“Apa masih sakit?” tanya pria itu lembut setelah meniup pelan luka di wajah sang istri. Wajahnya tampak khawatir.“Tidak.”“Jangan berbohong.”“... sedikit,” jawab Valency, menyerah. Kemudian, sudut bibir Valency melengkung. “Tapi, aku baik-baik saja. Tenanglah.” Wanita itu menyentuh kerutan yang ada di dahi Jayden. “Ini bukan salahmu, jangan merasa bersalah.”Mendengar ucapan tersebut, Jayden memandang Valency dengan wajah tak berdaya. Pria itu menundukkan kepalanya dan berucap, “Kamu mungkin berucap begitu, tapi kenyataannya … andai sedari awal aku tidak menutupi kenyataan ini, mungkin kamu tidak akan pernah terlibat dan tersakiti.”Valency memasang senyum kecil, lalu menggenggam tangan sang suami. “Menyesali pilihanmu sendiri, ini bukan Jayden yang kukenal,” ucap wanita itu. “Ke mana Jayden yang percaya diri dan penuh perhitungan itu pergi?” tanyanya.Pertanyaan Valency membuat Jayden mengangkat pandangannya dan menatap sang istri. Dia pun mendengus setengah tertawa. “Sudah sejauh
Kediaman Utama Spencer.“Albert!” Teriakan nyaring Rosa yang baru saja tiba, menarik atensi semua orang yang sedang menyantap hidangan malam di meja makan. Albert, yang namanya disebut, sontak menoleh ke arah ruangan utama. Di sebelahnya, Cleo dan Alexander saling tatap, sementara Angela mendengus dengan wajah malas. Terbesit satu pertanyaan dalam pikiran semua penghuni di meja makan, keributan apa lagi yang akan Rosa ciptakan malam ini? Sambil menyendok isi piringnya, Angela bergumam, “Apakah sudah tidak ada lagi kedamaian di rumah ini?” “Angela …,” tegur Cleo sambil menatap cucunya tersebut.Angela hanya mengangkat bahu, lalu menyantap kembali hidangan di piringnya. Sementara Alexander tampak memberi isyarat kepada Albert untuk menemui istrinya itu. Tak ingin sampai Rosa membuat keributan di meja makan, Albert pun menyudahi makan malamnya dan berniat menghampiri sang istri. Pria itu menghela napas, kemudian beranjak dari duduknya. Sampai di ruang utama, kening Albert mengerny
Rosa tercengang mendengar ucapan mertuanya. Dia mengambil langkah mundur dan menggelengkan kepala.“Tidak … tidak mungkin.”Pecahan demi pecahan ingatan perihal sikap buruknya terhadap sang putra membuat Rosa mencengkeram kepalanya sendiri.Melihat hal itu, Alexander pun lanjut berkata, “Setelah menanggung semua kerusakan terhadap reputasinya demi melindungimu, tidak mungkin aku tega membongkar semuanya sendiri, itu sama saja dengan mengkhianati tekad Jayden.” Pria lanjut usia itu mendengus kasar. “Andai kamu tahu betapa geramnya diriku tiap kali melihatmu bersikap semena-mena kepada cucuku itu!”Selama ini Alexander selalu menahan diri demi janjinya kepada Jayden. Dia selalu menelan semua amarahnya atas setiap perbuatan buruk Rosa kepada sang cucu. Namun, sekarang … akhirnya semuanya bisa Alexander lampiaskan! Melihat diamnya Rosa, Alexander pun tersenyum sinis dan kembali berujar, “Sekarang, karena Jayden telah membongkarnya, aku bersyukur. Akhirnya Jayden bisa berhenti memanjakan
“Ayah ingin mengadakan konferensi pers?”Jayden yang sedang berada di kantor mendongak dari dokumennya saat mendengar kabar yang dibawakan oleh Jacob. “Tuan … tidak terlihat kaget,” ucap Jacob saat melihat ekspresi tenang atasannya.Kepala Jayden kembali tertunduk dan lanjut menuliskan sesuatu di dokumen yang berada di hadapan. “Setelah membongkar kenyataan perihal latar belakang Felix, tentu saja dia akan mengambil langkah ini,” ucapnya. “Ini adalah hal yang sudah kuduga.”Jacob, yang tidak mengerti mengenai apa yang atasannya bicarakan, hanya terdiam. Dia sama sekali tidak tahu menahu mengenai pertengkaran Rosa dan Jayden, juga rahasia di balik latar belakang Felix sebagai anak hasil perselingkuhan Albert.Tiba-tiba, Jayden terdengar bertanya, “Kapan konferensi akan diadakan?”“Dalam lima menit, Tuan.” Jacob menjawab dan mengeluarkan ponselnya. Dia mengoperasikan benda pipih itu sesaat sebelum kemudian meletakkannya di hadapan Jayden.Tampak layar ponsel menunjukkan sosok Albert ya
“Lihat di sana! Itu Valency Lambert!” “Benar, itu dia!”Melihat sosok Valency yang muncul dan melangkah menuju panggung konferensi, keributan pun tercipta di antara para reporter. Perhatian mereka yang tadi terpaku pada Albert, sekarang beralih terhadap kedatangan wanita tersebut.Dengan senyum tipis dan tenang terpatri di wajahnya, Valency menaikkan panggung konferensi dan menghampiri Albert. Salah seorang pengacara di meja tersebut langsung mempersilakan wanita itu untuk duduk, bisa menduga kalau dia hadir untuk menjadi bagian dari konferensi tersebut.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Albert dengan wajah bingung. Valency melirik Albert sekilas, tapi belum menjawab. Dia meraih microphone di atas meja, lalu tersenyum ke arah kamera. “Aku yakin kalian bertanya-tanya apa tujuanku datang ke sini. Persilakan aku untuk meluruskan bahwa niatanku bukanlah untuk membela Tuan Spencer.” Ucapan Valency mengejutkan semua orang, ada juga yang meremehkan pernyataannya. Hal itu membuat Valency me
Popularitas dan eksistensi keluarga Spencer membuat mereka tak lepas dari sorotan publik. Buktinya, konferensi pers yang diadakan oleh Albert tak hanya tayang secara langsung di televisi, bahkan sampai ditayangkan secara live streaming di akun-akun youtube infotainment. “Mulia? Heh.” Suara Felix kembali mengudara ketika melihat komentar pada layar ponsel genggamnya. Dia mulai mendapatkan keberaniannya kembali saat ini. “Aku masih tidak habis pikir kenapa kalian begitu mengagungkan wanita itu,” cetus Felix, jemari tangannya begitu lincah menggeser layar ponsel. “Semulia apa pun dirinya, mengakui hal memalukan seperti itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri! Dasar wanita kampungan tidak punya otak.” Mendengar hal tersebut, Eric justru mendengus diiringi tatapan sinis yang menghunus. “Tiba-tiba aku menyesal menjadikan pria bodoh sepertimu partner bekerja sama.” “Setiap kali aku berkata buruk tentang Lency, kau selalu saja marah.” Felix mengernyit bingung. “Dia sudah bertindak
Tak hanya para wartawan, orang-orang yang duduk di kursi penonton pun menyuarakan keterkagetannya. Mereka saling berbisik, tidak menyangka gadis yang selama ini sering dipandang sebelah mata itu memiliki latar belakang yang tidak biasa.“Mengejutkan! Victoria Lambert adalah Victoria Jones?!” “Jadi, selain istri Jayden Spencer, dia juga keturunan keluarga Jones, pengusaha desain yang ternama dari Utopia?” “Felix Smith pasti menyesali keputusannya membuang Valency demi Cecilia. Keluarga Owen hanyalah batu kerikil dibandingkan Jones.” Valency mendengus. Tatapannya datar menatap para penonton serta wartawan yang berada satu atmosfer dengannya saat ini. Begitulah netizen. Beberapa saat lalu, dirinya dimaki dan dihina karena memiliki tujuan lain ketika menikah dengan Jayden dan dianggap tidak setara. Lalu, sekarang? Tidak sampai satu jam, ucapan negatif itu tiba-tiba tertelan dan berganti menjadi pujian karena latar belakang ibunya yang tidak biasa.Sementara itu di kediaman Spencer, Ang
Valency duduk dengan gelisah di salah satu ruang dalam gedung tempat konferensi diadakan. Sambil memangku dagu, dia melirik arloji di tangan. Beberapa kali dia mendongak, menatap ke arah pintu keluar dimana suara bising para wartawan masih ramai terdengar.Valency menghela napas. Saat ini, dia sedang menunggu keadaan di luar konferensi tenang sebelum bisa pulang. Sudah setengah jam berlalu, tapi keadaan di luar masih sangat ramai. Padahal, sudah ada pengecoh yang berpura-pura sebagai Valency dan Albert yang berusaha mengalihkan perhatian para reporter agar mengira mereka berdua sudah pergi dari tempat tersebut.‘Sampai kapan aku harus di sini …,’ pikir Valency sembari menggulir layar ponselnya dengan wajah bosan.Albert yang duduk tak jauh dari Valency ikut merasakan kegelisahan wanita itu. Albert pun mengalihkan pandangan ke arah Valency, menatap sang menantu yang kini pun menatap ke arahnya“Kenapa kamu melakukan semua itu?” tanyanya. Albert menghela napas sejenak, sebelum akhirnya
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg