BAB 31 – GUNJINGAN TETANGGA."Kenapa kamu bisa bilang kalau Mama benci sama Miya, sampai-sampai untuk jalan bareng aja nggak mau?" tanya Elang lagi dengan rasa penasaran yang kuat.Runa tersentak, dia menyadari kesalahannya karena terlalu banyak bicara. Tidak mungkin dia menjelaskan mengapa Mamanya begitu membenci Miya sejak dulu. Apalagi sampai pada titik dimana sang Mama tidak Sudi untuk hanya sekedar jalan dengan Miya."Aa-aah itu ...," ucap Runa dengan gugup, bingung mencari alasan apa yang harus dia katakan pada kakaknya."Kenapa kamu bisa bilang begitu, Dek? Jelasin ke Mas sekarang!" ujar Elang dengan sedikit memaksa.Beruntung di saat yang bersamaan, Olga datang dari dapur dan berjalan ke arah mereka."Kalian berdua ini ada apa, sih? Pagi-pagi udah ribut aja kayak kucing sama tikus," ucap Olga pada kedua buah hatinya.Runa sedikit bernapas lega, karena kedatangan sang Mama tepat pada waktunya. Dia tak mau lama-lama berhadapan dengan Elang dan terus disudutkan dengan pertanyaan-
BAB 32 – DICKY SI PEBINOR.Miya kembali ke rumah dengan hati yang remuk redam. Sakit dan perih kenyataan yang harus dia terima. Namun, dia mencoba ikhlas dan sabar menghadapinya.Nyatanya semua kesabaran yang sedang dia terapkan tak semulus bayangannya. Tatapan tajam penuh penghakiman terus tertuju pada Miya sepanjang jalan menuju rumahnya.“Dasar wanita nggak tahu diuntung. Bisa-bisanya dia selingkuhi suami sebaik Elang. Buta apa, ya, matanya?” ucap seorang wanita yang sedang menyapu halaman, sengaja mengeraskan suara agar Miya mendengar. Lirikannya penuh kebencian, membuat Miya menunduk ketakutan.“Rumput tetangga jauh lebih hijau, Bu. Makanya dia pengin makan daun muda. Ups,” sahut wanita lain yang mendengar sindiran itu. Seolah keceplosan padahal sengaja mengejek. Mereka tengah melakukan aktivitas yang sama yaitu menyapu halaman.“Perlu periksa mata kayaknya, Bu. Jelas-jelas rumput di rumah sendiri jauh lebih hijau, kok, masih mau nglirik rumput tetangga yang layu dan jelek. Ha ha
BAB 33 – KEMBALI KE KAMPUNGSekejap Miya terdiam. Dia tak tahu bagaimana caranya menjelaskan semua itu pada adiknya.“Nanti Mbak jelasin di rumah, ya. Ceritanya panjang. Yang jelas Mbak nggak selingkuh, semua itu fitnah. Tolong kamu jaga Bapak baik-baik, hari ini juga Mbak akan pulang, kamu tunggu Mbak, ya,” jawab Miya jelas. Semakin lama masalah ini dibiarkan, semakin besar dampaknya. Miya semakin resah dan tak nyaman. Namun, dia harus mengurus Bapaknya dulu. Sekarang orang tuanya jauh lebih membutuhkannya dari siapapun.Miya menutup telpon lalu menyiapkan diri untuk pulang kampung. Tas berisi beberapa baju serta keperluan sehari-hari pun tak lupa dia bawa.“Semuanya sudah masuk, sekarang aku harus cari bis untuk pulang kampung. Eh, tunggu. Aku belum izin Mas Elang. Bagaimanapun juga aku masih istri sahnya Mas Elang, aku nggak boleh ngulangin kesalahan kemarin. Bisa-bisa Mas Elang makin marah sama aku.”Miya mengambil ponsel lalu menelpon sang suami. Sayangnya sambungan telpon itu t
