"Sekarang apa keputusanmu?" tanya Rendra pada istri keduanya Naira. "Mas, pokoknya aku nggak setuju. Kalau kamu tetap mempertahankan Naira, aku akan pergi bersama dengan Keyla. Silahkan, jika kamu ingin bersama dengan Naira dan anak kalian nanti." Naira bingung dengan keadaannya saat ini. Jika Ia tetap mempertahankan pernikahannya dengan Rendra. Maka selamanya dia tidak akan pernah bertemu dengan anak pertamanya Keyla. Anaknya akan dibawa jauh oleh Bianca. Istri pertama suaminya. Tapi jika dia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Maka keadaannya tetap sama, dia akan dijauhkan dengan anaknya oleh suaminya. Pilihan yang sangat sulit membuat Naira tidak tahu harus bagaimana. "Ya Allah, keputusan apa yang harus aku ambil. Aku tidak ingin menyakiti siapapun termasuk istri pertama Mas Rendra. Tapi jika aku memilih bertahan aku tidak akan pernah bisa melihat anakku," batin Naira. "Jangan dengarkan Bianca. Aku berjanji jika kamu mau bertahan dan memberikan aku anak laki-laki. Maka a
Hari sudah malam semua orang kini sudah siap akan menjemput alam mimpinya. Tapi berbeda dengan Rendra yang sama sekali tidak mengantuk. Pikirannya saat ini tertuju pada istri keduanya. Dia belum mendapat kabar jika istrinya sudah pulang atau belum ke apartemennya. Untuk itu ia akan turun ke lantai di mana Naira berada. "Mas, kamu mau ke mana?" tanya Bianca ketika melihat Rendra yang sudah siap pergi ke luar. "Aku mau ke unit apartemen Naira, aku ingin memastikan apakah dia sudah pulang apa belum," balas Rendra dengan jujur. Dia tidak pernah menyembunyikan apapun dari Bianca. "Apa! Mau ke unit apartemen Naira. Aku gak salah denger?" Bianca tidak suka mendengar Rendra akan pergi menemui Naira. Padahal baru satu hari Naira bangun dari koma tapi sudah berhasil membuat dirinya naik darah. "Kamu gak salah denger, memangnya kenapa?" tanya Rendra balik. Menurutnya, apa yang dilakukannya saat ini tidak salah. "Mas, kamu jangan egois seperti ini. Sebelumnya kita sudah membuat kesepakatan,
"Aku harus ke apartemen Bianca." Naira kembali diingatkan tentang statusnya saat ini sebagai madu oleh suaminya dan setelah kejadian kemarin. Dia sudah mengambil keputusan jika dia lebih memilih untuk bercerai dan kembali ke rumah orangtuanya di desa. "Mas, aku ingin memberitahukan soal keputusanku," kata Naira. "Nanti saja. Hari ini aku ada urusan penting," balas Rendra. "Tapi, Mas…" "Jangan lakukan hal seperti yang kemarin. Beruntung kamu tidak sakit sekarang." "Aku tetap ada keputusanku, aku ingin kita berpisah. Aku tidak ingin menyakiti Mbak Bianca." "Aku akan memberikan waktu selama satu minggu. Aku harap kamu berubah pikiran." Naira tersenyum getir dengan ucapan suaminya, alasan apa yang membuat dirinya harus berubah pikiran. Dirinya sudah pasrah dengan keadaannya sekarang. Anak yang ia perjuangkan hidup dan mati. Tidak mengenalinya sebagai ibu kandungnya karena dia koma. Bukan hanya itu, dia juga mengetahui fakta bahwa dia bukanlah istri pertama melainkan istri kedua.
