Share

Bab 4 : Tawaran

Author: Wii
last update Last Updated: 2023-07-06 21:15:16

Aku berjalan memasuki sebuah kafe, dimana aku dan Pak Cokro sudah membuat janji untuk bertemu. Keningku masih terasa berdenyut karena kejadian semalam. Tapi, aku sudah memeriksakan kondisiku ke rumah sakit, sebelum tiba di kafe. Aku duduk di kursi yang letaknya di sudut dan bisa melihat pemandangan luar melalui dinding yang terbuat dari kaca bening.

Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang dan mungkin sebentar lagi Pak Cokro akan datang.

“Permisi, Mbak. Mau pesan apa?” Seorang pelayan datang menghampiriku sambil menyodorkan menu makanan dan minuman kafe tersebut.

“Saya pesan teh lemon aja, Mas,” ucapku pada pelayan itu.

“Baik. Itu saja, Mbak? Ada tambahan lain?”

“Untuk sementara itu aja, Mas,” jawabku sambil tersenyum.

“Baik. Ditunggu pesanannya ya, Mbak.”

Aku hanya menganggukkan kepala. Pelayan itu pun berlalu dari hadapanku. Dan tak lama setelah itu, orang yang ditunggu tiba. Pak Cokro datang dengan pakaian yang rapi, khas orang kantoran. Aku langsung berdiri untuk menyambutnya dengan sopan.

Kusalami tangannya, dan mempersilahkan Pak Cokro untuk duduk. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. “Bapak mau pesan apa? Biar saya yang pesan.”

“Oh, nggak usah. Bapak tadi udah minum juga di kantor. Kamu aja yang pesan ya,” ujarnya.

“Kebetulan saya udah pesan, Pak.”

“Ya udah, pesan aja apa yang kamu mau. Nanti biar saya yang bayar.” Seperti biasa, dia masih bersikap baik padaku. Tidak pernah berubah sedikitpun. “Oh iya, tumben kamu ngajak saya ketemuan. Ada apa?”

Aku yang semula berani, kini mulai ragu untuk mengatakannya. Haruskah aku melibatkan Pak Cokro dalam masalahku dengan Mas Athar? Tapi, memang hanya dia yang bisa membantuku. Tidak ada yang lain. Mau tidak mau, aku harus mengatakan kelakuan buruk suamiku yang bermain api dengan Lusi.

“Ziva, kalau ada masalah, cerita aja. Saya pasti bakal bantu kamu. Kamu itu udah saya anggap sebagai cucu sendiri. Jadi, jangan pernah sungkan ya.”

Hatiku tersentuh mendengar ucapannya. Dia memang tidak pernah berubah. Aku pun mulai berkata, “Pak, sebenarnya saya lagi ada masalah sama Mas Athar.”

“Ada masalah apa? Dia ngelakuin KDRT?” Tubuh Pak Cokro langsung tegak dengan raut wajah seriusnya. “Bilang sama saya, Ziva. Biar saya hukum suami kamu itu,” lanjutnya.

“Masalahnya lebih dari itu, Pak. Selain KDRT, Mas Athar juga selingkuh sama Lusi. Mertua saya juga sering nyakitin saya, Pak. Ini buktinya.”

Aku menunjukkan luka yang sudah di perban di keningku. Kulihat ekspresi Pak Cokro yang terkejut. “Ini perbuatan dari mertua saya, Pak. Saya juga selalu dijadikan pembantu di rumah saya sendiri. Mereka selalu menjatah makanan saya. Kadang saya nggak makan apa-apa, Pak. Jujur, saya malu cerita kayak gini ke Bapak. Tapi, saya nggak tahu harus minta tolong ke siapa. Cuma Bapak yang bisa bantu saya untuk kasih pelajaran ke mereka,” lanjutku menjelaskan.

“Ya Allah. Kenapa kamu baru cerita sekarang, Ziva? Itu udah keterlaluan. Rumah itu ada karena hasil kerja keras kamu. Athar dan keluarganya itu cuma numpang. Benar-benar keterlaluan si Athar. Dia nggak ingat jasa kamu supaya derajatnya naik di mata karyawan kantor.”

Aku menunduk. Sejujurnya, aku malu menceritakan aib suami dan mertuaku pada Pak Cokro. Tapi, aku memang harus melakukan ini. Suamiku tidak ada niatan untuk memperbaiki semuanya. Jadi, untuk apa lagi aku harus bertahan dengan segala penyiksaan itu? Aku juga butuh bahagia. Hubunganku dengan Mas Athar sudah tak sehat lagi.

“Kamu tenang aja, Ziva. Saya bakal bikin derajat kamu naik lagi. Ini akan jadi pelajaran untuk suami kamu dan keluarganya. Mulai besok, kamu akan jadi CEO di perusahaan saya. Kamu yang bertugas mengurus semua permasalahan di kantor. Kebetulan, CEO yang lama sudah pensiun dan hanya posisi itu yang kosong,” ujar Pak Cokro.

Pernyataan itu tentu saja membuatku terkejut setengah mati. Semudah itukah Pak Cokro memberiku jabatan CEO di perusahaannya? Apakah tidak akan jadi masalah nantinya?

“Tapi, itu terlalu berlebihan, Pak. Saya nggak pantas terima jabatan itu,” ucapku. “Anak cucu Bapak pasti bakal marah kalau tahu soal ini.”

“Hhh! Itu nggak akan terjadi. Anak dan cucu saya itu udah punya kehidupan masing-masing. Mereka nggak mau jadi penerus perusahaan saya. Mereka mau mandiri dan nggak bergantung sama saya. Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Saya bisa aja wariskan perusahaan itu untuk kamu. Toh, anak dan cucu saya bukan orang yang gila harta. Mereka punya passion-nya sendiri.”

Seketika, senyumku melebar. Betapa beruntungnya aku bisa mengenal Pak Cokro. Selain baik, dia juga sangat dermawan dan sederhana. Bahkan anak dan cucunya juga lebih memilih mandiri dan tidak bergantung dengan kekayaan Pak Cokro. Akan tetapi, masih ada sedikit keraguan dan rasa cemas di hatiku. Haruskah kuterima tawaran itu?

Kurasakan kibasan angin di wajahku. Ternyata itu dari tangan Pak Cokro yang berusaha menyadarkanku dari lamunan. Aku sedikit tersentak sambil tersenyum canggung.

“Jadi, gimana? Kamu mau terima tawaran dari saya?”

“Ehm, saya pikir-pikir dulu ya, Pak,” ucapku ragu.

Dia menatapku cukup serius. Aku pun merasa terintimidasi karena tatapannya. Mungkin dia kesal karena aku berkata demikian.

“Jangan terlalu lama mikirnya. Ini kesempatan bagus untuk kasih pelajaran suami kamu. Saya selalu dukung kamu, Ziva. Saya nggak mau kamu terus bertahan di dalam toxic relationship kayak gitu. Kamu harus keluar dari hubungan yang nggak sehat. Jalan kamu masih panjang. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan emas ini,” ucapnya dengan nada sedikit tegas.

“Baik, Pak. Kasih saya waktu sampai nanti malam. Akan saya hubungi Bapak kalau saya udah punya keputusan.” Akhirnya aku berkata demikian agar tidak mengecewakan beliau.

“Oke, saya tunggu,” putusnya.

Related chapters

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 5 : Suami dan Ipar yang Tak Tahu Diri

    Menjelang maghrib, aku baru tiba di rumah karena aku memilih menyendiri di taman untuk waktu yang cukup lama, setelah pertemuanku dengan Pak Cokro tadi. Hal itu pula yang menyebabkan aku pulang terlambat. Aku tahu, suamiku dan keluarganya pasti kesal atas keterlambatanku ini. Bisa dilihat berapa banyak panggilan masuk dan pesan singkat di ponselku.Aku mendecih saat memeriksa ponsel di perjalanan tadi. Tanpa adanya aku di rumah, mereka semua akan kelaparan. Rumah pasti sudah sangat berantakan. Rania dan Ibu mertuaku tidak tahu bersih-bersih sama sekali. Padahal sebelumnya mereka bukan dari keluarga kaya.“ZIVA, DARI MANA AJA KAMU?!”Hhh! Sungguh, teriakan Mas Athar sangat memekakan telinga. Aku mendengus pelan sambil menatapnya dengan datar. Kuperhatikan penampilannya kali ini yang tampak acak-acakan. Tidak terlihat rapi seperti biasanya. Wajahnya juga kelihatan stres dan tertekan. Mungkinkah Pak Cokro sempat menegurnya tadi?“KALAU SUAMI NANYA ITU DIJAWAB!”Aku mendecak kesal. “Aku h

    Last Updated : 2023-07-06
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 6 : Kejutan Dimulai

    “Ziva!”Aku yang sedang merapikan hijab pun langsung memejamkan mata ketika teriakan Ibu mertuaku mulai terdengar. Kuhembuskan napas panjang, lalu bergegas keluar kamar sambil membawa tas yang selalu kugunakan saat bekerja dulu. Pakaianku juga sudah rapi, layaknya seorang CEO.Ketika aku sampai di bawah, semua orang yang ada di meja makan terkejut melihat penampilanku. Mereka melongo sambil mengamati penampilanku dari atas hingga ke bawah, termasuk Mas Athar. Dia bahkan sampai berdiri dan mendekatiku.Kemudian, dia bertanya, “Mau kemana kamu? Kok rapi banget.”“Mau kerja,” jawabku santai.“Apa? Kerja?” Rahma, si Ibu mertua menyebalkan itu tiba-tiba mendekatiku dan mendecih saat menatapku. “Mau kerja apa kamu, hah? Kamu itu cocoknya jadi babu. Nggak usah mimpi deh kerja kantoran. Pakai jas segala lagi,” cibirnya.“Iya bener tuh, Ma. Paling cuma kerja jadi kasir, tapi sengaja pakai pakaian kayak gini. Biar kelihatan keren.” Rania menimpali.Mas Athar langsung menyambar tas yang kupegang

    Last Updated : 2023-07-08
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 7 : Berkuasa

    Aku duduk di kursi kerjaku, setelah lelah berkeliling kantor bersama Pak Cokro. Aku memandangi meja kerja yang sudah terisi peralatan kerja. Mulai dari laptop, sampai beberapa peralatan kerja lainnya. Tak hanya itu saja fasilitas yang kudapat. Di sisi kiri ruangan, ada sebuah toilet khusus agar aku tidak perlu lagi ke toilet bawah untuk buang air. Ruanganku juga terbilang besar dan lebar. Ada beberapa sofa dan meja di sudut kanan untuk menerima tamu yang datang.Selain itu, aku juga diberi kartu akses untuk masuk ke dalam beberapa ruangan penting—yang memang dikhususkan untuk para petinggi perusahaan saja.Aku sungguh menikmati semua ini. Bahkan senyumku tak pudar sedikitpun sejak tadi. Tuhan memang sangat baik padaku. Aku bersyukur karena bisa bangkit kembali setelah hampir lima tahun terkurung bersama orang-orang licik itu.Brak! Pintu terbuka secara tiba-tiba. Aku sedikit terkejut, namun masih bisa mengendalikan diri. Apalagi yang masuk ke dalam ruanganku adalah Mas Athar. Senyum s

    Last Updated : 2023-07-11
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 8 : Iri?

    Pukul 12.00 siang aku makan di kantin bersama Pak Cokro dan Pak Andi. Kami bertiga sedang membahas masalah pengiriman barang tekstil ke konsumen. Beberapa waktu yang lalu, pengiriman barang sengaja ditunda oleh Pak Cokro karena adanya kecurangan. Belakangan diketahui, pendapatan perusahaan mendadak turun, dan Pak Cokro menduga, pihak konsumen yang melakukan kecurangan. Namun, aku memberi saran padanya agar tidak menuduh satu pihak saja.Pak Cokro sempat kesal saat aku berkata demikian. Dia mengira aku menuduh orang dalam perusahaan ikut terlibat. Tapi, aku langsung menegaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi. Dalam dunia bisnis, sudah pasti ada yang jujur, ada juga yang licik. Tidak menutup kemungkinan, ada orang dalam yang melakukan kecurangan itu.“Pihak-pihak terkait di perusahaan ini harus diperiksa, Pak. Kita jangan menyalahkan satu pihak. Mungkin aja pihak konsumen udah kasih pembayaran yang jelas dan tepat. Selama saya menjabat sebagai manajer keuangan, masalah kayak gini nggak