BAB 34 – BERTEMU PRIA ASING.Miya yang baru saja mau keluar kamar, langsung menoleh dan melihat seorang pria tampan berdiri di sisi jendela, melihat langit terang yang sudah dihiasi bintang malam."Ka—kamu siapa? Dan aku ada di mana?" tanya Miya bingung dan takut. Bahkan tubuhnya mundur, mengukir jarak di antara mereka. "Jangan takut … kamu aman di rumahku. Kenalkan ... namaku Zelo." Zelo mengulurkan tangan dengan semburat senyum ramah di wajahnya.Miya menatap Zelo dengan pandangan ragu, dia pun hanya mendiamkan tangan Zelo yang terulur meminta disambut. Zelo orang asing tak diketahui niat dan asal usulnya, Miya takut kalau Zelo punya niat buruk padanya.Zelo menarik kembali tangan yang tak bersambut itu, tapi dia masih bersikap baik dan sopan. Dia mengerti dengan yang dilakukan Miya. Miya pasti khawatir kalau Zelo akan berbuat macam-macam padanya.“Aku menemukanmu pingsan di jalan. Aku nggak tahu di mana rumahmu makanya aku bawa kamu ke sini.” Zelo menjelaskan alasan Miya bisa ada
BAB 35 – KEPERGIAN BAPAK. Miya menangis histeris, meraung meratapi kepergian bapaknya.“Bapak. Kenapa Bapak ninggalin aku secepat ini? Aku belum sempat membahagiakan Bapak. Maafin aku, Pak. Semua ini salahku. Aku minta maaf. Andai saja aku nggak pingsan tadi, aku pasti bisa lihat Bapak untuk yang terakhir kalinya. Aku minta maaf, Pak,” tangisan Miya sangat memilukan. Dia sangat terpukul menghadapi kenyataan buruk itu.Semua pelayat pun bisa melihat kalau Miya benar-benar sedih dengan kepergian bapaknya. Namun, tak ada yang berani mendekat, mereka tengah sibuk mengaji.Suara Miya sangat keras hingga terdengar sampai ke kamar ibunya—Sekar. Sekar yang juga syok dengan kematian sang suami, segera bangun dan berlari untuk menemui Miya.Tak lama datanglah Sekar saat Miya masih terduduk dengan lemas, menangisi kepergian bapak yang sangat dia sayang. PlakSebuah tamparan mendarat mulus di wajah Miya. Ibunya kesal bukan kepalang hingga reflek menampar anaknya.“Ini semua gara-gara kamu, Miya
BAB 36 – ELANG MASIH PEDULI.Elang enggan membalas pelukan yang Miya berikan. Tangannya terjuntai di sisi badan tanpa berusaha merengkuh tubuh istrinya. Ingin rasanya dia mengatakan bahwa dia masih marah dan kecewa terhadap Miya. Namun tak mungkin dia mengatakan hal itu di sini saat ini, terlebih banyak orang yang menatap ke arahnya."Lepaskan dulu, Miya. Nggak enak dilihat orang-orang, apa lagi sekarang kita ini lagi dalam keadaan berkabung," pinta Elang.Miya mengangguk mengerti, lantas melepaskan tubuh Elang dari pelukannya. Sisa air matanya masih membasahi pipi."Aku senang, Mas mau datang ke sini," ucap Miya sepenuh hati."Mas Wahyu, terima kasih banyak ya, sudah mau datang kemari," tutur Miya kali ini pada Wahyu yang diangguki oleh lelaki itu."Sama-sama, Miya. Kamu yang sabar, ya?!" Wahyu ikut berbela sungkawa atas meninggalnya ayah Miya. Dia tahu pasti tak mudah bagi Miya yang saat ini tengah mengalami masalah rumah tangganya ditambah dengan kehilangan sosok orang tuanya."Ya
BAB 37 – MEMBANTU ZELOMenjelang siang hari, masih banyak tamu yang datang untuk melayat, sekedar menyampaikan ucapan bela sungkawa atas meninggalnya Bapak Miya.Tak heran, sebab selama hidupnya. Ayahnya itu merupakan sosok yang dikenal baik dan juga ringan tangan untuk membantu sesama, terutama warga di sekitar mereka."Bahan makanan dan juga camilan untuk suguhan tamu sudah mau habis," gumam Bu Sekar."Kalau gitu, biar aku saja yang beli, Bu." Miya menawarkan diri. Tentu saja ibunya setuju, ini baru hari kedua, dan persediaan suguhan sudah mulai menipis."Aku berangkat dulu kalau begitu, assalamualaikum," pamit Miya sambil berjalan keluar."Wa'alaikum salam," jawab ibunya singkat.Tak butuh waktu lama bagi Miya untuk mencapai toko kelontong yang lumayan besar di daerahnya. Tak ubahnya seperti mini market di kota, toko ini menyediakan segala macam kebutuhan sehari-hari.Miya segera mengambil keranjang, dan memasukkan segala bahan makanan yang dia perlukan. Serta beberapa camilan.Saa
