Asma mencoba berdamai dengan kenyataan, meski Adam dan keluarganya berada satu kota dengannya. Dia tak mau bergerak untuk menyerang, dia hanya menunggu begitu terusik maka dia akan menyerang balik.Berkerja bersama Adam juga dia lakukan dengan profesional. Selagi Adam tak mengusiknya dia tak perduli pada pria itu."Sudah siang, waktunya makan Bu Asma. Kita makan di tempat biasa ya."Tiwi rekan kerjanya sudah mengajak makan siang. Namun sejak makan satu meja dengan Adam, dia memilih membawa bekal sendiri."Kalian pergi saja, aku membawa bekal. Setelah membereskan kerjaan ini aku akan makan di sini."Tiwi tersenyum lalu mengajak teman-temannya untuk makan diluar. Mereka meninggalkan Asma yang sedang merapikan berkas di mejanya."Akhirnya selesai juga. Lebih baik aku makan sebelum waktu istirahat selesai."Asma mengambil bungkusan di bawah mejanya. Namun dia heran karena bungkusan itu terasa ringan. Setelah berada di atas meja dia terkejut, karena kotak bekalnya tidak ada. "Perasaan aku
"Ikut aku dan bawa semua berkas yang berhubungan dengan proyek."Asma menatap punggung Adam, ini pertama kalinya pria itu bicara langsung padanya. Namun anehnya dia mengajak tanpa ada agenda keluar untuk pekerjaan."Maaf pak Adam, semua pekerjaan sudah saya serahkan. Untuk urusan proyek, baru di mulai Minggu depan jadi kita tak ada agenda untuk keluar bersama."Asma berjalan meninggalkan Adam, dia tak mau terjebak dalam permainan mantan suaminya. Jadi menghindar adalah jalan yang dia pilih.Brak ....Asma terkejut saat Adam menutup pintu. Lalu masuk ke dalam ruangannya, tanpa ampun pria itu mendekat dan merengkuh tubuh mantan istrinya."Berteriaklah jika mau orang menghinamu, kau ingat betapa kotornya gelar janda bagi seorang wanita, apalagi orang tau kau meninggalkan suami demi pria lain."Asma tertawa dia menatap wajah Adam dengan penuh kebencian. Meski dia tau Adam juga terluka, tapi bayangan demi bayangan masa lalu membuatnya muak.Melihat senyum sinis di wajah mantan istrinya, me
Adam tersentak dan berlari mengejar Asma. Tak perduli pada apapun, dia lalu menangkup wajah mantan istrinya."Katakan padaku, apa anak kita masih hidup. Katakan!"Semua berlarian saat mendengar Adam berteriak. George yang baru keluar dari ruangannya, berlari dan berusaha menolong Asma."Katakan ...katakan!"Adam kembali mendapat serangan. Dokter pribadinya membawanya masuk ke dalam ruangannya. Sedangkan Asma berjalan menghampiri mantan ibu mertuanya."Kau ingin merebut hak asuh anak yang kau ragukan identitasnya. Kalau begitu, mari kita berperang, aku ingatkan kalau bukan kau yang hancur maka aku yang lebur."Mama Adam terkejut, dia tak menyangka mantan menantunya telah menjadi wanita yang menakutkan. Namun demi kemenangan dia tak boleh menyerah."Dulu aku kalah, begitu juga dengan suamiku karena dia lemah. Kali ini kau akan hancur Ma, itu akan aku pastikan, dengan tangan Adam sendiri yang akan membuatmu hancur."Asma pergi setelah melirik ke arah Adam dan dokter pribadinya. Wanita it
"Kau bicara apa Lidya? Jangan membuat cerita, kalau kau tau masalah ini kenapa diam?"Asma menatap Lidya, dia juga ingin tau kenapa adiknya diam ketika mengetahui rahasia ini."Jangan menatapku begitu, karena kau aku harus menerima penghinaan dari mama mas aji, perbuatanmu merusak kebahagiaanku Mbak."Mendengar ucapan Lidya bukannya sedih. Asma justru tertawa membuat ibu dan adiknya menatap heran."Jangan menyalahkan aku Dia, akhirnya kau pun akan merasakan rasa sakit yang aku alami. Bertahanlah seperti wanita jalang ini, tetaplah tegar dan kuat, ketika kau lihat suamimu memacu birahinya ditubuh wanita lain."Lidya terlihat pucat setelah mendengar ucapan Asma. Dia jadi takut ucapan itu akan segera terjadi, seperti ucapannya yang lain."Itu tidak akan pernah terjadi Mbak. Aku bisa pastikan itu, jangan mencoba membuat istriku takut, akan sesuatu yang tidak akan terjadi."Asma menatap Aji yang tiba-tiba datang. Pria itu terlihat begitu bertanggungjawab bukankah sama seperti Adam juga."A
