Mama Emma benar-benar datang seorang diri ke apartemen Aland, sementara Prisila hanya mengantar sang mama dan kemudian pergi.Wanita paruh baya tersebut tidak hanya datang dengan tangan kosong, tapi dia banyak sekali barang bawaan di kedua tangannya. Ada makanan kesukaan Austin, juga beberapa mainan yang telah cukup lama dia belikan untuk sang cucu, tapi baru kesampaian sekarang untuk memberikannya secara langsung.Bahkan saat hendak menekan bell apartemen tersebut Mama Emma merasa kesusahan. Dia sampai meletakkan beberapa barang bawaannya di lantai baru menekan bell.Tak butuh waktu lama, pintu itu pun terbuka dan nampaklah seorang pelayan yang menyambutnya."Nyonya, silahkan masuk," sambut bibi Mia, dia juga buru-buru membantu sang nyonya untuk membawa semua barang bawaan itu."Ma," sambut Aland pula, dia datang sambil menggendong Austin.Sebuah pemandangan yang membuat hati Mama Emma terenyuh. Kedua matanya sampai berkaca-kaca melihat Aland yang kini sudah berhasil menemukan sang a
"Ayo kita keluar," ajak Aland, dia kembali menjangkau tangan sang istri untuk diajak keluar dari dalam kamar tersebut tapi dengan cepat Zoya menepisnya."Kenapa? Tidak ingin keluar? kamu harus selalu di dekat Austin, bagaimana jika mama Emma menyakitinya?" kata Aland lagi, lengkap dengan banyak pertanyaan yang tak bisa Zoya jawab.Pada akhirnya Zoya hanya diam saat tangan kanannya kembali ditarik keluar dari dalam kamar tersebut. Ada sedikit rasa sakit di dalam hatinya mengenai perkataan Aland padanya, tentang menunjukkan kebenciannya pada semua keluarga Floyd, jangan ditunjukkan di depan sang anak.Zoya membuang nafasnya dengan kasar, selalu saja menemukan titik di mana dia tidak bisa melawan Aland.Kini Aland dan Oma Emma sudah berada di ruang tengah, Austin memakan pizza yang dibawakan oleh sang nenek. Sementara di meja juga berderet beberapa mainan baru yang dibelikan oleh wanita paruh baya tersebut."Ma, ayo kita makan pizza ini bersama-sama. Rasanya sangat enak, aku suka!" kata
Saat malam hari, Zoya langsung mengurung dirinya di dalam kamar setelah makan malam. Dia tidak ikut berkumpul bersama Austin, Aland, dan Oma Emma. Tapi Zoya sengaja membuka sedikit pintu kamarnya hingga dia masih mampu mendengar apa saja yang dibicarakan di ruang tengah tersebut. Tidak ada suara TV yang terdengar, yang terdengar hanyalah Oma Emma yang sedang membacakan banyak dongeng untuk sang anak. Sesekali Austin menyahut menanggapi bacaan dongeng tersebut. Dan Aland ada yang paling keras tertawa ketika mendengar anaknya bicara tak masuk akal.Ada hati yang terasa tersemat saat mendengar kebersamaan mereka, karena nyatanya bagi Austin dia saja memang tidak cukup. Austin memang membutuhkan semua keluarganya. Diam-diam Zoya menangis. "Ya Tuhan, Kenapa dadaku sesak sekali. sekarang aku jadi bingung sendiri dengan kehidupanku, dengan apa keinginanku selanjutnya," gumam Zoya.Sungguh, saat saat ini dia seperti kehilangan arah. Kakinya entah berpijak di jalan yang mana. "Kadang a
"Austin sudah tidur?" tanya Aland, setelah menutup pintu dia berjalan mendekati ranjang, pilih untuk berdiri di tepi tepat di samping sang istri.Zoya hanya mengangguk."Oma juga sudah tidur," kata Aland lagi, meski Zoya tidak bertanya. Meski selama ini memang hanya dia yang banyak bicara.Aland lantas mencium puncak kepala Zoya dengan lembut, "Terima kasih karena sudah mengizinkan Oma untuk bertemu dengan Austin," kata Aland lagi.Tapi kali ini Zoya tidak memberikan tanggapan apapun, kepalanya bahkan tidak bergerak untuk mengangguk atau menggeleng.Zoya tidak tahu, bahwa izin tersebut begitu berarti untuk Aland, untuk mama Emma dan bahkan untuk kak Prisila. Mereka juga punya luka tersendiri, dan hanya Austin dan maaf dari Zoya lah obatnya. "Tidurlah juga, aku masih ada beberapa hal yang harus diurus," ucap Aland. "Tidak perlu mengatakan hal itu padaku, Aku akan tidur sesuai dengan kehendakku sendiri," balas Zoya, yang entah kenapa selalu merasa kesel tiap kali mendapatkan perhatian
