(Nanti malam aku dan Carisa mau datang. Ada sesuatu yang hendak kami bicarakan.)Asma mengerutkan kening membaca pesan dari Adam. Dia heran, ada apa pria itu datang bersama Carisa. Sedangkan Bagus baru berangkat ke kantor cabang yang cukup jauh dari kota ini.(Memangnya ada masalah apa, Mas?)Dia mengirim pesan tapi tak juga dapat balasan dari Adam. Sepertinya pria itu sedang sibuk.(Nanti saja kita bicara sekarang aku sedang ada urusan sebentar.)Etdah perasaan dia yang mengirim pesan duluan tapi kenapa jadi serasa Asma yang menghubungi duluan. Wanita itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Pria aneh kalau sibuk buat apa kirim pesan padaku."Asma berujar dalam hati lalu meletakkan ponselnya keatas meja. Dia kembali memeriksa barang kiriman Carisa."Assalamu'alaikum."Asma baru hendak berdiri ketika terdengar suara salam dari luar. Dia melihat Lidya telah pergi untuk melihat siapa yang bertamu."Mbak, Bu. Ada pak RT mau bertemu, ada yang mau dibicarakan."Asma segera menemui pak RT y
"Bu ... Butik, kalian minta aku membuka butik?"Asma terkejut dia tak menyangka, kedatangan Adam dan Carisa hanya untuk bilang, dia bisa mulai buka butik sendiri."Tentu saja karena aku lihat kau sudah mahir, Mbak Asma. Tenang saja semua isi butikmu akan aku kirim duluan, soal pembayaran bisa kita bicarakan nanti."Asma masih bingung, kalau jadi reseller jauh lebih mudah. Sekarang dia harus menangani semuanya sendiri, tentu akan membuatnya kesulitan."Mudah saja nanti akan ada orang dari tokoku yang akan membantumu sementara. Sampai kau punya pegawai sendiri jadi semua aman. Aku akan berhenti sementara, karena mau fokus dengan kandunganku. Jadi sebelum cuti aku akan mengajarkan semua yang aku tau untuk menjalankan butik mu."Asma kembali menelan ludah, dia masih tak percaya akan punya toko sendiri. Namun mendadak dia ingat kalau tak punya tempat untuk membuka butiknya."Aku sudah menyewakan sebuah ruko di depan sana. Sudah aku bayar setahun, besok kita akan mulai membersihkan dan men
Rika berteriak meski mulutnya berusaha menerima keberhasilan Asma, namun hatinya tetap panas melihatnya."Aku bersumpah akan mengalahkan Asma. Lihat aja aku akan buka usaha yang sama, namun dengan kualitas baju yang bagus."Rika mulai masuk ke kamar dan mengeluarkan semua perhiasan yang berhasil dia dapatkan dari Seno. Untungnya dia sudah menyembunyikan semua barang itu, sehingga tidak ketahuan oleh siapapun termasuk ibunya.Aku akan jual semuanya dan membuka usaha sendiri, untuk menghancurkan usaha Asma, lihat saja aku pasti bisa mengalahkannya.Dengan niat buruk dan modal tak jelas. Apakah usaha Rika akan berhasil lihat saja nanti, namun yang jelas dia lupa ada Allah yang memperhatikan semua perbuatannya."Kau mau kemana, Ka. Ibu ikut ya? Bosan di rumah apalagi sejak tak ada Alam. Entah kapan dia kembali ke kantor pusat lagi?"Rika menatap sang ibu, sebenarnya dia kasihan tapi tak mungkin mengajaknya pergi. Bisa gawat kalau dia tau Rika menjual banyak perhiasan."Ibu bersiap saja ak
Wanita itu membanting pintu, membuat Ani dan ibunya melompat kaget."Dasar setan, begitu aku temukan sertifikat rumah ini. Hal pertama yang aku lakukan adalah mengusir nenek lampir itu."Ani merapatkan giginya dan berkata dalam hati. Dia harus bersabar sebentar lagi, sampai sertifikat rumah suaminya ditemukan."Dimana sebenarnya sertifikat itu disimpan. Sudah hampir tiga tahun mencari tapi tak ketemu juga."Kembali Ani berucap pelan. Membuat sang ibu menariknya masuk ke kamar mereka, dia takut besannya mendengar apa yang anaknya ucapkan."Kau harus berhati-hati, selama sertifikat itu belum kau pegang. Nasibmu masih belum aman, An. Bisa saja wanita itu mengusir kita dan menguasai rumah ini."Ani menarik napas dia jadi tak sabar menghadapi mertuanya. Selama ini dia yang datang kerumah mertuanya, sedang wanita itu tak pernah datang ke rumahnya, jadi dia menghadapi wanita itu hanya disiang hari saat dia berkunjung. Sekarang dua puluh empat jam bersama, membuatnya terus naik darah."Apa ki
"Dua juta keuntunganmu, Ka. Kalau sehari dapat segini, kau bisa segera mengalahkan Asma. Apalagi saat ini butiknya belum buka."Rika tersenyum senang, dia tak menyangka sebulan ini sudah memiliki banyak pelangan. Saat Asma sedang sibuk dengan butiknya, dia sudah mengumpulkan uang."Tapi ibu heran kau dapat uang darimana untuk modal usahamu, Ka. Sedangkan Alam sampai sekarang belum memberi kabar pada kita, dapat atau tidak modal yang dia janjikan."Rika terdiam, dia memang belum memberitahu ibunya, darimana modal yang dia dapatkan. Wanita itu pasti mengamuk jika tau dia menjual perhiasan dari Seno yang berhasil dia simpan."Ada simpananku sedikit, Bu. Simpanan yang tak diketahui Asma dan juga istri mas Seno."Rika memilih diam daripada ibunya ribut soal perhiasan yang berhasil dia simpan. Dan tak disita oleh istri Seno."Berapa modal yang kau keluarkan? Kalau masih ada uangmu, bisa buka satu tempat di halaman untuk jadi tokomu. Ibu bisa juga bantu-bantu."Rika menatap halaman rumah yan
"Memangnya sebagus apa sih? Butiknya Asma. Sampai heboh mengundang warga, apa dia tak tau ekonomi orang kampung ini?"Ibu Alam kembali mencibir Asma. Iri dan dengki tak pernah bisa hilang dari hatinya."Bukan itu masalahnya, Bu. Apa kalian belum melihat toko Asma? Jadi terlihat bagus. Pria kaya itu benar-benar melimpahi Asma dengan uang yang sangat banyak. Barang-barangnya juga bagus dan mahal."Rika dan ibunya saling pandang. Mereka belum melihat secara langsung, mendengar ucapan Santi membuat mereka penasaran."Kita lihat sebentar, Bu. Aku penasaran, sebagus apa sih butik wanita setan itu."Rika dan ibunya segera pergi untuk melihat ruko Asma. Seperti biasa, Rika akan meninggalkan barang jualannya berserak di ruang tamu."Dasar bodoh, dia memang wanita ceroboh. Meninggalkan barang-barang berserak begini."Ani menatap gamis yang baru dibeli Rika. Dia melihat satu dan membawanya masuk ke kamar."Dia pasti tak akan tau kalau hilang satu. Perempuan bodoh itu punya ingatan lemah."Ani te
Lidya tersenyum sebenarnya dia juga heran, namun dia paham pasti Adam dan Carisa bakal mengundang relasi dan rekan kerja mereka."Mbak tenang saja kita serahkan pada mas Adam dan mbak Carisa. Yang penting kita sudah berusaha membantu sebisanya."Kembali Asma tersenyum begitu mendengar ucapan adiknya. Gadis itu bisa membuatnya tenang jika menghadapi masalah."Baiklah mari kita berjuang demi hidup kita. Dan mensukseskan rencana mas Adam dan mbak Carisa.""Nah gitu dong, semangat kalian sangat dibutuhkan semua orang. Jangan menyerah hanya karena hinaan dan cibiran."Asma dan Lidya terkejut saat mendengar suara Adam, yang tiba-tiba datang membawa banyak bungkusan makanan."Sudah siang ayo makan dulu. Jangan sampai kalian sakit, karena pekerjaan masih sangat banyak."Para pegawai segera mendekat dan mengambil bungkusan nasi Padang yang dibeli Adam. Mereka tampak senang karena lauknya ada rendang dan gulai tunjang."Kalau setiap hari begini kita tak akan kurus walau kerja rodi yang ada sema
Akhirnya waktu pembukaan butikku tiba juga. Karena bantuan banyak orang, membuat semuanya selesai hingga sampai di titik ini. Awalnya aku kira pembukaan ini biasa saja namun ternyata luar biasa."Kita sambut Bu Asma, sebagai pemilik butik maju untuk memotong pita."Aku gemetar menatap semua orang. Bagaimana tidak, entah dari mana saja karangan bunga yang berjejer disepanjang jalan. Belum lagi para tamu yang terlihat asing, sedangkan para warga di kampung ku justru tak ada yang datang. Kecuali Mak Ijah dan anak bungsunya yang pulang untuk menjenguk ibunya."Silahkan Bu Asma, potong pitanya."Iin menyerahkan gunting tapi aku tak langsung menerima, karena tangan masih gemetar. Untung ibu dan Lidya mendekat dan memegang tanganku dengan erat."Kita potong sama-sama Nak, semoga dari tempat ini kau bisa menjadi wanita sukses, tanpa menjadi beban orang lain."Aku tersenyum seolah mendapat kekuatan dari ibu. Kami memotong pita dan mulai memperkenalkan butikku pada tamu. Mas Adam, mbak Carisa d
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari