Sebuah mobil berwarna hitam metalik terlihat memasuki halaman mansion. Dan begitu mobil berhenti di depan teras, seorang pria berparas rupawan keluar dari sisi kemudi. Kenan lalu berjalan memutari mobil guna membukakan pintu bagi sang Nona, disusul dengan membukakan pintu untuk Jimmy."Hey, hey! Aku sedang cidera. Kenapa kamu tidak peduli padaku, Melisa?" tanya Jimmy dengan sedikit bejingkit. Ia mungkin terkenal karma karena telah membuat gadisnya malu dan marah. Kakinya benar-benar sakit, tidak seperti tadi yang hanya terasa perih saja."Urus saja sendiri! Sepertinya kakimu baik-baik saja! Hanya satu yang ada di di dekat pangkal pahamu, kan yang bengkak?" Melisa melirik sekilas. Gadis itu kemudian menghentak lantai cukup kuat sambil membawa langkah kaki kecilnya menuju ke dalam mansion."Melisa! Meliiisaaa! Ini milikku bagaimana? Masih ngilu kamu getok dua kali tadi! Hei, hei! Tanggung jawab! Melisa!" Jimmy berteriak, namun gadis itu enggan menoleh.
Jimmy kembali ke dalam rumah. Anak mata birunya kemudian memindai seluruh ruangan. Tidak terdapat Melisa di sana, sehingga rasa usil pun kian menjadi. Ia akan membuat drama lagi kali ini."Bi! Bibi!" Jimmy memanggil salah satu assistant rumah tangganya untuk mendekat. Sesampainya di sofa ruang tamu, wanita berusia paruh baya tersebut lantas sedikit menunduk dan menatap dengan pertanyaan 'apa' di sana."Ambilin perban!" bisiknya sambil melirik kearah pintu kamar tamu yang masih menutup sempurna. Jimmy tidak mau acara pura-pura nya nanti diketahui oleh sang gadis incaran."Hah, perban? Untuk apa, Tuan Muda?" Kebiasaan, Bibi memang selalu menggunakan mata tadi berbicara dengan Jimmy."Ssst! Jangan banyak bicara! Pokoknya cepat ambilkan!" suruhnya. Jimmy sedikit menggeretakkan rahang, supaya pembantunya segera menuruti apa yang dia mau.Sebelum wanita itu beralih dari ruang tamu sana, ia mengimbuhi. "Jangan lupa plasternya sekalian!" suruh Jimmy."Baik, Tuan Muda." Asisten rumah tangga te
Armosfer di kamar tersebut seketika memanas. Buru-buru Melisa melepas genggaman pada batang kelapa yang ada di pangkal paha.“Eits, mau ke mana kamu, ha? Tanggung jawab!” Jimmy menegakkan tubuh. Pria itu paling tidak suka jika Melisa menggodanya.Ah, bukan menggoda. Dasarnya si Jimmy saja yang tergoda sekaligus tergila-gila pada gadisnya.“Om, jangan! Suer, aku nggak sengaja pegang!” jawab Melisa susah payah menelan salivanya.“Kau selalu saja cari perkara! Kalau sudah begini, siapa juga yang repot, ha?”Melisa kini diam, tak menanggapi ucapan Jimmy yang datar dan menakutkan. Pergelangan tangannya masih dipegangi oleh pria ini, jantung oun turut berdebar dan seakan mau lepas dari tempatnya.“Melisa!”“Mmmm, i-iya, Om. Janji, aku nggak lagi begitu.” Melisa menghembuskan napas sekilas.“Temani aku tidur!”“Tidak mau!” tolaknya dengan nada tegas.“Aku tak akan mengapa-apakanmu, percayalah.” Jika
Pagi ini, Rehan seperti biasa bertandang ke rumah istrinya. Uang sudah tidak punya, membuat ia kebingungan mencari pinjaman kemana. Karena ia terus-terusan bermain slot judi online, maka itu dia ingin menemui Rina guna meminta pinjaman. Kali saja beruntung, ya kan? Apa salahnya mencoba."Rin, Mas sampe nih!" ucapnya di depan rumah mertua. Itu memang tidak memiliki urat malu sedikit pun. Meski sudah mengusir istri kedua nya dengan kejam, tetapi masih tidak tahu malu Rehan menghampiri wanita tersebut."Percaya diri sekali dia datang kesini dan menyebut mu sebagai suamiku," seloroh Rina yang terpaksa harus menemui suaminya di teras rumah. Ibunya memang tidak mempersilakan pria itu masuk, hanya memberitahukan sekilas kala di dapur tadi.Pria yang sejatinya baru menikahi Rina beberapa bulan ini sudah menggores kan luka cukup dalam pada hati Bu Sari, ibunya Rina.Maka dengan raut wajah cemberut, wanita tua seusia Mama Tami tersebut hanya mempersilakan menantunya untuk duduk di kursi teras.
