Wanita itu duduk dengan senyuman lebar di wajahnya. Bianca adalah wanita yang sangat cantik, tapi kali ini karena suasana hatinya bahagia, wanita itu terlihat berseri-seri. Dia tersenyum saat menerima masakan mama Karen. Karena terlalu lama melukis dan mengajari Bianca, Papa Leon memaksa Mama Karen untuk memasak. Semua itu luar biasa di mata Bianca, kalau seorang yang sekaya Karen bisa melakukan hal remeh seperti memasak. Bianca mengatakan itu hal remeh karena, di rumahnya, Alice tak akan mau menyentuh dapur, tapi ternyata mama mertuanya walau sangan adikuasa tetap saja mau disuruh masak oleh Papa Leon. Ternyata di studio lukis Leon ada dapur kecil yang dilengkapi kulkas dan meja makan untuk empat orang sehingga tiba- tiba saja Leon meminta makan seenaknya pada istrinya. Awalnya Bianca mengira akan muncul beberapa pelayan membawa makanan dari pintu rahasia, karena biasanya memang terjadi seperti itu di kastil Noel, tapi kali ini tak ada pintu rahasia, Mama Karen benar-benar akan m
Ch. 61Begitu sampai rumah, wanita itu seakan lupa kalau kemarin Noel menguncinya di luar. Mereka bergandengan tangan dan Bianca dengan manja bergelayut dan bersandar penuh di pundak suaminya.Wanita itu bahkan bersenandung sambil berjalan di samping Noel. Walau sebenarnya Noel tak menyukai kedekatan seperti ini, tapi karena suasana hati Bianca sedang baik, Noel pun ikut senang. Kabar Emily sakit saja tak diambil pusing oleh Noel, padahal biasanya jika tak ada Emily, Noel seperti kehilangan pegangan. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah sambil tersenyum.Seharusnya setelah mengantarkan Bianca ke kamarnya, Nowela bisa kembali ke ruang perpustakaan yang sudah seperti itu di kamarnya itu. Namun anehnya pria itu bakal ikut bersama Bianca ke ruang baju untuk membersihkan diri lalu mengganti baju tidur. “Aku pasti bau bumbu,” kikik Bianca sambil mulai melucuti pakaiannya tanpa malu.Noel memperhatikan tubuh mulus istrinya sambil menelan ludah. Kali ini tidak hanya hasratnya yang ke mula
Karen menatap suaminya yang masih saja tersenyum memandangi hasil lukisan Bianca tadi. Menurut mata Karen, lukisan itu biasa saja. Dia memang tak mengerti apapun tentang lukisan. Walau dia sudah mempelajari dunia suaminya sejak awal mereka menikah, tapi tetap saja Karen tak mengerti mana lukisan yang bagus, mana yang tidak. Semuanya tampak sama. Seperti hasil lukisan Bianca ini. Menurut Karen, lukisan itu biasa saja. Lukisan jarak dekat sebuah bunga di atas tanah. Warnanya pun biasa kuning. Masih banyak lukisan yang lebih bagus, tapi Leon masih saja termenung memandangi lukisan menantunya itu. “Aku dapat merasakan kesepiannya. Apa Noel jahat padanya?” tanya Leon tiba- tiba. Pria itu masih menatap lukisan, tapi karena hanya ada Karen di situ, jadi wanita itu tahu kalau suaminya berbicara padanya. Karen mendesah dan akhirnya menyerah sok sibuk membereskan segala sesuatu. Suaminya tak peduli dengan deretan piring bersih dan meja makan yang mengkilap. Yang dia pikirkan hanya lukisan Bian
Wanita itu entah mabuk atau bagaimana, tapi lebih berani malam itu. Noel memang mau menarik istrinya agar mendekat padanya, tapi tak menyangka juga kalau Bianca berani naik begitu saja ke atas pangkuannya. Jelas tidak mabuk, mereka tidak minum apa-apa dengan alkohol tadi. Tapi kenapa tiba- tiba wanita itu sudah mulai menggoyangkan pinggulnya. Setiap gesekan yang wanita itu berikan semakin membuat Noel menggila. “Aku suka vanila, wanginya manis dan segar.” ujar wanita itu sambil mengambil air dan menuangnya ke pipi Noeh. rasanya hangat sehangat hati Noel. Wanita itu sungguh cantik menggoda, sempurna duduk di atas pangkuannya. Wanita itu mendesah lalu merebahkan kepalanya di pundak Noel sehingga pria itu tak bisa melakukan apa- apa kecuali mulai mengelus punggung istrinya.“Iya … manis,” gumam Noel sambil berusaha menahan dirinya sendiri, namun dia tau kalau aliran darahnya semakin deras menuju sesuatu di bawah sana. “Apa akan terasa sama Bian ya?” tanyanya sambil berusaha agar ada jar
Sekujur tubuhnya seakan dialiri listrik yang menggelitik, keringat bermunculan. Tubuh Bianca terasa panas, padahal mereka belum mulai apa- apa.Pandangannya yang kabur lama- lama menjadi jelas kembali saat suaminya mengusap rambut Bianca dengan kasar. “Sekarang giliranku,” desahnya dengan suara serak lalu tanpa menunggu segera menyatukan tubuh mereka. Tangan Bianca memegang marmer meja tempat wastafel di sampingnya. Noel dengan senyum tipis di wajahnya mengangkat kaki Bianca dan mulai menyentuhnya lagi. “Uugh,” erang Bianca kaget saat merasakan jemari Noel lagi. Namun kali ini pria itu tiba- tiba menunduk dan mulai merasakan istrinya dengan lidahnya yang liar. Bianca menggeliat geli. Jemarinya masuk ke rambut suaminya, menariknya dengan kencang sambil mendesah parau. “Jangan, jorok di situ!” erang Bianca manja sambil menatap bola mata biru Noel yang menggelap. Walau sudah berulang kali pria itu merasakan dengan lidahnya, tetap saja Bianca merasa malu.“Kamu habis mandi, dan ini wan
Sepanjang menunggu agar wanita itu sadar, Noah merasa seakan dadanya ditimpa dengan batu besar. Rasa ketakutan yang tak pernah dia rasakan kini memenuhi hatinya.Lalu ketika wanita itu terbangun dan menatap pada Noah, itu juga tak dapat Noah mengerti. Kelegaan yang dia rasakan juga membuatnya bingung sendiri. Seumur hidup Noah, dia tak pernah peduli terhadap seseorang, dan kalau diingat-ingat apa yang terjadi, Noah melompat ke dalam danau tanpa berpikir panjang. Begitu menyadari kalau wanita itu terlilit, Noah begitu takut sampai tak lagi memikirkan keselamatan dirinya lagi dan segera terjun begitu saja untuk menyelamatkan Emily. “Apa yang terjadi padaku?” geram pria itu dengan kesal sambil memukul kepalanya sendiri. Kini wanita itu tidur dengan nyamannya di tempat tidur Noah. Tempat di mana tak pernah ada wanita lain pernah menjejakkan kakinya. Begitu wanita itu sadar di tepi danau tadi, Noah juga tanpa berpikir membawanya ke kamarnya. Dengan sengaja pula Noah memanggil dokter da
Namun sayangnya hari itu tak berjalan sesuai dengan keinginan Noel. Baru saja dia menyingkap selimut Bianca dan merasakan cerukan leher istrinya lagi, tiba- tiba saja pintunya diketuk. Pria itu segera ambruk di atas istrinya. “Argh!” geramnya kesal. Dia tahu dari ketukan itu kalau bukan Emily yang mengetuk, dan itu tandanya penting. Karena Selain Emily tak akan ada yang berani mengetuk pintu kamarnya. Pria itu menatap wajah cantik istrinya yang sudah pasrah berada di bawah tubuhnya dengan penuh penyesalan. “Ada yang ketuk pintu,” desahnya kesal. “Hmm,” jawab wanita itu sambil mengangkat kedua tanganya di atas kepalanya seakan memberi akses pria itu untuk melakukan apa saja pada dirinya. Gairah Noel semakin melonjak. “Biarkan saja!” geramnya lalu segera menunduk dan mulai merasakan istrinya lagi. Bianca mengerang pelan saat pria itu mulai memainkan kedua asetnya dengan rakus. Wanita itu baru mau merasa melayang saat kembali terdengar ketukan yang lebih mendesak dari pin
Mendengar kalau asistennya yang paling penting baginya sakit sudah membuat Noel merasa gusar, namun ketika menyadari kalau saudara tirinya yang menyebabkannya adalah suatu hal lain yang berbeda. Noel tak bisa terima. Bahkan untuk menerima kalau Noah adalah saudara tirinya cukup membuat Noel tak habis pikir. Kini, pria itu bisa-bisanya mencoba untuk membunuh asisten pribadinya. Asisten yang mengetahui hampir semua tentang Noel! Dengan gusar Noel menyetir mobil dengan kencang ke rumah sakit tempat Emily dirawat. Pria itu parkir dengan seenaknya di depan lobi dan memberikan kunci pada petugas valet lupa kalau dia membawa Bianca bersamanya. Wanita itu dengan bingung segera turun dari mobil sambil mencoba mengenakan tas kecil yang hanya berisi handphonenya. “Noel!” pekiknya dan pria itu hampir jatuh begitu mendengar suara panggilan istrinya. “Astaga, kenapa kamu ada di sini?” tanya Noel sambil menatap Bianca dengan heran. Wanita itu malah menatap Noel dengan wajah lebih bingung kar
Emosi pria itu masih meledak-ledak saat masuk ke dalam mobil. Bahkan baru kali ini Noel yang menyetir mobilnya sendiri, biasanya dia akan bersama supirnya, tapi pagi ini Noel begitu emosi sehingga tak sadar telah meninggalkan supirnya mengejar di belakang. Biasanya Noel tak seperti ini, dia adalah pria yang selalu memikirkan panjang- panjang setiap tindakan yang dia akan lakukan nanti. Tapi, selalu dirinya lepas kendali jika berhubungan dengan Bianca.Wanita itu seakan adalah titik lemahnya. Istri yang terpaksa menikah dengan dirinya itu adalah kelemahan Noel Klein. Dia sudah teramat mencintai wanita itu sehingga tak bisa berpikir jernih.Kini setelah menyetir beberapa lama dia baru menyadari kalau dia melupakan tas kerjanya juga selain meninggalkan supirnya di rumah. Pria itu segera menepikan mobilnya sambil memukul setir dengan kesal. “Vangke!” makinya dengan kesal. Pria itu dengan sebal melirik jam tangan yang hanya ada 6 di dunia itu dengan penuh emosi. Sejujurnya dia sudah terla
Bianca tak percaya apa yang baru saja terjadi. Pria itu benar- benar pergi meninggalkannya tanpa banyak bicara lagi. Bianca benar- benar tak mengerti apa yang ada di pikiran Noel. Kenapa dia tak bisa benar- benar mengerti apa yang dipikirkan suaminya itu? Secepat kilat mobil Noel menghilang saat Bianca mengejarnya, tentu saja wanita itu juga harus berpakaian dulu sebelum keluar dari kamar, sayangnya hal itu membuat Bianca hanya bisa menatap bagian belakang mobil suaminya yang melaju cepat meninggalkan pekarangan kastil mereka. “Semua salahku!” isaknya dalam hati sambil memutar tubuhnya. Seharusnya dia bisa menahan mulutnya. Biasanya dia bisa! Mama Alice sering membuat baret di punggungnya, dan Bianca tak pernah mengeluarkan suara apa pun! Harus bisa menahan lidahnya kalau tidak hukumannya akan lebih parah lagi dari punggung baret. Dengan langkah gontai, wanita itu melangkah kembali ke dalam kastil megah itu. Wanita itu mendengus saat melihat lukisan pernikahan mereka yang baru d
Bianca benar- benar takut saat mengantarkan Noel pergi. Wanita itu mengenakan gaun tidurnya dan segera mengikuti Noel menuju kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan heran. “Kamu mau apa?” tanya pria itu saat membuka pintu kamar mandi. Bianca yang tak sengaja mencium punggung suaminya karena Noel tiba- tiba berhenti, mundur beberapa langkah dengan panik. “Oh … iya ini kamar mandi ya?” kekeh wanita itu sambil menggaruk rambutnya dengan kikuk. Noel memandangnya dengan tatapan bingung sekaligus sedikit meremehkan.“Aku mau mandi, kamu mau ikut?” tanya pria itu lalu mereka berdua saling pandang- pandangan dengan panik. Noel seketika itu memaki dalam hati. Kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya lebih cepat dari yang dia pikirkan. Sedangkan Bianca bingung apakah itu perintah atau ajakan atau malah ejekan?“Eh … nggak … kamu mandi aja duluan,” gumam Bianca setelah berhasil mengumpulkan suaranya lagi yang hilang. “Oke … aku masuk,” jawab Noel dengan kikuk karena bingung harus menjawab
Kevin benar- benar habis akal. Bagaimana bisa tiba- tiba keluarga Kelly mengetahui kalau keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Semalam ayah Kelly memanggilnya dan bertanya banyak tentang bisnis fiktifnya. Walau gaya dari ayah Kelly itu seperti menelan bulat- bulat bualannya, tapi entah kenapa Kevin merasa tak yakin. Pria itu memandangnya dengan tatapan aneh.Lagi pula ada satu pria lagi yang harus dia pikirkan sekarang. Luuk Jaager. Entah kenapa pria itu kini terus mengawasinya juga. Hutang yang tadi dia pikir tak seberapa untuk Luuk, kini terasa sangat besar. Luuk meminta uangnya kembali sedangkan Kevin tak memiliki apapun sekarang kecuali nama keluarganya.“SIALAN!” maki Kevin sambil mau membanting handphonenya ke lantai, tapi tak jadi karena kalau sampai handphone itu rusak, Kevin tak memiliki uang untuk membeli handphone lagi. Akhirnya pria itu hanya bisa membanting tubuhnya ke sofa sambil kembali memaki.Pria itu meraih handphone dan melihat nama Bianca lalu menekannya. Seper
Pagi itu mereka bergulat dengan penuh gairah, seakan menumpahkan hasrat yang tertahan selama berbulan-bulan dalam satu hari. Noel hanya beristirahat sebentar sambil mengelus tubuh istrinya dengan mesra, mengagumi setiap sentinya dengan penuh perhatian. Jantung Bianca berdebar dengan kencang. Sejujurnya semua ini rasanya seperti mimpi saja. Dia terbangun dan ada Noel pun rasanya sudah seperti imajinasinya menjadi kenyataan. Tapi, kali ini pria itu bahkan memandangnya dengan penuh pemujaan sehingga hati Bianca seakan mau meledak rasanya. Saat pria itu bangkit, Bianca mengira kalau Noel akan pergi seperti biasa, tapi siapa sangka pria itu kembali mencumbu dan menyatu lagi dengannya sampai tiga kali di pagi itu.“Maaf, kamu pasti lelah ya,” erang pria itu dengan terengah-engah saat mencapai puncaknya lagi di atas tubuh istrinya. Wajah Bianca yang putih seperti keramik kini memerah setelah percintaan terakhir mereka. Dengan perlahan wanita itu tersenyum manja lalu menggeleng. “Nggak,”
Kenyang dan juga tidak tidur semalaman, Bianca sebenarnya sangat lelah. Sehingga saat merasakan kehangatan yang diberikan oleh suaminya, wanita itu seakan pesawat yang sudah tinggal landas. Apalagi saat Noel mulai mengusap rambutnya dengan lembut, bibirnya merayap di sekujur wajah dan lehernya. Hangat, nyaman dan kenyang, Bianca menutup mata dengan nyaman. Kedua tangannya merangkul pria yang sangat dia cintai. Namun sayangnya karena ini terlalu nyaman, wanita itu benar- benar tinggal landas dan tertidur pulas. Noel menghentikan ciumannya saat mendengar dengkuran wanita itu.“Cih … serius ciumanku segitu membosankannya sampai dia tertidur?” pikir Noel dengan tersinggung sambil terus mencoba mencium cerukan leher istrinya. Bibir wanita itu bergerak-gerak seakan membalas ciuman Noel, tapi matanya tetap terpejam dan dengkurannya terus terdengar rata.“Bian?” desah Noel berbisik di telinga istrinya lalu mengecupnya dengan mesra hal yang biasanya membuat Bianca mengerang nikmat kali ini h
Bagaikan mimpinya berlanjut, bibir Noel menguasai dirinya, ciuman yang panas dan penuh gairah membuat Bianca lupa mau bicara apa tadi. Dia hanya ingin pria itu tetap bersamanya, dan ternyata pria itu memang tak mau pergi. Tangannya kini berjalan perlahan, menyentuh bagian tubuh tersensitif Bianca. Sentuhan yang sangat Bianca rindukan. Separuh tubuh jiwa Bianca yang haus kini seakan melayang, jemari itu menguasai Bianca sehingga wanita itu berserah sepenuhnya. Lalu seakan tersadar pria itu terdiam dan menarik dirinya. “Jangan pergi…” pekik Bianca meratap segera menangkap dan memeluk suaminya dengan seerat dia bisa.Noel terkesiap kaget saat merasakan tubuh hangat Bianca dalam dekapannya. Segera otaknya menyuruh tangan melepaskan dekapan itu. Sudah gila dia mencium wanita itu? Wanita yang sudah berkhianat dan bersama kekasihnya kemarin! Tapi mendengar rengekkannya kembali membuat pikiran dan hati Noel tak sejalan.“Aku mau taruh ini Bian,” ujar Noel beralasan agar Bianca melepaskan pe
Bianca adalah wanita yang lembut, suaranya kecil dan jarang beremosi. Namun kali ini wanita itu mengusirnya dengan kasar, dan terlebih dari itu, Bianca membentak Noel untuk keluar dari kamar di rumahnya sendiri.Pria itu terdiam dan menatap gulungan selimut berisi Bianca di atas tempat tidur dengan perasaan campur aduk.Pelayan mengetuk dan datang membawa sup dan berbagai perlengkapan makan dalam kereta dorong. Aroma bawang putih mulai memenuhi kamar tidur membuat perut Noel mulai bergoyang karena sebenarnya pria itu berbohong, karena menunggu Bianca siuman, pria itu juga belum makan seharian. “Makanan sudah datang, ayo bangun dan makan!” perintah Noel mengabaikan Bianca. Wanita itu tak bergeming dalam gulungan selimutnya.“Bian!” “Nggak mau, kamu denger ‘kan apa kata dokter tadi, aku tu cuma kelelahan, aku lelah aku mo tidur!” ujar wanita itu dengan keras kepala. “Nggak, kamu butuh makan, nggak usah pake diet! Badan dah kurus begitu pakai diet!” desis Noel sambil menarik selimut
Dengan panik Noel membopong tubuh lunglai itu ke atas tempat tidur. Pria itu segera menutupi tubuh istrinya yang hanya mengenakan sehelai gaun tidur tipisnya dengan selimut, lalu segera berlari menekan tombol intercon memanggil pelayan berulang kali dengan panik. Dalam hati Noel sungguh bersyukur kalau dia memasang CCTV di kamarnya. Dia harus melihat apa yang terjadi semalaman, kenapa Bianca bisa tiba- tiba seperti ini?Lalu suara gemericik air membuatnya heran, pria itu masuk ke kamar mandi dan terkejut dengan air yang sudah luber memenuhi bathup. Tanpa menghiraukan kakinya akan basah, pria itu segera mematikan air yang masih mengalir dengan kening berkerut.“Apa dia mau mandi?” pikir pria itu dengan heran dan memandang ke sekitarnya secara sekilas namun tatapannya berhenti ke sebuah benda berkilat yang harusnya tidak ada di sana. Pria itu berjalan dengan ngeri lalu mengangkat benda pipih mengkilap itu. “Cutter?” Pria itu segera menutup cutter yang dalam keadaan terbuka itu. “Buat