    Last Updated : 2023-07-11
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 9 : Kekerasan

    Menjelang Maghrib, aku dikejutkan oleh kehadiran Mas Athar di dalam kamar. Dia sengaja membuka pintu dengan kasar. Aku menatapnya dengan tajam. Kudekati dia tanpa rasa takut sedikitpun.Namun, baru saja aku berhenti tepat di depannya, satu tamparan keras mendarat di pipiku. Sial! Aku tidak bisa menghindari tamparannya. Alhasil, pipiku memerah dan terasa perih.“Dasar istri nggak tahu diri kamu!” teriaknya. “Sementang kamu jadi CEO di perusahaan Pak Cokro, terus kamu bisa seenaknya aja sama aku! Kamu sengaja mau bikin malu aku, hah?!”“Iya. Aku emang sengaja mau bikin kamu malu. Terus, mau kamu apa, hah?!” Aku membalas perkataannya dengan lantang. Aku sudah tidak takut lagi pada suami yang tidak pernah menghargaiku. “Itu masih belum parah, Mas. Aku bisa aja bikin kamu lebih malu lagi,” lanjutku.Kulihat tangannya terkepal di samping kanan dan kiri. Dia menatapku dengan garang. Wajahnya merah padam karena amarah. Akan tetapi, itu tak membuatku takut. Justru aku membalas tatapannya dan b

    Last Updated : 2023-07-21
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 10 : Memohon

    Tiga hari telah berlalu. Aku mulai disibukkan dengan pekerjaanku. Sedangkan Mas Athar sudah di proses oleh pihak kepolisian. Lalu mertuaku? Dia terus menangis dan memohon agar aku membebaskan Mas Athar dari tuntutan. Jelas saja aku menunda pencabutan tuntutan. Hal itu sengaja kulakukan untuk memberi efek jera pada suami kurang ajar seperti Mas Athar.Sudah diberi jabatan yang layak, malah merendahkanku, menduakanku, dan sekarang dia juga sudah berani melakukan kekerasan padaku. Inilah akibat yang harus dia tanggung.“Ziva, tolong cabut laporan kamu. Mama mohon.”Aku menatap ibu mertuaku dengan sinis. “Maaf, Ma. Laporan nggak bisa aku cabut. Silahkan nikmati aja prosesnya. Toh ini juga kesalahan dari anak Mama sendiri.”“Ziva, jangan egois. Dia suamimu. Nggak pantas kamu laporkan dia. Dia ngelakuin itu juga ada sebabnya. Pasti kamu yang cari masalah duluan.”“Siapa yang egois?” tanyaku sinis.“Ya kamulah!”Aku tertawa sambil tetap menatapnya sinis. Masih pagi, tapi aku sudah mendengark

    Last Updated : 2023-07-26
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 11 : Telepon Jebakan

    Athar POV“Mas, kok bisa sih kamu cekik dia? Kan jadi berabe urusannya. Gara-gara belain kamu, aku jadi dapat SP2. Kesel banget aku.”Lusi datang ke kantor polisi untuk menjengukku. Tapi, bukannya menghibur, dia justru membawa kabar buruk. Hal itu jelas membuatku semakin stres. Kekesalanku semakin bertambah sekarang.Brak! Aku menggebrak meja dan menatap Lusi dengan kesal. “Kamu tuh ya, datang ke sini bukannya kasih solusi malah ngasih kabar buruk! Harusnya kamu mikirin gimana caranya aku keluar dari penjara! Bukan ngadu soal SP2 kamu itu!”“Loh, kok kamu jadi marah sama aku, Mas?! Yang salah itu istri kamu! Masa aku lagi yang mikirin solusinya!”“Ah, kamu tuh emang cuma mau enaknya aja! Nggak pernah bisa kasih solusi!” gerutuku kesal. Dia memang tidak pernah bisa diandalkan dalam situasi genting.“Eh, Mas! Kamu tuh harusnya bilang makasih ke aku karena aku udah belain kamu di depan Ziva! Gara-gara belain kamu, aku jadi kena SP2!” balasnya tidak terima.“Aku nggak butuh pembelaan kamu

    Last Updated : 2023-07-27
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 12 : Titik Terang

    Baru saja aku tiba di anak tangga terakhir, aku dikejutkan dengan penampakan Mas Athar. Wajahnya kusut dan rambutnya berantakan. Tatapan matanya terlihat tajam dan merah. Seperti orang yang sedang marah.Aku membalas tatapannya. Tak ada rasa takut lagi dalam diriku ketika melihat Mas Athar. Aku bersedekah lalu bertanya, “Kamu kok bisa di sini? Harusnya kamu belum bebas.”Dia menyeringai. Kemudian dia menjawab, “Kamu pikir, mudah penjarain aku? Aku punya channel dimana-mana. Mereka bisa bantu aku. Jadi, jangan berbangga diri dulu kamu, Ziva. Penyiksaan aku bakal terus berlanjut setelah ini. Kamu nggak akan pernah bisa berada di atasku. Kamu harus tetap di bawahku.”“Oh, itu nggak akan bisa lagi, Mas. Aku bukan Ziva yang dulu. Ziva yang sekarang jauh lebih pintar dibanding kamu,” ucapku dengan santai.“Jangan sombong kamu!”Daguku terangkat ke atas sambil berkata, “Aku sombong karena ulah kamu, Mas. Dulu, kamu yang sombong setelah ambil alih posisiku di perusahaan. Sekarang, aku ada di

    Last Updated : 2023-08-01

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 22 : Salah satunya ... aku

    Sore ini, Ziva tampak berjalan-jalan di sekitar taman, sendirian. Dia menikmati suasana sekitar hotel yang ramai pengunjung. Beberapa anak kecil tampak berlari kesana kemari di taman itu. Ziva hanya bisa tersenyum melihat raut wajah bahagia mereka.Ziva duduk di salah satu kursi berwarna putih sambil menatap anak-anak kecil yang berlarian itu. Dia kembali teringat dengan pernikahannya dulu. Andai saja dia memiliki seorang anak, mungkin Athar akan berpikir ulang untuk menyakitinya. Namun apalah daya, takdir yang mengatur kehidupannya.“Ziva.”Ziva menoleh ke kiri untuk melihat seseorang yang menyapanya. Seketika bola matanya memutar dan dia memutuskan untuk membuang muka ke arah lain.“Kok kamu sendirian aja sih? Harusnya ajak aku,” ujar Nathan dengan nada santainya.“Ngapain juga aku ngajak kamu? Lebih enak jalan-jalan sendirian daripada sama kamu,” jawab Ziva tanpa menatap Nathan. “Mending kamu nongkrong di tempat lain deh. Jangan di sini.”“Loh, emangnya kenapa? Ini kan tempat umum.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 21 : Diincar anak tunggal kaya raya

    “Gila. Ini gila.”Ziva berjalan kesana kemari di dalam kamar hotelnya. Ia meremas rambutnya sendiri sambil terus mondar mandir. Kepalanya mendadak pusing setelah semalaman memikirkan ucapan Nathan kemarin.Pria itu mengungkap perasaannya untuk Ziva dan jelas sangat mengganggu pikiran Ziva. Ia tidak menyangka Nathan akan mengungkapkan perasaannya begitu cepat. Padahal mereka baru saja bertemu.“Nggak. Ini nggak mungkin. Nggak mungkin cowok kaya raya seperti Nathan bisa suka sama aku. Nggak, itu nggak mungkin.” Ziva menghentikan langkahnya dan duduk di atas kasur. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang sambil menghela napas panjang, “Apa mungkin itu cuma halusinasi aku aja ya? Sumpah, ini berasa mimpi di siang bolong.”Beep!Beberapa saat kemudian, ponselnya berdering. Ia segera mengambil ponsel itu dan melihat nama si pemanggil. Ternyata itu Pak Cokro. Ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya pada kakek tersebut.“Assalamualaikum, Pak.”‘Waalaikumsalam. Gimana kabar kamu, Ziva? Seh

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 20 : Kamu

    Tiga bulan berlalu, kini Ziva sedang berada di Bali untuk berlibur. Ia mendapatkan reward dari Pak Cokro atas kerja kerasnya membantu perusahaan. Ziva merasa senang karena bisa merasakan liburan lagi, setelah berpisah dengan Athar. Dulu, saat masih bersama Athar, Ziva tidak pernah liburan. Ia selalu ditinggalkan sendiri di rumah ketika Athar dan keluarganya pergi berlibur.Ziva menghela napas lega saat duduk di tepi pantai. Ia bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan saat ini. Akhirnya ia bisa menjadi Ziva yang tegas dan berani. Terkadang, Ziva merasa malu jika mengingat betapa bodohnya dirinya saat masih berstatus istri Athar. Ia merendahkan dirinya demi mempertahankan pernikahan itu. Tapi untunglah Ziva cepat tersadar dan kembali bangkit. Jika tidak, selamanya ia akan ditindas.“Hai.”Ziva menoleh ke samping kanan ketika seseorang menyapanya. Ia mengernyit karena tidak mengenal pria tersebut. Pria itu duduk di dekatnya sambil tersenyum.“Sorry kalau kedatangan gue bikin lo nggak nyam

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 19 : Meminta Bantuan

    Rahma mendatangi penjara lain, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Ziva. Ia ingin menemui Rania dan melihat kondisi putrinya. Sudah dua hari ia tidak melihat Rania. Ia mengira, Rania sengaja meninggalkannya sendirian. Tapi ternyata, putrinya justru menjadi tersangka dan mendekam di penjara. Kini nasib kedua anaknya sama-sama berstatus narapidana.Sesampainya di lokasi tersebut, Rahma bertemu dengan salah satu petugas dan meminta izin untuk menjenguk Rania. Petugas mengizinkan dan memberikan waktu pada Rahma untuk berbicara pada putrinya.Mereka berdua duduk berhadapan. Rania sudah memakai baju tahanan dengan tangan diborgol. Di sudut lain, ada salah satu petugas yang berjaga agar Rania tidak kabur. Sementara Rahma hanya bisa menangis setelah melihat Rania.“Ma, syukurlah Mama datang. Tolong bebasin aku, Ma. Aku nggak mau ada di sini. Mama harus cari cara supaya aku bisa bebas,” ucap Rania.“Mama bisa apa, Ran? Kamu tahu kan, kita ini nggak punya uang untuk sewa pengacara. Lagipul

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 18 : Menjadi Gembel

    Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu dari luar membuat Rahma terbangun dari tidurnya. Ia sedang menahan lapar selama dua hari karena menunggu Rania. Namun anak itu justru tidak pulang ke rumah. Rahma benar-benar lemas sekali dan tidak sanggup berjalan ke depan. Wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya gemetar.Tok! Tok! Tok!Pintu kembali diketuk karena tidak ada yang membukakan. Dengan sangat terpaksa, Rahma berusaha bangkit dan mencoba berjalan menuju pintu. Ia berjalan pelan sambil memegang tembok di sekitarnya. Berusaha untuk bertahan meski kepalanya terasa sakit.“Rahma!”Teriakan dari luar semakin membuat Rahma mempercepat langkahnya. Sesekali ia meringis ketika kepalanya berdenyut. Sesampainya di depan pintu, ia segera membukanya dan terkejut melihat siapa yang datang. Ternyata si pemilik kontrakan. Sudah jelas maksud dan tujuannya datang ke rumah itu untuk menagih uang kontrakan.“Mana uang kontrakannya?! Saya udah nunggu dari kemarin, tapi anak kamu sama sekali nggak datang!” teria

  • Istri yang Tak Dihargai   Bag 17 : Harga yang Harus Dibayar

    POV Author“Rania!”Rahma berteriak ketika dirinya baru saja tiba di rumah sewa yang bisa dianggap seperti kos-kosan. Ia datang dengan raut wajah marah sambil menatap Rania dengan tajam.Rania yang saat ini tengah sibuk bergelut dengan ponselnya hanya menggumam, seakan tidak peduli dengan kedatangan ibunya.“Ran, kita udah nggak punya beras! Kita mau makan apa nih kalau kamu pun nggak mau kerja!” teriak Rahma.“Aduh, Ma. Aku tuh malas kerja. Kenapa nggak Mama aja yang kerja?” Rania berbicara tanpa menoleh.Ucapan Rania jelas membuat Rahma semakin marah. Setega itu anak kandungnya menyuruhnya untuk bekerja. Padahal usia Rahma juga sudah tua dan fisiknya sudah melemah. Mustahil baginya untuk bekerja.Seketika Rahma menyambar ponsel Rania, hingga membuat Rania menatapnya tajam. Namun, Rahma tidak peduli. Memang itulah tujuannya.“Mama apa-apaan sih! Balikin hp aku!” teriak Rania.“Nggak bakal Mama balikin. Hp ini Mama sita, sampai kamu dapat kerjaan. Kita ini udah jatuh miskin, Ran. Jadi

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 16 : Diteror

    Aku baru saja sampai di rumah pukul 18.00 sore. Namun tiba-tiba, seseorang melemparkan sebuah batu dan hampir mengenai kepalaku. Aku menoleh ke arah belakang, tapi orang yang melempar batu itu langsung berlari. Aku mencoba mengejarnya, namun dia sudah menghilang lebih cepat dari dugaanku.Kesal sekali rasanya. Baru saja pulang kerja, masih merasa lelah, sampai di rumah mendapatkan kejutan seperti ini. Entah siapa orang iseng itu. Kalau aku tahu siapa orangnya, mungkin sudah kuseret keliling komplek.Aku mengambil batu itu dan membuangnya. Kemudian aku masuk ke rumah untuk membersihkan diri.Ting!Satu notifikasi masuk ke ponselku. Aku yang hendak masuk ke kamar mandi pun terpaksa memeriksa ponselku. Barangkali itu pesan dari Pak Cokro.Namun, setelah kubaca, ternyata pesan itu dari nomor asing. Pesan itu berisi ancaman yang ditujukan untukku.[Dasar cewek nggak tahu diri! Lihat aja, kamu nggak akan pernah hidup tenang! Aku bakal balas dendam sama kamu! Hati-hati!]Kuhela napas panjang

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 15 : Urusan Kita Sudah Selesai

    Satu minggu telah berlalu, sejak penangkapan Mas Athar dan Lusi. Kini, kehidupanku jauh lebih tenang dari sebelumnya. Para benalu yang sempat menetap di rumahku, kini sudah pergi dan tak akan pernah bisa kembali lagi. Meskipun keluarganya Mas Athar masih terus mendatangiku sambil memohon untuk membebaskan Mas Athar dan memberikan mereka tempat tinggal. Sayang sekali, permohonan itu jelas ku tolak karena aku tak ingin lagi berurusan dengan mereka. Sudah cukup mereka membuatku menderita. Kini, biar mereka tanggung sendiri akibatnya.“Ziva, bagaimana proses perceraianmu dengan Athar? Udah diurus?” tanya Pak Cokro padaku, saat kami sedang makan siang bersama di kantin perusahaan.Akupun dengan cepat mengangguk. “Udah, Pak. Semuanya udah diurus. Tinggal tunggu prosesnya aja. Semoga aja bisa cepat selesai.”“Amin. Saya berharap, urusanmu sama Athar bisa selesai secepatnya. Kamu berhak bebas dari manusia nggak tahu diri kayak dia. Kamu pantas dapatkan yang lebih baik lagi,” ujarnya.Aku ters

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 14 : Penangkapan

    “Geledah semuanya!”Pak Cokro langsung memerintah anggotanya untuk menggeledah seluruh ruangan Mas Athar. Aku dan Zahya menyaksikan penggeledahan itu. Sedangkan Mas Athar masih belum tiba di kantor, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi.Tadi, sebelum aku berangkat bekerja, dia sudah siap-siap untuk berangkat. Akan tetapi, dia bilang ingin singgah sebentar ke rumah temannya. Aku tidak terlalu menggubris ucapannya. Jika memang dia berniat kabur karena sudah mendapatkan info penggeledahan ini, itu tidak jadi masalah bagiku. Anggota Pak Cokro ada dimana-mana. Mereka bisa dengan mudah melacak keberadaan Mas Athar.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya anggota Pak Cokro berhasil menemukan nota pembelian palsu yang dibuat oleh Mas Athar dan Lusi. Mereka memberikannya pada Pak Cokro.“Sialan mereka! Ternyata udah lama mereka berbuat curang kayak gini! Kecolongan saya!” geram Pak Cokro.“Memangnya, selama ini nggak ada pengecekan, Pak?” tanyaku.“Nggak ada, Ziva. Saya selalu mem

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status