BAB 38 – TUDUHAN IBU.Miya berjalan pulang dari rumah Zelo dengan wajah tersenyum. Entah mengapa, tapi Miya merasa bahwa waktu yang dihabiskan bersama Zelo membuatnya senang. Ada perasaan nyaman yang dia rasakan saat bersama lelaki itu. Padahal selain dengan Elang, Miya tak pernah merasa senyaman itu sebelumnya dengan lelaki manapun.Namun baru saja Miya sampai di depan rumahnya, dia telah disambut oleh ibunya dengan wajah yang menyiratkan kemarahan. Benar saja, ibunya itu menyongsong kedatangannya dengan kesal."Kamu ini dari mana saja, sih, Miya?" teriak ibunya geram.Miya yang baru datang, merasa bingung. Mengapa ibunya menanyakan hal yang sudah jelas. "Loh, aku kan dari toko kelontong, Bu. Kan bahan makanan kita sudah habis. Ini dia belanjaannya," jawab Miya sambil mengangkat kantong keresek hitam berukuran besar."Ibu kenapa marah-marah sih?" tanya Miya dengan bingung sekali.Bu Sekar semakin geram karena putrinya sama sekali tidak merasa bersalah."Halah, kamu nggak usah bohong
EXTRA PART 5 – THE HAPPY ENDING?Miya segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena kondisinya benar-benar mengkhawatirkan. Elang sudah menghubungi keluarganya untuk memberi kabar mengenai kondisi Miya. Dokter yang menangani Miya keluar dari ruangan beberapa menit kemudian. Elang segera bertanya bagaimana kondisi istrinya. “Bagaimana kondisi istri saya dan kandungannya, Dok?”Dokter menghela napas berat. “Kondisi istri Anda sedang kritis. Detak jantung bayi dalam kandungannya juga lemah, karena air ketubannya sudah pecah dari dua jam lalu tetapi bayi tidak segera dikeluarkan. Saya mendeteksi bahwa bukan hanya luka fisik yang diderita oleh istri Anda, melainkan luka psikologis juga. Apa mungkin sebelum dibawa ke rumah sakit, istri Anda mengalami kejadian mengejutkan?”Elang jelas tahu apa maksud dokter. Pasti yang dimaksud oleh dokter itu adalah kejadian di mana Miya melihat kakaknya sendiri ditembak tepat di depan matanya untuk melindunginya. Elang bahkan tidak tahu bagaimana kondi
EXTRA PART 4 – AKHIR CERITA SEBENARNYA.Miya terus mencoba berlari masuk ke dalam hutan untuk menghindari beberapa pria yang masih mengejarnya. Dalam hatinya terus berdoa agar Elang juga bisa melarikan dari preman-preman itu. Lagipula, siapa yang ingin mencelakai mereka? Apa motifnya? Sekeras apapun Miya berpikir, dia tetap tidak bisa menemukan kemungkinan siapa pelakunya.Bugh.“Aww!” Miya merintih saat kakinya tersandung ranting kayu dan tubuhnya terjerembab ke depan. Untung saja kedua tangannya setia berada tepat di depan perut buncitnya, jadi perut buncit Miya tidak secara langsung berbenturan keras dengan tanah. “Sshh… Kenapa perutku menjadi keras sekali?” keluhnya ketika merasakan perutnya semakin mengencang kuat.Miya berusaha bangkit dari posisinya, tetapi sakit di perutnya yang semakin intens tidak mengijinkan. “Kemarin malam dan tadi pagi aku juga merasakan sakitnya, tapi tidak se-intens ini. Apa mungkin – ini tanda-tanda kontraksi?” Pikiran Miya semakin kalut saat rasa sak
EXTRA PART 3 – MIYA DAN ELANG DISERGAP?!Sinar yang memantul dari lantai kamar Miya membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Miya meregangkan tubuhnya yang semakin kaku seiring perutnya yang kian membesar. Namun, Miya tidak pernah mengeluh, kedua calon bayi dalam perutnya adalah anugerah terindah yang pernah Miya dapatkan. “Kamu sudah bangun, Sayang?” Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Miya. Dia menoleh ke samping, memposisikan dirinya bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari suaminya, Elang.Pria itu kemudian menaruh nampan di tangannya, ikut naik ke atas ranjang. Tangan kiri Elang melingkari bahu Miya sementara tangan kanannya berada di atas perut hamil istrinya, yang menjadi tempat favorit Elang beberapa bulan terakhir.Semenjak ukuran perut Miya semakin membesar, Elang suka sekali meletakkan tangannya di atas perut istrinya karena calon kedua bayinya akan langsung merespon sentuhan Elang dengan tendangan halus, walau terkadang
EXTRA PART 2 – SURPRISE!Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Miya sampai di alamat yang ditujukan. Tempat itu ternyata pangkalan yatch, beberapa yatch terlihat di sana. “Di mana ini?” Miya kebingungan saat melihat banyak sekali yatch bersandar di tepi laut.Pikiran Miya dipenuhi banyak hal buruk sehingga membuat perutnya kram. “Aww, perutku,” ringis Miya dengan tangan memegangi perut buncitnya. Setelah sebelumnya turun dari mobil, dia pun berhenti sejenak agar perutnya tak lagi sakit. “Pasti karena aku terlalu gelisah, makanya sakit begini. Sayang, yang kuat, ya? Mama butuh bantuan kalian untuk menyelamatkan uncle. Bantu Mama, ya, Sayang,” bisik Miya menahan sakit, sambil mengusap perutnya. Berharap kedua anak kembarnya bisa membantu.Walaupun alasan kegelisahan dan kecemasan yang melanda sejak kemarin sudah terjawab, dia tak mau memikirkannya. Yang terpenting dia bisa menyelamatkan Zelo, bagaimanapun caranya.Kalau saja Zelo menuruti permintaannya untuk tidak pergi saat in
EXTRA PART 1 – ADA APA DENGAN MAS ZELO?!Sebulan kemudian, Elang bersama Miya datang ke penjara untuk mengunjungi Dicky. Pria itu ditahan karena tuntutan Pak Taufan yang sudah memperkosa Cindy. Elang dan Miya duduk menunggu Dicky dipanggil oleh penjaga tahanan. Tak lama kemudian datanglah Dicky dengan pakaian tahanan, dengan wajah penuh penyesalan.“Mbak Miya … Mbak Miya maafin aku. Aku salah karena udah tergiur bujukan dari Mbak Cindy waktu itu. Seharusnya aku nggak berbuat kayak gitu. Sekarang aku dapat balasan yang sangat menyakitkan. Aku kehilangan ibu yang sangat aku sayangi dan aku sekarang di penjara,” sesal Dicky sedih, menyentuh tangan Miya dengan sangat erat.Miya tersenyum sendu. ”Innalilahi, Mbak ikut berduka dengan kepergian Budhe, ya? Kamu yang sabar, ya, Dik. Mbak juga udah maafin kamu. Yang penting kamu udah sadar dengan kesalahan kamu dan jangan diulangi lagi,” jawab Miya mengusap tangan Dicky dengan lembut sebagai tanda dia sudah melupakan semua yang terjadi di masa
BAB 120 – AKHIR CERITAElang menatap Miya yang duduk sendirian termenung di pinggir kolam. Dengan perlahan dia berjalan mendekat, dan mendudukkan tubuhnya tepat di samping Miya.Miya yang tak menyadari kedatangan Elang, cukup terkesiap kaget saat mendapati suaminya itu telah duduk di sampingnya, dengan wajah yang tersenyum."Mas," panggilnya dengan helaan napas ringan."Kamu ngapain malam-malam di sini sendirian, Sayang?" tanya Elang sambil menyelipkan anakan rambut Miya yang tergerai menutupi pipi.Pantulan lampu yang membias di air kolam yang bergerak, memantul mengenai wajah cantik Miya. Membuatnya terlihat menawan dan bercahaya. Elang tersenyum sendiri, apalagi yang kurang dalam diri wanita yang telah menjadi istrinya itu? Tak ada, semua begitu sempurna. Elang jadi merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia ini."Aku cuma lagi menenangkan diri, Mas," jawab Miya dengan mata yang sendu. Menatap pada air yang beriak kecil.Tangan Elang terjulur ke atas kepala Miya, mengelus perl
BAB 119 – DUNIA INI KEJAM PADAKU!Hari ini adalah hari pertama Miya ke kantor setelah pengumuman posisinya di perusahaan Teh Wangi, sebagai Direktur utama.Dengan blazer berwana coral, dipadukan dengan loose pant berwarna gelap, Miya melangkah dengan tegap dan penuh kebanggaan. Zelo dan Rendy setia berada di sisinya.Suara ketukan stilleto berhak rendah berwarna hitam itu menggema saat dia melangkah masuk ke ruang meeting."Selamat pagi, Bu."Beberapa pegawai membungkuk, menyapa dengan hormat. Beberapa dari mereka saling berbisik satu sama lain.Zea Putri Adipati yang anggun dan cantik, ternyata bukan hanya memiliki kecantikan jasmani. Namun juga hatinya begitu cantik. Senyum manis dan raut ramah itu terus menghiasi wajahnya, berusaha membalas semua sapaan yang datang kepadanya."Bu Zea cantik ya?!" gumam salah seorang pegawai pada pegawai lainnya."Iya. Cantik dan anggun sekali. Orangnya juga kelihatan ramah kan," jawab yang lain."Iya bener."Mereka semua mengangguk, memuji bagaiman
BAB 118 – DIMANJAKAN KELUARGAZelo terkejut mendengar ucapan Miya, seketika itu dia merasa sedih dan segera mendekati Miya.“Enggak, Dek. Mas nggak akan pernah capek kalau buat adik Mas tercinta ini,” sangkal Zelo sedih. Menggelengkan kepala seraya mengelak pikiran Miya yang menganggapnya merasa keberatan.Lalu mengecup pucuk kepala Miya dengan lembut. “Mas, tuh, cuma nggak tega lihat kamu setiap hari harus nahan bobot perut sebesar ini. Lagian usia kandungan kamu sekarang, tuh, berapa, sih? Kok, besar gini perutnya kayak orang udah mau ngelahirin?” Zelo heran dan ngeri melihatnya.Miya mengingat sambil mengelus perut besarnya. “Enam bulan lebih harusnya, dua puluh enam minggu, deh, kayaknya,” jawab Miya antara yakin tak yakin.Elang yang selalu menghitung usia kandungan Miya langsung menyahut dan membenarkan “Dua puluh enam minggu lebih tiga hari, Sayang. Aku selalu menghitungnya dengan tepat.” Merasa bangga karena tidak melupakan hal yang bahkan istrinya sendiri lupa.Zelo masih me
Bab 117Runa sedang menemani ibunya saat dokter visit. Nampak dokter serius memeriksa keadaan Olga setelah operasi satu minggu yang lalu. Setelah dokter selesai dengan tugasnya, Runa mendekat.“Dokter. Bagaimana keadaan Mamaku? Kapan Mamaku boleh pulang?” tanya Runa lembut saat dokter visit melihat kondisi Olga yang masih terbaring di kursi serba putih milik rumah sakit.Dokter tersenyum lalu menurunkan stetoskop yang menempel di telinganya ke leher. “Ibu Olga sudah sembuh, hari ini bisa pulang,” jawab dokter yakin. Dia pun merasa senang kalau ada pasien yang sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.“Alhamdulillah, terima kasih, Dok.” Runa bersyukur dengan hati gembira, mengatupkan kedua tangan di depan mulut, lalu dia tersenyum pada Olga.“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Dokter pun pamit dan meninggalkan mereka yang muali bersiap untuk pulang hari ini.Nampak di sana Olga pun tak kalah senang, akhirnya dia bisa keluar dari rumah sakit itu setelah tujuh hari hanya terbar