Terima kasih telah mengikuti cerita ini. Dukung terus dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya ya.
Bima terlihat gugup apalagi saat menatap wajah Adam. Bukan tanpa sebab, karena Adam menatapnya tanpa berkedip."Mas tak perlu menatap begitu. Kalau aku menginginkan mbak Asma, sangat mudah untuk memilikinya. Apalagi saat suaminya sedang mencurigainya, soal aku pegang tangannya. Itu agar Mbak Asma tak terjebak, wanita tadi bisa melaporkan kekerasan yang dia dapatkan dari istrimu. Aku rasa kau tak akan mau berpisah darinya lagi kan?"Adam tersedak ludah sendiri saat mendengar ucapan Bima. Dia ingin menjelaskan tapi Bima sudah memotong ucapannya."Aku bukan sedang membantumu Mas, aku hanya tak ingin ketiga anak kecil terlantar karena ibunya di penjara. Mbak Asma mungkin bisa hidup bersama anak-anaknya tanpa suami, tapi kau tak akan bisa hidup bersama anak-anak tanpa istrimu. Maaf sebelumnya, jangan pernah meremehkan firasat seorang istri karena itu bisa jadi sebuah pertanda penting. Ada hal-hal yang tak terlihat dengan mata tapi memang ada, contohnya niat jahat seseorang."Adam menatap
"Kalian berdua sudah mengalami banyak hal selama menikah. Ujian itu sudah kalian lewati meski dengan berdarah-darah, apa masih mau mengulangi lagi rasa sakit yang sama?"Asma dan Adam terdiam. Mereka mendatangi rumah ibunya setelah wanita itu meminta mereka datang, Bima pasti sudah cerita masalah yang menimpa Asma."Ibu heran bagaimana wanita itu bisa muncul lagi? Setelah menghilang begitu lama. Apa benar ada yang dia rencanakan?"Wanita itu menatap Asma. Membuat istri Adam tak bicara tapi matanya menjelaskan semuanya."Kau sudah berusaha Nak, jika si bodoh tak sadar juga, maka biarkan dia menjadi keledai yang masuk ke lobang yang sama. Kami siap menerima jika memang kau tak kuat hidup bersamanya."Adam terlihat bingung karena mamanya melotot padanya. Asma juga hanya tersenyum sinis."Tunggu dulu, kenapa kalian semua menatapku seperti itu? Bukankah sudah aku katakan, tak mungkin Naura berniat buruk. Dia sudah lama menjadi Sekretarisku dan tak pernah melakukan hal yang buruk, justru dia
"Kau sudah gila, Lam. Otakmu hanya berisi sampah dan kotoran, uang membutakan mata hatimu. Ulahmu hanya membuat anak kita hina dimata masyarakat."Asma benar-benar murka, setelah menemui mantan mertuanya, dia terpaksa bertemu dengan Alam dan mendapatkan sebuah kebenaran yang begitu menjijikan."Kini wanita itu justru mengincar suamiku. Entah apa yang dia pikirkan, hingga harus mengangguku sedangkan semua yang dia hadapi adalah hasil dari dosa-dosanya."Alam terdiam mendengarkan mantan istrinya mengomel panjang. Pria itu hanya menatap wanita yang masih dia cintai itu tanpa menyela ucapannya."Kau ...."Asma terkejut saat melihat Alam tengah menatapnya dengan penuh cinta. Tanpa menyadari seseorang menatap cemburu dari kejauhan."Kau pikirkan masalah yang kau buat ini, Lam. Jika bukan untukku, lakukan demi Shila, darah daging yang tak pernah merasakan kebaikanmu sebagai ayahnya. Untunglah dia mendapakan cinta dan kasih sayang dari mas Adam, apa kau akan mati meninggalkan noda di hidup ana
"Kalian harus waspada, jangan memberi ijin siapapun masuk ke rumah, tanpa memberitahu ibu terlebih dahulu. Kalau ada paket atau apapun dari luar, biar di pos dulu sampai ibu periksa."Adam memperhatikan Asma yang sibuk dengan dua orang satpam baru. Dia makin tak mengerti apa yang di takutkan istrinya, sedangkan dia yakin rumahnya aman dari gangguan orang luar.Tin ...tin ...tin ....Adam melihat ke arah pagar ingin tau siapa yang datang. Dia mengerutkan kening, saat melihat seorang pria turun dari mobil lalu menghampiri istrinya."Selamat pagi Bu Asma, saya Dani orang yang di kirim pak Bima. Sebentar lagi ada teman yang menyusul kemari."Adam semakin heran, karena Asma meminta orang itu masuk dan duduk di depan pos satpam. Tak lama datang lagi sebuah mobil lalu turun seorang wanita."Sayang siapa mereka?"Asma tak langsung menjawab, dia sibuk memotret dua orang itu lalu mengirim pada Bima. Tak lama dia tersenyum setelah mendapat balasan dari calon adik iparnya."Jadi mulai sekarang kal
Asma tersenyum melihat kedua anaknya mengangguk. Dia mengingatkan lagi agar hati-hati pada kedua bodyguardnya, wanita itu terduduk lemas saat melihat kedua mobil itu menjauh. Kemudian dia berlari masuk ke rumah untuk melihat bayinya.Napasnya tersengal saat sampai ruang tamu, bayinya ada dalam pelukan Adam. Dia segera mendekat dan mengambil bayi kecil itu."Sudah siang Mas, pergilah kerja aku akan bersiap juga."Asma meraih tangan suaminya lalu mencium bibir Adam sebentar. Seperti biasa dia melakukan itu, meski marah dia tak mau Adam pergi dalam keadaan marah."Bu Asma, anak-anak kembali pulang."Bagai petir menyambar saat Asma mendapat kabar dari Satpamnya. Belum terlalu lama pergi kenapa anak-anak kembali, dia dan Adam segera berlari keluar. Asma hampir pingsan saat melihat Alkafi dan Shila memegang keningnya."A ...ada a ...apa dengan anak-anakku?"Shila dan Alkafi berlari kepelukkan Asma. Adam segera mengambil bayinya dari pelukan Asma, tapi wanita itu menolak memberikannya."Maafk
"Apa yang terjadi mbak Asma?"Asma tak menjawab, dia hanya menyerahkan ponselnya. Bima membaca pesan yang di terima Asma."Ini tak bisa di jadikan bukti sebagai ancaman, tapi kita akan menyelidiki pemilik nomor ini."Bima langsung menghubungi seseorang lalu menyerahkan ponsel Asma. Semua orang mendengar, Bima meminta mencaritahu pemilik nomor yang menghubungi Asma."Aku yakin itu nomor Mbak Ani, Bim. Kau bisa mengawasi wanita itu, entahlah aku merasa dia akan melakukan sesuatu pada keluargaku."Asma menutup wajahnya dengan kedua tangan. Adam segera mendekat dan memeluk istrinya, namun suara dingin membuatnya mundur."Lepaskan tanganmu Mas, menjauhlah dariku.""Cukup Asma, aku tak tau kenapa kau jadi seperti ini. Baik kalau kau mencurigai Naura, aku akan memecat gadis itu, walau aku tau dia tulang punggung keluarganya."Adam terlihat marah, emosinya naik ketika menerima perlakuan dari istrinya. Wanita itu seolah tak membutuhkannya."Terserah aku tak perduli, meski kau menikahinya aku ju
Brak ...."Dasar keledai, kau bisa masuk ke lobang yang sama."Adam terkejut saat melihat wajah Asma yang sedang murka. Dia berusaha berdiri dari himpitan tubuh Naura."Lepaskan aku, Naura. Brengsek!"Adam berhasil berdiri setelah mendorong tubuh sekretarisnya hingga jatuh terjungkal. Dia tak perduli apapun selain istrinya."Kita berakhir Mas. Bye forever."Asma meninggalkan Adam yang berusaha mengejarnya, tapi wanita itu benar-benar pergi begitu saja. Adam mengambil ponsel di saku celananya dan menghubungi seseorang."Naik ke atas dan pecat Naura. Usir dia sekarang juga."Adam hendak kembali mengejar istrinya tapi teriakan Naura membuatnya berhenti seketika."Pak Adam, anda harus bertanggungjawab. Kalau tidak saya akan lapor polisi, atas pelecehan yang bapak lakukan!"Semua pegawai di ruangan itu terkejut mendengar teriakan Naura. Apalagi keadaan gadis itu terlihat menyedihkan, mereka juga terkejut saat melihat wajah Adam yang penuh dengan noda lipstick."Cukup Naura, kita bicarakan d
"Menjijikan, bahkan bibirmu pun bekas ciuman Naura."Asma meraih tisu di meja lalu mengelap bibirnya dengan kasar. Adam begitu terluka melihatnya, namun dia tak mau tetap diam dia harus menjelaskan semuanya."Menyingkir dari pintu Mas, aku mau keluar. Berada satu ruangan denganmu bisa membuatku gila."Adam mengelengkan kepala, dia benar-benar tak mau menyingkir dari pintu. Asma terlihat semakin kesal melihat ulah suaminya."Kita akan tetap di sini, sampai kau dengarkan apa yang aku katakan soal kejadian tadi.""Aku bilang menyingkir dari pintu itu, kalau tidak aku akan benar-benar meninggalkan pria tak berguna sepertimu. Bagaimana bisa kau lengah setelah aku peringatkan, apa kau benar-benar tak punya sedikit saja kepercayaan padaku?"Asma terlihat sangat marah, melihat wajah Adam membuatnya kehabisan kesabaran."Kau selesaikan kebodohan yang kau buat. Naura minta di nikahi kalau tidak dia akan lapor polisi. Kalau kau menikahi Naura berarti bersiaplah kehilangan kami semua."Brak ....S
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari