Lima Tahun Kemudian“Kosongkan jadwalku besok.”Najma terhenyak. “Tapi pak besok anda _”“Besok presdir dari pusat datang. Petinggi perusahaan akan mengadakan pertemuan dengan beliau.”“Oh, baiklah. Ada lagi, pak?”“Tidak ada lagi.”“Kalau begitu saya permisi, pak.”Najma hendak berbalik ketika Frans memanggilnya lagi. “Najma?”“Ya pak.”“Jonatan menanyaimu terus. Katanya dia merindukan kamu.”Najma membisu. Jonatan adalah putra semata wayang Frans yang dekat dengannya. Kebiasaan Najma dekat dengan anak-anak panti membuat setiap anak kecil yang bertemu dengannya bisa langsung dekat dan lengket walaupun dia tidak ada niatan untuk membuat anak-anak lengket dengannnya.Frans menatap Najma lekat dengan tatapan penuh rasa ketertarikan. “Kapan kita bisa jalan bersama?”“E….” Najma bingung mencari jawaban.“Bagaimana kalau hari minggu ini?”“Akan saya pikirkan, pak.”“Tidak ada satu pun wanita yang bisa mengambil hatinya Jonatan yang terluka selain kamu, Naj. Aku harap kamu bisa mengerti.”“
“Tidak bisa. Aku tidak bisa,” jawab Najma tanpa menoleh. Wilson menatap punggung Najma dengan tatapan kecewa. “Kenapa?” “E… aku sudah ada janji dengan Pak Frans hari minggu ini.” Wilson menyipitkan pandang. “Kamu bukan mau bilang bahwa kalian ada hubungan bukan?” Najma menggeleng. “Tidak ada. Putranya sangat ingin bertemu denganku. Entah mengapa aku tidak bisa mengabaikannya. Kasihan.” “O….” “Aku pergi.” Najma melangkah kembali. Kali ini tanpa berhenti lagi. *** “Apa kata Najma? Apakah dia mau meluangkan waktu untuk bertemu denganku?” tanya Roger begitu masuk ke dalam mobil. Wilson melirik sekilas Roger lewat kaca tengah. “Dia sudah terlanjur punya janji hari minggu ini, tuan.” Mata Roger melebar. “Janji? Dengan siapa? Apakah dengan teman-temannya?” Wilson menelan saliva. Takut membuat Roger kecewa. “Bukan. Tapi dia ada janji dengan Pak Frans dan putranya.” Deg. Seperti ada yang memukul hatinya dengan begitu keras. “Apa mereka ada hubungan?” “Tadi saya sempat mencari tahu
Bab 53 Hari Minggu itu pun tiba. Setelah masak, sarapan, dan membersihkan apartemennya, Najma mandi. Meskipun dia sebenarnya malas untuk pergi jalan-jalan bersama Frans dan Jonatan, dia tidak mau membatalkan rencana ini. Bukan tidak enak pada Frans, tapi kasihan pada Jonatan yang kata Frans sudah sangat antusias dengan rencana ini. Kurang dari jam 10 -waktu yang sudah dijanjikan untuk menjemput- bel berbunyi. Najma sudah menebak siapa yang datang, karena itu dia langsung membukanya. "Tanteeeee!" Seorang anak kecil berusia 3 tahunan, langsung memeluk kedua kaki Najma. Wanita itu lumayan terkejut dengan sikap Jonatan, tapi untungnya bisa menguasai diri. Dia pun langsung menurunkan tubuh duduk berjongkok di depan anak laki-laki tersebut. "Jo apa kabar?" tanyanya ramah. Ini Najma tidak sedang pura-pura ramah untuk mendapat simpati Frans, tapi sudah jadi habitnya jika bertemu sama anak kecil akan bersikap begitu. "Baik, Tante! Aku sehat! Aku happy!" jawab Jonatan dengan penuh antusias.
"E... jika pun iya, bukankah itu keinginan yang tidak salah? Najma seorang janda dan saya adalah duda. Kami berdua tidak terikat dalam hubungan pernikahan." "Ya, tentu saja tidak salah. Itu hak kamu. Hanya saja apakah kamu tidak mau mencari tahu dulu masa lalu Najma?" Kening Frans mengerut. "Maksud ucapan anda apa ya?" "Maksudku kamu tidak mau mencari tahu dulu siapa mantan suaminya dan kenapa dia bercerai?" Frans menelan saliva. Semua pertanyaan Roger seperti akan berakhir dengan hal yang mengejutkan. "Bukan saya tidak mau mencari tahu, tapi Najma sangat tidak suka setiap kali saya bertanya tentang masa lalunya. Saya sih berpikir berarti masa lalunya itu sangat buruk. Roger merasa tertohok mendengar itu. Apakah Najma merasa masa lalunya begitu buruk? "Oh, begitu." "Tapi sepertinya anda sudah mengenal Najma?" Kini Frans yang balik bertanya. Roger menyandarkan punggung di sandaran kursi. "Kalau saya jawab iya, bagaimana pendapat kamu?" Frans tersenyum getir. Hatinya pun mulai
“Ya, mbak?”“Mbak Najma ke resepsionis sekarang ya. Ada paket untuk Mbak.”“Hah?” Najma yakin dia salah mendengar. "Paket?”"Iya.""Aku tidak belanja online kok mbak?""Ini paket kiriman orang, mbak. Ada buket bunga, coklat, dan boneka."Kening Najma mengerut mendengar semua yang disebutkan oleh gadis di telpon. Dia lalu melirik kalender kecil yang ada di atas mejanya. Dia mengingat-ingat barangkali dia melupakan hari yang paling istimewa. “Aku tidak ulang tahun kok mbak? Kok bisa ada orang yang mau kirim semua itu?”“Aku tidak tau soal itu Mbak Najma. Aku kan hanya menerima saja. Ini tidak dari satu orang kayaknya mbak. Tapi dari tiga orang karena paketnya ada tiga dan tadi yang mamas paketnya beda-beda yang antar.”Najma terhenyak. “Apa? Tiga? Dari siapa saja?”“Tidak tau, mbak. Aku tidak berani buka amplop dan membacanya. Takut ini rahasia untuk mbak. Memangnya mbak ikhlas kalau aku melihat siapa pengirimnya?”“Ya sudah, jangan dilihat mbak. Aku akan ke sana sekarang untuk mengambi
Najma menatap buket dan boneka yang tergeletak di atas mejanya dengan tatapan bingung. Dia tidak mungkin menyimpan dua barang yang cukup besar itu di mejanya karena selain tak ada tempat, bakal terus jadi pusat perhatian orang-orang di perusahaan ini. Jadi, dia harus membawa pulang keduanya. Terkecuali coklat pemberian Wilson. Dia memutuskan untuk meninggalkan coklat itu di dalam laci karena selain bentuknya yang kecil, bisa dijadikan cemilan yang lezat ketika bekerja. Makan coklat itu lebih mudah dari makan Snack. Tanpa harus mengunyah dan mengeluarkan suara yang berisik, coklat bisa lumer dan habis sendiri di dalam mulut. Namun, meskipun sudah memutuskan untuk membawa buket bunga dan boneka pulang, Najma masih dirundung kegalauan. Soalnya dia merasa kesulitan untuk membawa keduanya turun. Sementara tangannya hanya dua dan harus membawa tas juga. "Najma, apakah kamu mau pulang bersamaku?" tanya Frans yang baru saja keluar dari dalam ruangannya dengan menenteng tas. "Tampaknya kamu
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt
"Aduh, bagaimana bisa aku bangun kesiangan seperti ini?" Najma memakai riasan wajah dengan gerakan cepat. Tidak peduli lagi apakah ada yang belum sempurna. Pagi ini dia harus berkejaran dengan waktu meskipun kemungkinan besar tetap datang terlambat. Masalah besarnya adalah pagi ini Frans ada rapat dadakan dengan sang presiden direktur yang rencananya akan kembali ke ibukota besok. Baru bangun tidur tadi dia membaca pesan itu. Jam kerja kurang 10 menit lagi tapi Najma baru keluar dari apartemen. Dia berlari menyebrangi pelataran apartemen seperti orang gila. Satpam yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Untung ada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa pikir dua kali dia menggunakan taksi itu menuju perusahaan tempatnya bekerja. "Tumben Mbak Najma telat?!" teriak Sarah dari balik meja resepsionis. Tapi Najma tidak peduli dengan teriakan itu. Dia hanya melambaikan tangan pada Sarah. Langkah Najma telah jauh. Kini dia bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu di depan lift.
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”