sangat marah sekaligus kecewa karena Abi tega menyakiti Jena berkali-kali."Jena, Mas mohon. Tolong maafin, Mas ...,"Jena hanya diam, tatapan kedua matanya pun terlihat kosong karena kenyataan ini membuatnya sangat terpukul. Padahal dia
Jena keluar dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Padahal dia ingin terus berada di dekat buah hatinya, tapi dokter malah menyuruhnya untuk pulang. Untung saja dokter mengizinkannya untuk melihat keadaan sang buah hati yang masih dirawat di NICU setiap hari.Abi sampai sekarang juga belum mengambil keputusan, memilih untuk kembali bersama Jena atau meninggalkan Dea. Lelaki itu sangat plin-plan dan tidak punya pendirian. Jena sendiri pun bingung menjelaskan hubungannya dengan Abi sekarang. Status mereka memang masih suami istri, tapi Abi tidak bisa bersikap selayaknya seorang suami.Jena harap Abi bisa berubah. Dia akan membuka pintu maafnya lebar-lebar dan memberi Abi kesempatan jika mau meninggalkan Dea dan memilih kembali bersama dirinya. Namun, Abi tidak kunjung mengambil keputusan padahal dia hanya memiliki waktu dua hari lagi.Bagaimana kalau Abi lebih memilih Dea dari pada dirinya? Apakah dia sanggup membesarkan buah hatinya seorang diri tanpa Abi?Jena menggigit bibir bag
Ada tujuh buah inkubator di dalam ruangan berukuran lumayan besar tersebut. Semua bayi yang ada di dalam kotak kaca itu sama-sama berjuang keras agar tetap hidup dengan bantuan alat medis yang berukuran lebih besar dari tubuh mereka.Abi menatap nanar seorang bayi laki-laki yang berada di dalam salah satu inkubator tersebut. Tubuh anaknya terlihat sangat kurus. Dia bahkan bisa melihat jantung anaknya yang sedang berdetak. Kondisi buah hatinya sangat memprihatinkan dan semua ini terjadi karena kesalahannya. Abi merasa sangat menyesal sudah berselingkuh dengan Dea hingga membuat Jena harus melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Namun, sebesar apa pun penyesalan yang saat ini sedang dia rasakan, dia tidak mungkin bisa kembali ke masa lalu untuk menghapus semua kesalahannya.Padahal dia dan Jena sudah memiliki rencana untuk membesarkan buah hati mereka bersama-sama hingga maut memisahkan. Dia dan Jena bahkan sudah mempersiapkan nama dan pendidikan terbaik untuk buah hati mereka hingga