Hari ini Zoya tidak ikut mengantar Austin ke sekolah, sang anak diantar oleh ayahnya dan juga sang Oma.Bibi Mia pun benar-benar meninggalkan apartemen setelah mendapatkan keputusan dari Zoya. Aland dan Oma Emma tidak bisa berbuat apapun. Bagaimanapun juga ini sekarang adalah rumah Zoya, maka dialah yang paling berhak untuk menentukan siapa saja yang boleh tinggal di dalamnya.Sendiri di apartemen tersebut, akhirnya Zoya putuskan untuk menghubungi Ressa melalui sambungan telepon."Apalagi sekarang Zoy? ku perhatikan akhir-akhir ini kamu mengeluh terus? Bukannya Aland itu orang baik?" tanya Ressa, ya sebenarnya selama ini dia selalu mendukung jika Zoya kembali pada suaminya tersebut.Awalnya Ressa juga terkejut tapi kemudian jadi ikut senang saat tau bahwa Aland berasal dari keluarga kaya raya.Apalagi sebelumnya dia pernah bertemu dengan pria itu dan yakin 100 persen bahwa Aland adalah orang baik, ayah yang sangat cocok untuk Austin. Meskipun selama ini Zoya berhubungan dengan Rama,
"Apa? Oma sanggup mengurus apartemen?" tanya Zoya dengan bibir yang tersenyum miring, seolah sedang meremehkan ucapan Oma Emma tersebut."Sekarang saja Oma sudah sakit-sakitan, lalu bagaimana caranya untuk mengurus apartemen?" balas Zoya lagi, sungguh, awalnya dia tidak berniat untuk bicara sekasar ini, awalnya dia hanya iba lalu tak ingin Oma Emma yang mengurus apartemen, jadi Zoya setuju untuk mencari pelayan baru.Tapi entah kenapa tiba-tiba yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan menyakitkan seperti itu.Zoya seperti sedang berperang dengan dirinya sendiri. Antara ingin coba menerima tapi ego masih sulit untuk dikendalikan."Lebih baik cari pelayan baru saja, daripada apartemen ini berakhir jadi semakin berantakan," timpal Zoya kemudian, setelah mengatakan itu dia pilih untuk segera pergi dari sana. Tidak lagi menoleh kepada Aland dan Oma Emma.Zoya tahu, kini Aland menatapnya dengan tatapan tercengang. Seolah tak percaya dia bisa mengucapkan kalimat kasar tersebut."Maafkan Z
"Serius tidak ingin ikut ke kantor bersamaku?" tanya Aland.Kini pagi sudah menyapa, pria berperawakan tinggi dan tegap itu pun tengah bersiap sendiri, menyiapkan baju kerjanya sendiri dan memasang dasi sendiri.Dia tidak berani meminta bantuan pada sang istri, tak ingin Zoya marah, tak ingin pula merepotkan Zoya.Dan ditanya seperti itu, Zoya tidak langsung menjawab. Dia lebih dulu melirik Aland dengan tajam, entah sudah berapa kali Aland mengubah pertanyaan itu. sedangkan dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama, "Tidak!" jawab Zoya dengan kesal."Tidak lama kok, kita bisa pulang sekaligus menjemput Austin," balas Aland lagi. "Keluar dari apartemen dan melihat-lihat suasana di luar mungkin bisa membuat suasana hatimu jadi lebih baik," timpalnya lagi.Huh! Zoya langsung membuang nafasnya dengan kasar. Entah Aland tuli atau memang ingin memaksa. Tapi lama-lama kesabarannya yang setipis tisu pun terpancing juga."Baiklah, aku akan ikut," jawab Zoya dengan suara yang terdengar jelas
Kantor Aland masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Meja di sisi kanan dan sofa yang berjejer rapi untuk menerima tamu yang datang.Zoya diam-diam terus meneliti setiap sudut ruangan tersebut, selain mengenang masa lalu dia juga menemukannya hal yang baru.Entah apa yang sebenarnya Zoya cari, tapi dia terus memindai semuanya."Duduklah, aku akan panggil Erile untuk datang ke sini," titah Aland, dia melepaskan genggamannya pada sang istri, membiarkan Zoya untuk duduk sendiri di salah satu sofa sana. Sementara dia melanjutkan langkah untuk menuju meja kerja, salah satu tangannya pun bergerak untuk merogoh ponsel di saku celana dan menghubungi sang asisten.Tak butuh waktu lama Erile pun tiba di sana dengan beberapa dokumen di tangannya. "Selamat pagi Nyonya," sapa Erile seraya menundukkan kepalanya memberi hormat.Zoya pilih acuh, tidak menanggapi apapun atas sapaan tersebut. Bahkan Zoya enggan menatap asisten Aland itu, dia pilih untuk menatap ke arah lain.Erile yang sangat memahami ny