"Kau bukan lagi orang dengan ganguan jiwa Mas, sudah saatnya kau cerita apa sebenarnya yang terjadi lima tahun yang lalu. Kejadian sebelum kau Depresi."Karena pertemuan dengan Asma di sebuah Mall. Membuat Aji mulai mencaritahu kejadian yang sebenarnya, dia tau mamanya membenci Asma, tapi dia tak percaya begitu saja dengan ucapan Asma. Walau dia melihat betapa hancurnya kakak iparnya."Untuk apa kau mencaritahu lagi sekarang. Semua sudah terlambat, kenyataannya aku sudah menjatuhkan talak pada Asma. Sekarang aku akan merebut hak asuh putraku seperti permintaan mama."Aji terkejut dia tak menyangka Adam memiliki rencana merebut hak asuh anak Asma. Sejak sembuh dua tahun yang lalu Adam memang jadi menuruti semua ucapan mamanya."Apa kau ingat Mas? Anakmu sudah meninggal karena perbuatan menjijikan yang kau lakukan di hotel bersama wanita jalang kiriman mama. Sedangkan yang hidup sekarang anak yang dititipkan Allah pada mbak Asma, tuhanpun sudah memutuskan pada siapa anak itu diserahkan,
"Sifat ikut campur mama sudah waktunya berhenti. Bukan karena kami yang menyayangi mama, tapi mungkin orang-orang mama yang akan menghancurkan majikannya."Aji berkata dengan nada sinis. Dia menatap Adam yang terlihat kebingungan, membuat adik lelakinya muak melihatnya."Seharusnya kau terus gila Mas, agar tak melihat wanita ini hancur, sama seperti wanita yang kau cintai hancur. Apa kau tau rasanya seorang ibu kehilangan anaknya, langit bahkan terguncang sehingga tuhan mengembalikan buah hatinya. Kini kalian hendak merampas anak yang tak pernah diakui sebagai darah dagingmu.""Diam!"Aji terjatuh ketika sebuah pukulan mengenai rahangnya. Adam menjadi gelap mata mendengar ucapan adiknya, dia mulai bisa berpikir apa yang telah terjadi pada pernikahannya."Asma, bawa aku padanya. Tolong."Bruk ....Aji mendorong tubuh Adam, dia muak melihat pria itu memohon. Jangankan Adam dia saja takut apa yang akan menimpa keluarga mereka. Seharusnya lima tahun lalu mereka tak asal percaya dengan uca
Aji dan Carisa menatap Adam yang terbaring di kamar rumah sakit dalam keadaan terikat. Carisa terus menangis, dia tak menyangka Adam akan kembali ke rumah sakit ini."Bagimana Ma? Apa ini yang mama inginkan? Melihat mas Adam membusuk di rumah sakit jiwa. Lihatlah seharusnya di usia tua, mama bisa hidup tenang tanpa menyimpan rasa iri dan dengki. Mbak Asma bukan musuh dia bisa jadi teman dan penganti Carisa yang tinggal bersama suaminya."Mendengar ucapan Aji membuat Carisa paham. Kalau pembicaraan itu menyangkut Asma."Jadi wanita terkutuk itu belum selesai menganggu keluarga kita. Aku dengar dia di Surabaya terus sekarang apa hubungannya dengan masalah ini."Carisa terlihat marah dia menatap Aji, dia ingin tau apa yang di sembunyikan oleh adiknya. Sayang Aji terlambat bicara mamanya keburu meracuni pikiran Carisa."Wanita itu lembali dengan membawa kabar, kalau anaknya ternyata masih hidup. Dia menipu mama dan Adam, bilang bayi itu meninggal ternyata masih hidup, sialnya Adam percaya
"Ambil anak itu, dia anak mas Adam. Wanita jalang ini menipu kita semua."Semua orang terkejut begitu juga Asma tapi dia bisa berpikir dengan cepat. Memerintahkan Sri membawa Alkafi masuk ke kamar, anak itu berbalik dan wajahnya membuat Aji terkejut."Wajah itu memang milik mas Adam. Mbak dia keponakan kami?"Sama seperti Carisa, pria itu juga terduduk lemas. Dia sudah yakin kalau mamanya telah menipu mereka semua."Lepaskan!"Asma menyentak kakinya, hingga terlepas dari pegangan tangan Carisa. Dia berjalan menuju ke sofa dan menatap kedua saudara itu, mereka masih berlutut dan menagis."Kenapa kau begitu kejam Mbak Asma? Kau buat mas Adam depresi, karena mengira jadi penyebab kematian anaknya. Dia habiskan tiga tahun dirumah sakit jiwa, setelah sembuh kau membuatnya kembali kerumah sakit itu lagi."Asma terkejut mendengar ucapan Carisa. Dia menatap Aji dan pria itu menganggukkan kepalanya. Asma terlihat bingung harus melakukan apa."Mas Adam tak bersalah Mbak, semua ini rencana mama.
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari