BAB 67 – APA BENAR MIRIP?Bola mata Cindy melebar diiringi mulutnya yang terbuka. Apapun akan Cindy lakukan untuk mendapatkan kontrak itu.Semangat Cindy menggebu-gebu untuk menandatangi kontrak kerja tersebut. Sampai dia ingin segera menandatanginya saat itu juga. “Siapa yang bisa menolak kontrak sebesar ini, Pak? Saya pasti setuju. Mana bolpoinnya? Saya akan tanda tangan sekarang juga.” Cindy meminta bolpoin pada manajernya dan mencari kolom untuk dia tanda tangani.Manager itu meraba saku kemejanya, ada sebuah bolpoin yang selalu dia bawa. Kegunaannya, ya seperti ini, tanda tangan kontrak. Namun, dia tak langsung memberikan bolpoin yang dia punya. Ada yang harus Cindy lakukan sebelum kontrak itu ditandatangani. “Kamu mau langsung tanda tangan? Baca dulu kontraknya dengan teliti. Kamu pelajari semuanya. Kalau kamu setuju, baru kamu tanda tangan,” usul manajer yang sudah pengalaman menangani proses penandatanganan sebuah kontrak kerja seperti ini.Cindy mengangguk dan dia pun membac
BAB 68 – MENYEMBUNYIKAN KEHAMILAN?Kondisi Miya sudah membaik pagi ini. Kabar baiknya, Dokter yang tadi melakukan visit sudah mengijinkan Miya untuk pulang dari rumah sakit.Mila mulai membereskan barang-barang Miya, memasukkan kembali ke dalam tas. Saat sedang asyik melakukan pekerjaannya, notifikasi ponselnya berdenting.[Mila, maaf aku nggak bisa jemput Miya hari ini, ada meeting di kantor, tolong sampaikan maafku padanya ya? Kalian pulanglah dengan hati-hati.]Mila membaca pesan yang ternyata berasal dari Zelo tersebut. Lantas beralih menatap ke arah Miya."Mbak, Mas Zelo bilang, dia nggak bisa jemput Mbak Miya karena sedang ada meeting di kantornya," ucap Mila menjelaskan.Miya mengangguk dengan lemah, memaksakan sebuah senyum kecil. "Iya, nggak apa-apa," jawabnya.Namun entah mengapa, Miya merasa bahwa dia sedikit sedih dan kecewa karena Zelo tidak ada. Meski begitu, Miya tak ingin menunjukkan kesedihannya pada siapapun, terutama Mila.Setelah selesai dan semua beres, Mila seger
BAB 69 – Mila mendadak deg-degan, saat Elang mengatakan ingin bicara sesuatu. "Miya, Mas sebenarnya mau bilang kalau--"Elang mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. "Mas dapat tiket menginap gratis di villa dua hari! Kamu mau ya, temenin Mas? Kita juga bisa melepas rindu di sana," lanjut Elang sembari mengedipkan matanya dengan genit.Miya terkekeh, dia pikir apa yang ingin dikatakan Elang sampai wajahnya terlihat begitu serius. "Ya, ampun, Mas. Aku pikir kamu mau ngomong apa, ngagetin aja, bikin deg-degan, tau nggak?!" balas Miya masih terkekeh.Elang lantas merengkuh tubuh Miya dalam pelukannya. "Maaf, Mas cuma mau kasih surprise aja ke kamu," kata Elang.Miya mendongak masih dalam pelukan Elang. "Tapi bener 'kan itu tiket gratis?! Mas nggak bohong 'kan? Aku nggak mau ya, kalau ternyata itu Mas booking sendiri buat kita. Sayang uangnya, Mas, pasti mahal!"Elang menggeleng. "Enggak kok, ini beneran gratis dari bos aku! Aku aja sempat bingung, Dek. Tadi pas bos manggil, aku sem
BAB 70 – AKHIRNYA ELANG TAHU"A-apa kamu bilang, Dek?" Elang membeku di tempatnya."Aku hamil, Mas. Aku hamil anak kamu, anak kita berdua," jelas Miya dengan senyum gugup.Elang merasa seolah gravitasi yang mengitarinya berhenti sejenak. Semua hasrat dalam dirinya yang tadi bergejolak menguap begitu saja, digantikan keterkejutan yang tak main-main.Tidak, tidak! Miya pasti sedang bercanda. Ya, istrinya itu pasti sedang bermain-main sekarang. Benar begitu, 'kan? Ingin rasanya Elang mempercayai pemikirannya itu.Namun kenyataan tak berbohong, perut Miya yang tampak membuncit itu menjadi bukti bahwa ucapan Miya memang benar adanya. Jika melihat ukuran perut Miya jauh lebih besar dari perut Cindy, bisa diartikan bahwa usia kandungan Miya pasti lebih besar dibanding Cindy.Senyum gugup yang tersungging di wajah Miya mendadak berganti dengan wajah bingung dan kecewa, saat tak mendapatkan respon seperti yang dia harapkan datang dari Elang.Miya turun dari ranjang, sedikit membenarkan pakaian
Bab 71 – MALAM BERSAMAMasih dalam posisi yang sama, Elang terus berbicara dengan calon buah hatinya. Miya tersenyum mendengar semua perkataan Elang yang begitu tulus. Tangan Miya yang mungil mengusap-usapnya lembut rambut kepala Elang."Papa sayang sekali sama kalian," ucap Elang lagi sambil mengecup perut Miya.Elang mengangkat kepalanya. "Papa juga sayang sekali sama Mama," ujar Elang sambil menghujani pipi Miya dengan kecupan-kecupan gemas, membuat Miya terkikis geli.Elang membawa tubuh Miya rebahan berdampingan, setengah memeluk tubuh istrinya itu dengan sayang."Anak-anak kita cewek apa cowok ya?" gumam Elang menerawang membayangkan."Mas maunya apa?" Miya melirik ke arah Elang yang merengkuhnya posesif."Apa aja, mau cowok atau cewek aku nggak masalah, yang penting sehat." Elang mengecup puncak kepala Miya."Aku nggak sabar mau ajak mereka jalan-jalan, pakai stroler keliling taman." Lagi-lagi Elang menerawang membayangkan masa depan.Miya mengernyit dengan bibir mengerucut luc
BAB 72 – PENYESALAN CINDY."Wahh! I-ini nggak salah, Mas?" tanya Miya di sela-sela keterkejutannya saat mereka sampai di tempat makan malam romantis mereka.Elang tak menjawab, sibuk dengan rasa terkejutnya sendiri. Matanya membola tak menyangka ini yang dia dapatkan dari paket makan malam romantis.Baiklah, definisi romantis yang sesungguhnya. Tempat ini sepertinya dipesan privat, berada di outdoor dengan view laut dan langit malam. Dengan hiasan lilin yang indah sebagai penerang di sekeliling meja dengan dibentuk hati.Miya dan Elang duduk di meja tersebut dengan perasaan kagum yang masih tersirat jelas."Pak Gunawan beneran niat banget ya, Mas, nyiapin semua ini. Seperti hadiah untuk pengantin baru saja," celetuk Miya masih dengan decak kekaguman.Mendengar itu, mendadak Elang merasa tersindir. Raut wajahnya sedikit berubah diam dan berpikir.'Apa mungkin Pak Gunawan ngasih tiket ini sebagai hadiah pernikahanku sama Cindy, ya?! Tapi mana mungkin, 'kan Pak Gunawan nggak tau kalau ak
BAB 73 – PERBEDAAN MIYA DAN CINDYSetelah kegiatan melelahkan kemarin, keesokan harinya Cindy bangun dengan badan yang terasa remuk, tubuhnya sakit semua. “Udah lama nggak kerja … giliran dapat kerjaan baru kebetulan pas hamil. Mana kerjanya seharian kayak kemarin, aku jadi susah buat bangun, ‘kan,” gerutu Cindy masih terbaring di atas tempat tidur. Rasanya seperti ada lem yang sangat kuat merekat di sekujur badannya. Cindy berusaha mengangkat badannya untuk bangun, tapi sangat susah. Jangankan untuk bangun, untuk menggeser ke samping saja dia tak bisa. Dia terlalu manja untuk berusaha lebih keras.Cindy mengelus punggung yang kemudian dia pijat dengan tangannya sendiri. “Ini punggung juga kenapa rasanya mau patah? Kaki juga sakit banget. Aduh, sakit semua badanku,” keluh Cindy menyalahkan seluruh badan yang tidak seperti biasa. Berteriak dengan manja, menyalahkan keadaannya yang sekarang. Padahal kehamilan itu kemauannya sendiri.Masih banyak jadwal yang harus dia lakukan, dia p
BAB 74 – MIYA NGIDAM?!Setelah menikmati dinner romantis semalam, keesokan paginya, Miya terbangun saat jam menunjukkan pukul 7 pagi. Dia terkejut ketika tidak menemukan Elang di sampingnya. “Loh, Mas Elang mana?” Miya panik dan segera membuka selimutnya, ingin segera mencari Elang. Baru mau turun dari tempat tidur, laki-laki yang dia cari sudah datang. “Mas dari mana?” tanya Miya dengan nada manja. Bukannya menjawab pertanyaan Miya, Elang malah mencium dahi Miya dan balik tanya pada Miya. “Kenapa masih pagi sudah bangun? Harusnya kamu istirahat lebih banyak, Miya. Kan kamu pasti capek,” ucap Elang mengusap rambut Miya yang berantakan. Miya menatap wajah tampan Elang. “Aku nggak biasa bangun siang, makanya udah bangun.” Miya melirik tangan Elang, dia penasaran dengan yang Elang bawa. “Mas bawa apa?”Elang tersenyum lalu meletakkan nampan berisi makanan di pangkuan Miya. “Mas bawa sarapan buat kamu. Ini bikinan Mas sendiri, lho. Omelette sama susu dan buah stroberi segar.” Elang m
EXTRA PART 5 – THE HAPPY ENDING?Miya segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena kondisinya benar-benar mengkhawatirkan. Elang sudah menghubungi keluarganya untuk memberi kabar mengenai kondisi Miya. Dokter yang menangani Miya keluar dari ruangan beberapa menit kemudian. Elang segera bertanya bagaimana kondisi istrinya. “Bagaimana kondisi istri saya dan kandungannya, Dok?”Dokter menghela napas berat. “Kondisi istri Anda sedang kritis. Detak jantung bayi dalam kandungannya juga lemah, karena air ketubannya sudah pecah dari dua jam lalu tetapi bayi tidak segera dikeluarkan. Saya mendeteksi bahwa bukan hanya luka fisik yang diderita oleh istri Anda, melainkan luka psikologis juga. Apa mungkin sebelum dibawa ke rumah sakit, istri Anda mengalami kejadian mengejutkan?”Elang jelas tahu apa maksud dokter. Pasti yang dimaksud oleh dokter itu adalah kejadian di mana Miya melihat kakaknya sendiri ditembak tepat di depan matanya untuk melindunginya. Elang bahkan tidak tahu bagaimana kondi
EXTRA PART 4 – AKHIR CERITA SEBENARNYA.Miya terus mencoba berlari masuk ke dalam hutan untuk menghindari beberapa pria yang masih mengejarnya. Dalam hatinya terus berdoa agar Elang juga bisa melarikan dari preman-preman itu. Lagipula, siapa yang ingin mencelakai mereka? Apa motifnya? Sekeras apapun Miya berpikir, dia tetap tidak bisa menemukan kemungkinan siapa pelakunya.Bugh.“Aww!” Miya merintih saat kakinya tersandung ranting kayu dan tubuhnya terjerembab ke depan. Untung saja kedua tangannya setia berada tepat di depan perut buncitnya, jadi perut buncit Miya tidak secara langsung berbenturan keras dengan tanah. “Sshh… Kenapa perutku menjadi keras sekali?” keluhnya ketika merasakan perutnya semakin mengencang kuat.Miya berusaha bangkit dari posisinya, tetapi sakit di perutnya yang semakin intens tidak mengijinkan. “Kemarin malam dan tadi pagi aku juga merasakan sakitnya, tapi tidak se-intens ini. Apa mungkin – ini tanda-tanda kontraksi?” Pikiran Miya semakin kalut saat rasa sak
EXTRA PART 3 – MIYA DAN ELANG DISERGAP?!Sinar yang memantul dari lantai kamar Miya membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Miya meregangkan tubuhnya yang semakin kaku seiring perutnya yang kian membesar. Namun, Miya tidak pernah mengeluh, kedua calon bayi dalam perutnya adalah anugerah terindah yang pernah Miya dapatkan. “Kamu sudah bangun, Sayang?” Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Miya. Dia menoleh ke samping, memposisikan dirinya bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari suaminya, Elang.Pria itu kemudian menaruh nampan di tangannya, ikut naik ke atas ranjang. Tangan kiri Elang melingkari bahu Miya sementara tangan kanannya berada di atas perut hamil istrinya, yang menjadi tempat favorit Elang beberapa bulan terakhir.Semenjak ukuran perut Miya semakin membesar, Elang suka sekali meletakkan tangannya di atas perut istrinya karena calon kedua bayinya akan langsung merespon sentuhan Elang dengan tendangan halus, walau terkadang
EXTRA PART 2 – SURPRISE!Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Miya sampai di alamat yang ditujukan. Tempat itu ternyata pangkalan yatch, beberapa yatch terlihat di sana. “Di mana ini?” Miya kebingungan saat melihat banyak sekali yatch bersandar di tepi laut.Pikiran Miya dipenuhi banyak hal buruk sehingga membuat perutnya kram. “Aww, perutku,” ringis Miya dengan tangan memegangi perut buncitnya. Setelah sebelumnya turun dari mobil, dia pun berhenti sejenak agar perutnya tak lagi sakit. “Pasti karena aku terlalu gelisah, makanya sakit begini. Sayang, yang kuat, ya? Mama butuh bantuan kalian untuk menyelamatkan uncle. Bantu Mama, ya, Sayang,” bisik Miya menahan sakit, sambil mengusap perutnya. Berharap kedua anak kembarnya bisa membantu.Walaupun alasan kegelisahan dan kecemasan yang melanda sejak kemarin sudah terjawab, dia tak mau memikirkannya. Yang terpenting dia bisa menyelamatkan Zelo, bagaimanapun caranya.Kalau saja Zelo menuruti permintaannya untuk tidak pergi saat in
EXTRA PART 1 – ADA APA DENGAN MAS ZELO?!Sebulan kemudian, Elang bersama Miya datang ke penjara untuk mengunjungi Dicky. Pria itu ditahan karena tuntutan Pak Taufan yang sudah memperkosa Cindy. Elang dan Miya duduk menunggu Dicky dipanggil oleh penjaga tahanan. Tak lama kemudian datanglah Dicky dengan pakaian tahanan, dengan wajah penuh penyesalan.“Mbak Miya … Mbak Miya maafin aku. Aku salah karena udah tergiur bujukan dari Mbak Cindy waktu itu. Seharusnya aku nggak berbuat kayak gitu. Sekarang aku dapat balasan yang sangat menyakitkan. Aku kehilangan ibu yang sangat aku sayangi dan aku sekarang di penjara,” sesal Dicky sedih, menyentuh tangan Miya dengan sangat erat.Miya tersenyum sendu. ”Innalilahi, Mbak ikut berduka dengan kepergian Budhe, ya? Kamu yang sabar, ya, Dik. Mbak juga udah maafin kamu. Yang penting kamu udah sadar dengan kesalahan kamu dan jangan diulangi lagi,” jawab Miya mengusap tangan Dicky dengan lembut sebagai tanda dia sudah melupakan semua yang terjadi di masa
BAB 120 – AKHIR CERITAElang menatap Miya yang duduk sendirian termenung di pinggir kolam. Dengan perlahan dia berjalan mendekat, dan mendudukkan tubuhnya tepat di samping Miya.Miya yang tak menyadari kedatangan Elang, cukup terkesiap kaget saat mendapati suaminya itu telah duduk di sampingnya, dengan wajah yang tersenyum."Mas," panggilnya dengan helaan napas ringan."Kamu ngapain malam-malam di sini sendirian, Sayang?" tanya Elang sambil menyelipkan anakan rambut Miya yang tergerai menutupi pipi.Pantulan lampu yang membias di air kolam yang bergerak, memantul mengenai wajah cantik Miya. Membuatnya terlihat menawan dan bercahaya. Elang tersenyum sendiri, apalagi yang kurang dalam diri wanita yang telah menjadi istrinya itu? Tak ada, semua begitu sempurna. Elang jadi merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia ini."Aku cuma lagi menenangkan diri, Mas," jawab Miya dengan mata yang sendu. Menatap pada air yang beriak kecil.Tangan Elang terjulur ke atas kepala Miya, mengelus perl
BAB 119 – DUNIA INI KEJAM PADAKU!Hari ini adalah hari pertama Miya ke kantor setelah pengumuman posisinya di perusahaan Teh Wangi, sebagai Direktur utama.Dengan blazer berwana coral, dipadukan dengan loose pant berwarna gelap, Miya melangkah dengan tegap dan penuh kebanggaan. Zelo dan Rendy setia berada di sisinya.Suara ketukan stilleto berhak rendah berwarna hitam itu menggema saat dia melangkah masuk ke ruang meeting."Selamat pagi, Bu."Beberapa pegawai membungkuk, menyapa dengan hormat. Beberapa dari mereka saling berbisik satu sama lain.Zea Putri Adipati yang anggun dan cantik, ternyata bukan hanya memiliki kecantikan jasmani. Namun juga hatinya begitu cantik. Senyum manis dan raut ramah itu terus menghiasi wajahnya, berusaha membalas semua sapaan yang datang kepadanya."Bu Zea cantik ya?!" gumam salah seorang pegawai pada pegawai lainnya."Iya. Cantik dan anggun sekali. Orangnya juga kelihatan ramah kan," jawab yang lain."Iya bener."Mereka semua mengangguk, memuji bagaiman
BAB 118 – DIMANJAKAN KELUARGAZelo terkejut mendengar ucapan Miya, seketika itu dia merasa sedih dan segera mendekati Miya.“Enggak, Dek. Mas nggak akan pernah capek kalau buat adik Mas tercinta ini,” sangkal Zelo sedih. Menggelengkan kepala seraya mengelak pikiran Miya yang menganggapnya merasa keberatan.Lalu mengecup pucuk kepala Miya dengan lembut. “Mas, tuh, cuma nggak tega lihat kamu setiap hari harus nahan bobot perut sebesar ini. Lagian usia kandungan kamu sekarang, tuh, berapa, sih? Kok, besar gini perutnya kayak orang udah mau ngelahirin?” Zelo heran dan ngeri melihatnya.Miya mengingat sambil mengelus perut besarnya. “Enam bulan lebih harusnya, dua puluh enam minggu, deh, kayaknya,” jawab Miya antara yakin tak yakin.Elang yang selalu menghitung usia kandungan Miya langsung menyahut dan membenarkan “Dua puluh enam minggu lebih tiga hari, Sayang. Aku selalu menghitungnya dengan tepat.” Merasa bangga karena tidak melupakan hal yang bahkan istrinya sendiri lupa.Zelo masih me
Bab 117Runa sedang menemani ibunya saat dokter visit. Nampak dokter serius memeriksa keadaan Olga setelah operasi satu minggu yang lalu. Setelah dokter selesai dengan tugasnya, Runa mendekat.“Dokter. Bagaimana keadaan Mamaku? Kapan Mamaku boleh pulang?” tanya Runa lembut saat dokter visit melihat kondisi Olga yang masih terbaring di kursi serba putih milik rumah sakit.Dokter tersenyum lalu menurunkan stetoskop yang menempel di telinganya ke leher. “Ibu Olga sudah sembuh, hari ini bisa pulang,” jawab dokter yakin. Dia pun merasa senang kalau ada pasien yang sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.“Alhamdulillah, terima kasih, Dok.” Runa bersyukur dengan hati gembira, mengatupkan kedua tangan di depan mulut, lalu dia tersenyum pada Olga.“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Dokter pun pamit dan meninggalkan mereka yang muali bersiap untuk pulang hari ini.Nampak di sana Olga pun tak kalah senang, akhirnya dia bisa keluar dari rumah sakit itu setelah tujuh hari hanya terbar