Hari ini, Rendra memutuskan pulang lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Mungkin setelah kejadian di mana dia kembali dari apartemen istri keduanya, entah kenapa Rendra merasakan perasaan yang berbeda. Rasanya ada sesuatu yang membuat dirinya kembali meneguk madu bersama dengan istri keduanya. Namun sepertinya, saat Rendra sampai di apartemen Naira dia tidak menemukan istri keduanya itu. "Di mana Naira? Apakah dia menemui Keyla?" tanya Rendra. "Aku akan bertanya pada Bi Nimah, bukankah aku tadi menyuruhnya untuk datang ke sini. Pasti Bi Nn Nimah tahu di mana dia berada." Rendra kembali meninggalkan apartemen Naira memutuskan untuk pulang ke apartemennya bersama dengan Bianca. "Tuan udah pulang?" tanya Bi Nimah. "Bibi tahu di mana Naira?" Tanya Rendra langsung to the point. Bi Nimah yang langsung mendapat pertanyaan dari Rendra pun bingung. Jika dia mengatakan yang sejujurnya atau tidak perihal Naira yang pulang kampung. "Bibi jawab pertanyaan saya. Apakah Bibi tahu kemana Nair
Naira berjalan ke pemakaman kedua orang tuanya dengan langkah gontai lemas. Di area pemakaman umum itu. Naira mencari nama makam ke dua orang tuanya. Dan setelah menemukannya Naira langsung berjongkok dan mengusap nisan dengan tulisan nama ayah dan ibunya. "Ibu… Bapak…" air mata Naira secara perlahan kembali membasahi pipinya. "Kenapa kalian ninggalin, aku." "Sekarang aku sama siapa? Kalian pergi, anak yang aku lahirkan beberapa tahun yang lalu tidak tahu jika aku adalah ibunya. Anakku dia menganggap orang lain sebagai ibunya. Hatiku rasanya sangat sakit sekali." "Dan suamiku, dia ternyata sudah punya istri sebelum menikah denganku. "Aku bingung harus gimana, bertahan atau menyerah." "Ibu Bapak, andaikan kalian masih hidup. Aku yakin aku bisa kuat menjalani hidup dan berusaha menerima kenyataan ini. Tapi, kenapa kalian pergi. Kini aku tidak punya tempat lagi bersandar, siapa yang akan menjadi penghibur hati ini." Naira menangis tersedu-sedu. Angin mulai berhembus terasa dingin
Naira begitu merindukan Keyla rasanya dia ingin pergi ke Jakarta untuk menemui anak perempuannya itu. Namun, jangankan untuk pergi ke Jakarta. Uang untuk kehidupannya sehari-hari saja Naira tidak cukup. Dia harus mencari pekerjaan serabutan, hidupnya benar-benar susah. Sebenarnya Naira ingin menjual tanah mendiang ibunya untuk di jadikanya modal usaha. Namun semua itu tidak mudah. Menjual tanah bukan seperti menjual makanan yang ditawarkan bisa langsung dibeli dan dapat uang saat itu. "Naira!" panggil Bi Sari. Wanita yang menjodohkan Naira dengan Rendra. "Iya Bi," sahut Naira. Naira yang mau berangkat ke kebun harus terhenti karena berpapasan dengan Bi sari di jalan. "Bibi dengar, katanya kamu sudah cerai ya sama laki-laki kaya itu?" tanya Bi sari dengan raut wajah penasarannya. "Iya, Bi," balas Naira dengan nada tidak yakin. "Udah berapa lama kamu cerai?" tanyanya lagi. Naira yang mendengar pertanyaan Bi Sari seketika perasaannya tiba-tiba saja tidak enak. "Baru, Bi. Memangnya
Naira tertawa hambar dengan jawaban suaminya, gara-gara dia tidak mau menuruti keinginannya untuk tetap menjadi istri keduanya. Rendra menghukum dirinya seberat ini, ibu manapun di dunia ini tidak akan pernah ada yang mau dipisahkan dengan anaknya. Lalu jika seperti ini apakah dia masih bisa dengan pendiriannya, meminta cerai kepada suaminya. Apakah dia rela dibenci seumur hidupnya oleh anak kandungnya sendiri. Berpisah dengan jarak yang jauh saja sudah menyiksa batinnya apalagi jika kenyataan itu terjadi. "Baiklah, aku akan kembali sama kamu. Tapi aku minta, Keyla sama aku," Rendra menyeringai senang mendengar perkataan Naira yang mau kembali dengan dirinya. Entahlah setelah melakukan penyatuan waktu itu. Ada rasa yang tidak bisa dijelaskan. "Kalau begitu ayo kita pulang. Soal kebun orang tua kamu, aku akan memerintahkan seseorang untuk mengelolanya dan penghasilannya akan disetorkan sama kamu." "Tapi, Mas. Kamu harus janji sama aku. Jika kita sudah memiliki anak laki-laki aku in
"Dengarkan aku Bianca, mulai sekarang Naira akan tinggal bersama dengan kita." "Tinggal bersama dengan kita? Kamu jangan bercanda. Kamu pikir aku mau tinggal sama dia?" tunjuk Bianca. "Gak Sudi!" ucap Bianca dengan ekspresi jijik. "Mas, tidak apa-apa. Aku juga tidak ingin tinggal di sini." Naira berusaha melerai perdebatan suaminya dengan istri pertamanya itu. "Tidak!" Rendra menolak keputusan istri keduanya itu. "Naira, kamu duduk di sini dulu. Aku dan Bianca akan bicara." Rendra menarik tangan Bianca dan mengajaknya untuk bicara berdua di kamar mereka. Di dalam kamar, Bianca menghempaskan tangannya dari cekalan Rendra suaminya. "Lepasin aku, Mas!" "Dengarkan aku dulu Bianca, kamu sudah setuju untuk aku menjemput Naira. Lalu sekarang kenapa kamu marah-marah?" "Memang awalnya aku setuju kamu menjemput Naira lagi. Tapi bukan berarti dia juga tinggal bersama aku. Bersama dengan kita, tugasnya itu hanya melahirkan anak laki-laki untukmu. Bukan menjadi istri sesungguhnya buat ka
"Darimana kamu Mas? ? Kenapa semalam gak pulang?" cerca Bianca pada saat Rendra baru pulang. "Dari apartemen Naira." Rendra mengatakan itu dengan tanpa rasa bersalah. "Wow! Gampang banget ya jawaban kamu. Dari apartemen Naira." "Kamu itu punya otak gak sih, Mas. Sudah tahu Naira itu bersalah karena sudah mencoba mencelakai Keyla. Tapi kenapa tetap saja mempertahankan wanita itu hah!" teriak Bianca. "Ini masih pagi. Aku tidak ingin ribut, aku harus cepat-cepat pergi ke kantor." "Tidak, aku ingin kita bicara. Aku mau kita selesaikan masalah kamu sama Naira sekarang juga!" "Sudah aku katakan, pagi ini aku tidak ingin bertengkar. Lain kali kita akan membicarakan soal masalah ini." "Arghhh!" Bianca melempar vas bunga yang ada di meja. Rendra yang melihat itu hanya meliriknya sekilas dan masuk ke dalam kamar mereka lalu mengganti pakaiannya. Hari ini adalah hari terbaik menurut Rendra setelah apa yang terjadi semalam. Untuk itu Rendra tidak ingin merusak harinya dengan berten
Rendra marah ketika mendengar jika orang yang berusaha mencelakai putrinya itu tidak mau buka suara siapa orang yang sudah menyuruhnya mencelakai putrinya. Dan hal yang paling membuatnya marah adalah ternyata tujuan perawat bohongan itu adalah membunuh putrinya. "Sialan! Siapa yang berani bermain-main denganku. Apalagi sampai melibatkan anak kecil yang tidak tau apapun!" Rendra memukul meja kerja yang ada di kantornya. Setelah insiden perawatan bohongan masuk. Keesokan paginya Keyla sudah Kem pulang ke apartemen. Demi menjaga keselamatan Keyla. Rendra memutuskan untuk menjawab beberapa pengawal untuk menjaga keamanan Keyla. Bukan hanya itu saja Rendra juga memasang CCTV semakin banyak di apartemennya, bahkan di setiap sudutnya tidak luput dari pantauan kamera CCTV dan perekam suara jika seandainya memang ada orang dalam yang mencelakai putrinya. Hingga beberapa hari berlalu kasus perencanaan pembunuhan Keyla tidak berhasil dipecahkan. Sore harinya setelah Rendra pulang dari kantor
Bianca melihat ponselnya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan yang belum ia baca dari Rendra. "Pasti Rendra menyuruhku ke rumah sakit untuk menjaga Keyla," dengus Bianca kesal. "Semuanya, gue balik dulu." "Udah sono balik, urus anak lo." "Baru juga mau bersenang-senang ada aja gangguannya." "Itu adalah resiko yang harus ditanggung bagi wanita yang sudah menikah dan memiliki anak." "Hah!" Bianca menghembuskan nafasnya kasar. Jujur saja Bianca mulai lelah dengan keadaan ini, dimana ya dimadu oleh suaminya dan mengharuskan mengasuh anak dari madunya itu. Wanita mana yang tahan dengan posisinya sekarang. Kalau bukan harta warisan yang akan dimilikinya nanti. Bianca ogah mengasuh Keyla dan membiarkan suaminya berlama-lama dengan Naira. "Sebaiknya aku cepat pergi ke rumah sakit kalau tidak ingin mendengar kemarahan Rendra," ucap Bianca dalam hati. Hingga tidak lama kemudian Bianca sudah sampai di rumah sakit dan menemukan wajah suaminya yang sudah dipenuhi oleh emosi.
Naira beberapa kali mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Naira tidak bisa menahan kesedihannya kala mengingat kondisi putrinya saat ini. Rasanya Naira ingin melihat Keyla di rumah sakit. Akan tetapi Rendra tidak memperbolehkan dirinya keluar dari apartemen. "Keyla, maaf kan Mama karena gak bisa jaga Keyla. Keyla harus tau Mama ingin sekali bersama dengan kamu. Tapi Papa tidak mengizinkan Mama keluar," Isak tangis Naira. "Kamu harus kuat, buat anak kamu Keyla. Kamu gak boleh sedih, kamu harus kuat." Naira mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri. "Keyla…." panggil Naira lirih. Di rumah sakit saat ini, Raffi dan Laras tengah menjenguk Keyla. Raffi begitu khawatir dengan keadaan cucunya saat ini. Begitu juga dengan Laras yang saat ini pura-pura menunjukkan raut wajah khawatirnya. "Aduh Keyla cucuku. Kenapa kamu bisa seperti ini? Apakah ini semua ulah pengasuh baru itu. Memang ya orang kampung tidak tahu diri." Maki Laras. "Laras, jangan berkata kasar di depan
Sejak polisi membebaskan Naira. Sikap Rendra berubah menjadi lebih dingin dan tidak peduli pada Naira rasa kecewanya mengalahkan rasa cintanya pada Naira. Keyla adalah anak yang sudah lama dia nantikan, tapi dengan seenaknya. Naira mencoba membunuh anaknya. Rendra tidak terima akan hal itu. "Mas…" Panggil Naira. Ia ingin mencoba menjelaskan pada Rendra bahwa dirinya sama sekali tidak meracuni anaknya. Akan tetapi sangat sulit membuat Rendra percaya. Entah apa yang harus di lakukan Naira. Hingga tidak terasa akhirnya mereka sampai di apartemen mereka. Rendra langsung saja masuk ke dalam apartemen dan berjalan menuju kamar Naira. Tanpa mengatakan apapun, Rendra mengeluarkan seluruh barang-barang milik Naira dengan kasar. "Mas….," panggil Naira. Naira tidak tau kenapa semua barang-barangnya dikeluarkan oleh suaminya itu. "Mulai saat ini, kamu pergi dari apartemen ini!" usir Rendra. "Tapi, Mas. Aku ingin dekat dengan Keyla." Naira menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau keluar dari
Rendra dan Bianca keduanya sudah sampai di rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla yang ternyata sudah sadar. "Bunda, Ayah!" panggil Keyla. Ia membuka tangannya lebar meminta untuk dipeluk. Tentu Renda yang melihat kode itu pun memeluk Keyla dengan erat. Dia begitu bahagia melihat anaknya baik-baik saja dan bisa tersenyum ceria. "Anak Ayah bagaimana kabarnya? Apakah ada yang sakit?" tanya Rendra dengan nada lembut. Tidur lupa ia sesekali mengecup harum rambut anaknya. "Aku baik, Ayah. Tapi Mbak Naira mana? Kenapa gak ada datang untuk jenguk Keyla?" tanya Keyla. Rendra yang mendengar pertanyaan anaknya tentang Naira seketika ia mengetatkan rahangnya. Kenapa Keyla harus bertanya tentang Naira. "Sayang, Mbak Naira lagi sibuk, gak bisa ke sini." "Yah, padahalkan Keyla mau bertemu dengan Mbak Naira. Keyla rindu, Keyla ingin makan merasakannya Mbak Naira." "Stop Keyla, mulai saat ini kamu tidak boleh makan makanan yang di buat oleh Mbak Naira. Kamu paham." "Tapi kenapa Ayah? Bukanka
Mendapat informasi jika Rendra dan polisi akan melakukan penyelidikan ke apartemennya. Bianca tidak mengatakan apapun pada Bi Nimah, dirinya langsung saja pulang ke apartemen untuk menyembunyikan barang bukti yang sudah di simpannya. Bianca tidak akan membiarkan polisi menemukan obat itu. Karena Bianca yakin meskipun dirinya menyembunyikan obat itu di kamar Naira. Tapi polisi bisa menyelidikinya lebih lanjut ketika menemukan sidik jarinya di botol tersebut. "Aku bisa saja menaruh botol racun itu di kamar Naira. Tapi bagaimana juga sidik jari yang ditemukan itu bukan sidik jari Naira melainkan diriku. Maka habislah riwayatku. Jika terlambat ke apartemen dan polisi sudah melakukan penyidikan. Mungkin jalan satu-satunya adalah aku membayar para polisi itu memasukkan semua bukti yang ada." "Non Bianca mau ke mana? Kenapa buru-buru sekali?" tanya Bi Nimah ketika melihat Bianca pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu padanya. "Sebaiknya aku masuk ke dalam dan memberitahu non Keyla kalau I
***Selama di perjalanan menuju rumah sakit, Naira terus saja memohon pada Rendra agar dirinya tidak dilaporkan ke polisi."Mas… Tolong dengarkan aku, tolong jangan masukkan aku ke penjara.""Diam!" bentak Rendra. Saat ini emosinya benar-benar tidak bisa di kendalikan."Mas… aku mohon, aku berjanji, jika kamu tidak melaporkan aku ke polisi dan menjebloskan aku ke penjara. Aku akan melakukan apapun yang kamu minta. Asalkan kamu tidak menjauhkan aku dari Keyla."Rendra yang mendengar jika Naira akan melakukan apapun yang diperintahkannya seketika menghentikan mobilnya di tengah jalan.Lalu menatap istrinya yang berada di sampingnya dengan tatapan tajam."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk menebus semua kesalahan fatal mu itu!" "Mas, harus berapa kali aku katakan. Jika aku tidak meracuni Keyla!" jerit Naira."Tapi kenyataannya saat ini, Keyla berada di rumah sakit.""Mas…" "Aku tidak akan tertipu dengan wajah polosmu itu. Kamu harus merasakan dinginnya di penjara. Atas perbuat
Rendra yang mendengar kabar dari Bianca jika Keyla keracunan makanan setelah makan masakan yang dibuat oleh Naira pun seketika membuatnya marah. Padahal awalnya hari ini akan menghabiskan waktunya bersama dengan Naira. Namun harus ia urungkan karena kejadian ini, ia harus pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla. "Bagaimana keadaan Keyla sekarang?" tanya Rendra setelah sampai di rumah sakit. "Keyla masih di periksa oleh dokter," jawab Bianca dengan ekspresi wajah yang terlihat sedih. Rendra yang mendengar itu beberapa kali menghembuskan nafasnya kasar. Saat ini dirinya begitu khawatir dengan keadaan Keyla. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putri tercintanya. "Bagaimana bisa ini terjadi? Tidak biasanya Keyla sampai keracunan makanan." Rendra tidak bisa langsung menyalahkan Naira atas apa yang terjadi pada Keyla saat ini. Meskipun saat ini ada amarah yang ia simpan. "Ini semua gara-gara Naira, gara-gara Keyla makan masakan Naira Keyla seperti ini." Bianc