Setelah melakukan proses pemberkatan, malamnya Abi dan Jena langsung menggelar acara resepsi di rumah Dewangga. Acara resepsi pernikahan mereka mengusung tema Garden Party yang hanya dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan teman dekat Abi dan Jena.Bahkan Ambar—sahabat baik Jena rela datang jauh-jauh dari kampung untuk menghadiri pernikahan mereka."Astaga, Jenaa ...!" pekik Ambar sambil memeluk Jena erat-erat karena hampir satu bulan mereka tidak bertemu."Kamu cantik banget," puji gadis yang rambutnya selalu dikepang dua itu setelah memperharikan Jena dari atas sampai bawah.Malam ini Jena memang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun off shoulder berwarna merah muda dari George Chakra yang memiliki belahan sampai sebatas paha yang dipadu dengan stiletto berwarna senada. Rambut cokelatnya di buat sedikit bergelombang di bagian bawah untuk menutupi bahunya yang sedikit terbuka. Satu set perhiasan emas dari Stone Hange yang berharga puluhan juta juga turut melengkapi penampilannya
Warning 21+Resepsi pernikahan Abi dan Jena sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Para pelayan tampak sibuk membereskan sisa-sisa pesta, sementara Abi dan Jena sedang mengobrol santai bersama keluarga mereka di ruang tengah tanpa Elrangga karena lelaki itu sudah mendekam diri di kamar sebelum pesta Abi dan Jena selesai.Abi melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Tidak terasa sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Dia ingin mengajak Jena ke kamar untuk beristirahat."Ayah, Ibu, Abi pamit ke kamar dulu karena Jena butuh istirahat.""Istirahat apa istirahat?" goda Anita membuat pipi Jena seketika bersemu merah karena dia mengerti dengan maksud ibu mertuanya itu."Ibu, jangan menggoda, Jena. Apa Ibu tidak lihat wajah menantu Ibu sudah memerah seperti tomat?""Mas Abi ...." Jena mencubit perut Abi dengan gemas karena ikut-ikutan menggodanya seperti Anita.Abi malah terkekeh karena Jena terlihat sangat menggemaskan saat malu-malu seperti itu. "Kalau beg
Jena mengerjapkan kedua matanya perlahan. Tubuh gadis itu sontak menegang karena melihat Abi saat pertama kali membuka mata. Lelaki itu bahkan sedang memeluk tubuhnya dengan erat. Wajah Jena seketika berubah pucat ketika menyadari kalau tidak ada satu helai benang pun yang menutupi tubuhnya.Kenapa dia bisa tidur satu ranjang dengan Abi?Jena membuka mulutnya lebar-lebar karena ingin berteriak. Namun, dia tidak jadi melakukannya karena teringat dengan apa yang dia lakukan bersama Abi semalam.Kemarin malam—tepatnya setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai Abi mengajaknya ke kamar untuk beristirahat. Sesampainya di kamar Abi malah mendekatinya yang sedang duduk di atas ranjang lantas menciumnya.Lelaki itu melumat bibir atas dan bagian bawahnya dengan begitu lembut membuat seluruh syaraf di dalam tubuhnya seolah-olah lumpuh.Abi adalah lelaki pertama yang mencium bibirnya. Dan dia tidak menyesal sudah memberikan ciuman pertamanya pada Abi karena lelaki itu sudah menjadi suaminya
Jena mematut bayang dirinya di depan cermin sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil. Wajah gadis itu sontak bersemu merah karena melihat kiss mark di sekitar lehernya. Hasil perbuatan Abi semalam.Abi sengaja memberi banyak tanda merah di lehernya sebagai bukti kalau dia sekarang menjadi milik lelaki itu. "Kenapa wajahmu memerah?"Jena berjingkat karena Abi tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang. Aroma musk yang menguar dari tubuh lelaki itu tercium jelas di indra penciumannya karena jarak mereka sangat dekat."Mas Abi ngagetin Jena, ih."Abi malah terkekeh. "Maaf, mas ada sesuatu buat kamu.""Apa?" tanya Jena penasaran."Cium dulu." Abi mendekatkan bibirnya ke arah Jena membuat wajah gadis itu seketika bersemu merah. Jantung pun berdebar hebat."Mas Abi, jangan gitu," ucap Jena malu-malu.Abi lagi-lagi terkekeh karena Jena terlihat sangat menggemaskan. Sepertinya keputusannya untuk menikahi gadis itu tidak terlalu buruk. Semoga saja Jena bisa membuatnya
Elrangga baru saja menerima telepon dari salah satu temannya yang sama-sama menempuh pendidikan memasak di Le Corden Blue. Temannya itu bertanya kapan dirinya akan kembali ke Sydney untuk melanjutkan kembali pendidikannya karena dia sudah izin lumayan lama.Namun, dia sendiri tidak tahu kapan akan kembali karena masih ada urusan yang harus dia selesaikan. Untung saja dosen pembimbingnya sudah memberinya izin untuk tinggal di rumah lebih lama.Ponsel Elrangga yang berada di dalam genggaman kembali berdering padahal semenit yang lalu dia baru saja bertelepon dengan temannya.Kening Elrangga berkerut dalam melihat nama yang terpampang jelas di layar ponselnya.Kak Abi.Untuk apa kakaknya itu menelepon padahal mereka bisa berbicara langsung? Aneh.Elrangga pun menggeser ikon hijau di layar ponselnya. "Iya, Kak?" 'Kamu sudah menyiapkan semua yang kakak minta, kan?'Elrangga sontak melirik dua tiket pesawat ke Thailand dan paspor yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. "Iy
Jena berulang kali menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya sambil mengemas pakaiannya ke dalam koper. Padahal dia selama ini sudah berusaha keras menahan diri agar tidak terbawa emosi setiap kali mendengar kalimat yang keluar dari mulut Elrangga. Namun, ucapan adik iparnya kali ini sangat keterlaluan dan begitu melukai hatinya.Kesabaran Jena sudah habis. Gadis itu sudah tidak mampu lagi menahan emosinya, dia bahkan sampai menampar pipi Elrangga dengan cukup keras karena lelaki itu memintanya untuk membatalkan pernikahannya dengan Abi.Jena amat sangat menyadari kalau dia berasal dari kampung, tidak bisa membaca, dan tidak berpendidikan. Namun, Abi sudah memilihnya sebagai istri dan dia akan berusaha menjadi istri yang baik bagi lelaki itu.Apakah gadis yang memiliki banyak kekurangan sepertinya tidak pantas bersanding dengan Abi?Jena cepat-cepat mengusap air mata yang membasahi pipinya karena Abi masuk ke dalam kamar mereka. Dia harus terlihat baik-baik saja di depan Abi."Mas
"Aduh, Mbak, pelan-pelan. Sakit ...." Elrangga meringis kesakitan karena salah satu pelayan di rumahnya tanpa sengaja menekan pipinya yang terlihat sedikit memerah.Elrangga tidak pernah menyangka tamparan Jena sangat keras hingga membuat pipinya lebam. Padahal postur tubuh gadis itu kecil, tapi tenaganya mirip badak."Mau saya ambilkan salep, Tuan?""Ya, boleh," jawab Elrangga sambil memegangi pipi kanannya yang masih terasa nyeri.Pelayan itu pun segera meninggalkan kamar Elrangga untuk mengambil salep pereda nyeri yang berada di lantai bawah. Dia sontak menundukkan kepala ketika berpapasan dengan Abi di depan pintu.Abi berjalan menghampiri Elrangga sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Rasanya dia ingin sekali memberi adik laki-lakinya itu pelajaran karena sudah menghina Jena. Namun, dia sudah berjanji pada Jena agar tidak bertengkar dengan Elrangga."Pipimu kenapa?"Elrangga tergagap mendengar pertanyaan Abi barusan. "Tidak kenapa-napa," jawabnya tanpa berani menatap Abi.
Jena menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu kayu yang ada di hadapannya. Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam."Siapa?""Ini, Jena. Apa Jena boleh masuk?""Nggak!" sahut Elrangga ketus.Jena mengerucutkan bibir kesal. Padahal dia ingin meminta maaf tapi Elrangga malah melarangnya masuk.Menyebalkan!"Mas El, Jena boleh masuk, ya ...?" tanya Jena terdengar lembut agar Elrangga mengizinkannya masuk.Elrangga berdecak kesal karena suara Jena membuat pipinya semakin berdenyut. "Aku bilang enggak ya, enggak!"Jena menggeram kesal karena Elrangga sangat keras kepala. Dia akhirnya memutar kenop pintu yang ada di hadapannya tanpa izin Elrangga.Brak!Elrangga berjingkat karena Jena tiba-tiba membuka pintu kamarnya dengan kasar. Kedua mata Jena sontak membulat karena Elrangga hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Memperlihatkan dada bidang dan perutnya yang kotak-kotak.Elrangga terlihat err ... sangat seksi. Apa lagi dengan rambut yang sedikit basah."Ai
Jena mencicipi nasi goreng buatannya yang sebentar lagi matang. Dia segera mematikan kompor setelah memastikan kalau rasa nasi goreng tersebut sudah pas dan siap untuk dihidangkan. Jena biasanya hanya membuat roti bakar atau pancake untuk sarapan. Namun, suami tercinta ingin sarapan nasi goreng Demi menuruti permintaan Elrangga, Jena pun membuat nasi goreng pagi ini. Tidak lupa dia membuat telur dadar untuk pelengkap. Setelah semua siap, Jena bergegas pergi ke lantai atas untuk membangunkan Elrangga. Setelah menikah, Jena dan Elrangga memutuskan untuk tinggal di rumah mereka sendiri. Anita dan Dewangga sebenarnya tidak ingin mereka pindah. Namun, Jena dan Elrangga sudah sepakat kalau mereka akan tinggal di rumah mereka sendiri setelah menikah. Dengan berat hati, Anita dan Dewangga pun menuruti permintaan Jena dan Elrangga dengan syarat mereka harus sering-sering berkunjung ke rumah. Jena menyibak tirai yang menutupi jendela kamarnya. Kamarnya yang semula gelap pun seketika beruba
Dengan tangan gemetar dan napas yang masih tersengal, Jena bergegas menuju ruangan VIP yang ada di rumah sakit Citra Medika. Semua orang yang berada di lorong rumah sakit menatap Jena aneh karena penampilannya mirip sekali dengan orang gila.Rambutnya acak-acakan, bahkan saking paniknya dia sampai lupa memakai sandal.Beberapa jam yang lalu Jena mendapat telepon dari Ardilla. Mantan adik iparnya itu memberi tahu kalau Elrangga mengalami kecelakaan dan kondisinya sekarang sedang kritis.Jantung Jena mencelus melihat Elrangga yang terbaring tidak sadarkan diri dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Dia langsung memeluk Elrangga dengan erat, sementara air mata jatuh semakin deras membasahi pipinya. Jena benar-benar takut Elrangga pergi meninggalkannya untuk selamanya."Mas El, sadarlah. Jangan tinggalin Jena dan Arjuna sendirian ...," gumam Jena dengan suara gemetar karena menahan sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Dia benar-benar takut kehilangan Elrangga."Jena men
"Arjuna kangen sekali sama ayah. Kenapa ayah tidak pernah datang, Ibu?"Jena yang sedang menjahit baju milik Arjuna sontak berhenti ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut putra sulungnya itu. Akhir-akhir ini Arjuna memang sering menanyakan Elrangga karena sudah dua bulan lebih lelaki itu tidak datang menemui mereka. Memberi kabar pun tidak.Bukan tanpa alasan kenapa Elrangga tidak pernah datang karena Jena sendiri yang meminta. Jena ingin menjauh dari kehidupan Elrangga agar lelaki itu bisa membuka hatinya untuk Allecia."Ayahmu sedang sibuk bekerja, Arjuna. Makanya ayah tidak sempat mengunjungimu." Jena terpaksa berbohong untuk yang kesekian kalinya. Dia tidak mungkin memberi tahu Arjuna alasan sebenarnya yang membuat Elrangga tidak pernah datang mengunjungi mereka.Wajah Arjuna seketika berubah sendu. Padahal Elrangga selalu menyempatkan diri untuk datang mengunjunginya di sela-sela kesibukannya yang padat. Namun, Elrangga sekarang tidak pernah datang menemuinya. Arjuna
"Di kampung sekarang sedang musim buah apa, Jena?"Jena tidak mendengar pertanyaan Anita dengan jelas karena dia sibuk memperhatikan Elrangga dan Allecia yang sedang berbincang di ruang tamu sejak tiga puluh menit yang lalu. Entah hal apa yang sedang mereka bicarakan karena ekspresi Elrangga terlihat sangat serius.Rasanya Jena ingin sekali pergi ke ruang tamu agar bisa mengetahui apa yang sedang Elrangga dan Allecia bicarakan. Namun, dia tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya."Kamu lihat apa, Jena?" Jena tergagap karena Anita menyentuh punggung tangannya pelan. "Bukan apa-apa, Bu," jawabnya terdengar gugup.Anita pun mengikuti arah pandang Jena. "Kamu sedang melihat Rangga dan Allecia?"Jena menelan ludah susah payah. Dia tidak pernah menyangka Anita tahu kalau dia sedang memperhatikan Elrangga dan Allecia sejak tadi. "Ti-tidak, Bu. Jena tadi sedang melihat jam di ruang tamu," dusta Jena. Semoga saja Anita percaya dengan ucapannya.Anita sebenarnya tidak percaya dengan apa
"Nenek!" Arjuna berlari kecil sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar menghampiri Anita.Anita tampak begitu senang karena Arjuna akhirnya datang ke rumahnya. Dia pun meraih tubuh mungil Arjuna ke dalam gendongan lalu menghujani wajah cucu kesayangannya itu dengan ciuman."Aduh, Nenek! Geli!" Arjuna terkikik geli karena Anita terus menciumi wajahnya."Nenek kangen sekali sama Arjuna. Apa Arjuna tidak kangen sama nenek?""Arjuna juga kangen sekali sama Nenek." Arjuna menenggelamkan wajahnya di leher Anita dengan manja. Anak itu pintar sekali mengambil hati neneknya."Apa Arjuna tidak kangen sama kakek?"Arjuna sontak mengangkat wajahnya dari leher Anita, melihat seorang lelaki paruh baya yang berdiri tepat di belakang neneknya."Kakek!" pekiknya sambil mengulurkan kedua tangan ke arah Dewangga, minta digendong.Dewangga pun mengambil alih Arjuna dari gendongan Anita lantas mencium pipi cucu pertama sekaligus pewaris perusahaan Dewangga itu dengan penuh sayang. Sepasang mata abu
"Ibu, ayo, cepat! Biar ayah nanti tidak menunggu kita terlalu lama.""Iya, Sayang. Awas, jangan lari-lari. Nanti kamu jatuh." "Arjuna udah hati-hati, Ibu. Jangan khawatir."Jena hanya bisa menghela napas melihat tingkah putranya. Siapa yang akan menyangka jika bayi prematur yang dia lahirkan lima tahun lalu itu sekarang tumbuh menjadi anak yang begitu aktif dan cerdas.Padahal kondisi Arjuna sempat menurun karena dia stres memikirkan proses perceraiannya dan Abi. Dia bahkan sudah pasrah jika Tuhan ingin mengambil Arjuna kapan pun darinya karena dia tidak tega melihat putra semata wayangnya itu terus tersiksa.Namun, keajaiban itu tiba-tiba datang. Kondisi Arjuna berangsur-angsur membaik hingga berhasil melewati masa kritis. Tiga bulan kemudian dokter akhirnya mengizinkan Arjuna pulang. Namun, anak laki-lakinya itu harus tetap diperhatikan secara ekstra karena daya tahan tubuhnya lemah.Jena merasa sangat bersyukur Arjuna akhirnya sembuh. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan ter
"Mas minta maaf, Jena. Mas sungguh-sungguh minta maaf ...." Abi menangis tersedu-sedu sambil besimpuh di kaki Jena. Penyesalan dan rasa bersalah tergambar jelas di wajahnya. Abi merasa sangat menyesal sudah menyakiti Jena."Percuma saja kau minta maaf. Dasar, Berengsek!" Elrangga ingin melayangkan pukulannya kembali ke wajah Abi. Sepertinya dia belum puas memberi Abi pelajaran padahal kondisi kakak kandungnya itu sudah babak belur."Rangga hentikan! Tahan emosimu!" Dewangga dengan sigap menahan Elrangga agar tidak memukuli Abi lagi meskipun dia sendiri juga merasa sangat kecewa dengan putra pertamanya itu.Wajah Elrangga tampak mengeras, dadanya pun naik turun. Amarah dan kekecewaan terpancar jelas dari kedua sorot matanya ketika menatap Abi. Elrangga sangat marah sekaligus kecewa karena Abi tega menyakiti Jena berkali-kali."Jena, Mas mohon. Tolong maafin, Mas ...,"Jena hanya diam, tatapan kedua matanya pun terlihat kosong karena kenyataan ini membuatnya sangat terpukul. Padahal dia
Jena keluar dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Padahal dia ingin terus berada di dekat buah hatinya, tapi dokter malah menyuruhnya untuk pulang. Untung saja dokter mengizinkannya untuk melihat keadaan sang buah hati yang masih dirawat di NICU setiap hari.Abi sampai sekarang juga belum mengambil keputusan, memilih untuk kembali bersama Jena atau meninggalkan Dea. Lelaki itu sangat plin-plan dan tidak punya pendirian. Jena sendiri pun bingung menjelaskan hubungannya dengan Abi sekarang. Status mereka memang masih suami istri, tapi Abi tidak bisa bersikap selayaknya seorang suami.Jena harap Abi bisa berubah. Dia akan membuka pintu maafnya lebar-lebar dan memberi Abi kesempatan jika mau meninggalkan Dea dan memilih kembali bersama dirinya. Namun, Abi tidak kunjung mengambil keputusan padahal dia hanya memiliki waktu dua hari lagi.Bagaimana kalau Abi lebih memilih Dea dari pada dirinya? Apakah dia sanggup membesarkan buah hatinya seorang diri tanpa Abi?Jena menggigit bibir bag
Ada tujuh buah inkubator di dalam ruangan berukuran lumayan besar tersebut. Semua bayi yang ada di dalam kotak kaca itu sama-sama berjuang keras agar tetap hidup dengan bantuan alat medis yang berukuran lebih besar dari tubuh mereka.Abi menatap nanar seorang bayi laki-laki yang berada di dalam salah satu inkubator tersebut. Tubuh anaknya terlihat sangat kurus. Dia bahkan bisa melihat jantung anaknya yang sedang berdetak. Kondisi buah hatinya sangat memprihatinkan dan semua ini terjadi karena kesalahannya. Abi merasa sangat menyesal sudah berselingkuh dengan Dea hingga membuat Jena harus melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Namun, sebesar apa pun penyesalan yang saat ini sedang dia rasakan, dia tidak mungkin bisa kembali ke masa lalu untuk menghapus semua kesalahannya.Padahal dia dan Jena sudah memiliki rencana untuk membesarkan buah hati mereka bersama-sama hingga maut memisahkan. Dia dan Jena bahkan sudah mempersiapkan nama dan pendidikan terbaik untuk buah hati mereka hingga