Melissa menggeser tubuhnya dan menjaga jarak dari pria itu. Lama-lama berdekatan dengan Jimmy, perasaannya semakin tidak terkendali. Kendati dirinya sudah dijatuhi talak 3 dari suaminya, tetapi surat yang menyatakan bahwa dirinya sudah janda tersebut belum didapatkan oleh Melisa. Maka dari itu, wanita berusia 21 tahun tersebut tidak mau berdekatan dulu dengan Jimmy. Karena menyebabkan perasaan yang meledak meledak di dadanya.Ia membuang pandangan ke arah jendela. Tidak mempedulikan pria yang saat ini jelas-jelas masih menatapnya tanpa henti."Hei, Melisa. Kenapa kamu selalu saja menolak sentuhan ku?" Jimmy pertanyaan seolah-olah pria itu adalah laki-laki yang tidak paham bagaimana perasaan seorang wanita. Ia mengerti bahwa gadisnya masih malu-malu kucing. Namun, dirinya memang sengaja menggoda."Bukan mahram, Om! Jauh-jauh! Aku pengen jadi ...." Melisa sebenarnya tidak ingin berdekatan dengan laki-laki manapun setelah dia di ceraikan oleh suaminya. Tetapi, Jimmy malah melakukan pend
Kedua orang itu kemudian sampai sebelum melakukan hal yang tidak tidak. Melisa sedikit bersyukur karena tidak di apa-apa kan oleh pria yang mempunyai segudang pesona tersebut.Sejak tadi, tubuhnya gemetar saat isi kepala dipenuhi oleh bayangan percintaan panas yang akan dilakukan mereka di mobil yang bergerak tersebut. Ternyata setelah sekian menit berjalan, ketakutan yang tidak terjadi."Kita sudah sampai di lokasi, Tuan. Tuan Muda Austyn juga sudah menunggu di ruangan Anda." Sang sopir memberitahukan hal itu.Seketika, Jimmy mencelos. Padahal dia ingin menikmati suasana indah percintaan dalam mobil yang bergerak seperti ini. Ia belum pernah mencobanya sama sekali dengan wanita manapun."Ck! Kau ini mengganggu saja!" Jimmy tampak tidak suka. Ia melirik sekilas ke arah Melisa. Mengajak wanita itu untuk turun dan memapahnya menuju ke dalam sana."Hei, Baby. Ayo ntar aku ke dalam sana. Aku tidak bisa berjalan dengan normal sekarang," ucapnya dengan nada menggoda. Sayangnya, lagi dan lagi
Laki-laki yang memakai kemeja hitam tersebut masih berdiri dengan tatapan yang tidak menentu. Sedangkan sang sahabat malah berpikir yang tidak-tidak tanpa membawa makhluk halus segala "Kok bisa berubah? Tadi isinya beneran uang Rp500.000, loh!" Rehan memberi tahu sahabatnya. Laki-laki itu kemudian termenung dan mencoba untuk mencerna kembali apa yang baru saja dialami.Gibran model mulai berpikir waras, setelah dugaannya tidak cukup bukti. "Memangnya, apa kamu sudah meneliti uang yang kamu masukkan ke dalam amplop itu?" tanyanya mengulik sesuatu.Rehan termenung sejenak. Ia memang tidak menentu uang yang dimasukkan ke dalam amplop tersebut meski istrinya sudah menyuruh untuk mengecek lebih dahulu."Tidak! Uang itu pemberian dari istriku, Gib. Jadi, aku percaya saja dan tidak menghitung uang yang ada di dalam sana." Rehan menjelaskan secara singkat kejadiannya."Istri? Kenapa istrimu memberikan dalam amplop? Tidak menyerahkan seperti biasanya?" Gibran nampak curiga. Sebab akhir-akhir i
Tidak hanya panas, telinga Jimmy rasanya hampir tuli karena harus mendengar ocehan yang keluar dari bibir Melisa sepanjang perjalanan menuju kantor. Sesampainya di sini, wanita itu juga masih ngomel-ngomel tidak jelas karena Jimmy kedapatan membohonginya."Kalau tahu begini caranya, aku juga tidak akan mau diajak ke kantor sepagi ini, Om! Iiih! Om tuh pokoknya nyebelin! Selalu saja mencari-cari alasan untuk deket-deket denganku!" Melisa meluapkan semua emosinya saat itu juga kepada ....Eh, siapa agaknya Jimmy untuk Melisa? Kekasih juga bukan, teman dekat juga bukan. Mereka hanya pernah kenal dan kemudian saat ini tinggal bersama. Itu saja, tidak lebih.Jimmy tidak mengindahkan semua ocehan Melisa. Bibir manis yang pernah tersebut masih saja ngomel-ngomel saat ia telah menarik lengan kiri menuju ke lantai 10.Sesampainya di ruangan tersebut, Melisa menolak dengan tegas saat diminta menemaninya bekerja."Ayo masuk, jangan lama-lama dan saran membuatku marah!" Jimmy sedikit memaksa. Laki