“Ya, dia berusaha menciummku, tapi aku menolaknya. Kalau kau melihat dengan lebih teliti dan bukannya terpancing mengikuti emosimu yang labil itu, kau pasti melihat bagaimana aku berusaha menjauh darinya! Apa kau berpikir serendah itu tentangku?” Mata Alex berkobar, membuat Cahaya disengat perasaan bersalah karenanya.“Gadis kecil sepertimu sepertinya memang terbiasa mengikuti emosinya daripada menggunakan akalnya,” tambah Alex dengan rahang terkatup rapat.“Alex aku…”Tapi Alex mengangkat tangannya, menghentikan ocehan Cahaya.“Aku tidak ingin mendengar apa pun. Kalau interogasimu sudah selesai dan kecurigaanmu sudah terpuaskan sebaiknya kau tidur atau kau mau kembali ke villa?” Alex mengatakannya dengan manis, tapi Cahaya bisa merasakan kemarahan dalam setiap katanya.Sekarang apa?Ia salah karena menuduh Alex, tapi kenapa Alex sepertinya menyembunyikan sesuatu? Ia mengikuti gerakan Alex lewat tatapan matanya saat pria itu bergegas berjalan ke kamar mereka, meninggalkan Cahaya yang
Dibawah tatapan smeua orang yang ada di ruangan Cahaya rasa-rasanya ingin melarikan diri. Mungkin Alex bisa melihat niatnya itulah sebabnya kenapa pria itu duduk di samingnya dan menggenggam tangannya erat seolah mencegahnya melakukan niatnya.Cahay gelisah setengah mati. Ini salah satu momen yang paling dibencinya. Orang-orang berkumpul untuk menyelesaikan masalah yang timbul karenanya.“Apa pendapatmu? Kurasa sebagai kepala PR-ku kau pasti punya solusi untuk ini?” Alex yang duduk di sampingnya mulai membuka suara dan Cahaya sungguh tidak menyukai nada suaranya yang mengintimidasi dan penuh tekanan.Adam menghela napas. “Ada 2 solusi yang bisa kuberikan. Cahaya muncul di depan media dan—““TIDAK‼” Cahaya berteriak sebelum ia bahkan menyadarinya—mengejutkan semua orang. Keberaniannya muncul mendengar saran kepala humas Alex. Demi apa pun muncul di media tidak pernah membuatnya nyaman. Bayangan berdiri dibwah pandangan semua orang begitu mengkahwatirkan hingga Cahaya lebih memilih bers
Cahaya menyukai apa yang ia lihat setiap paginya—ralat, tidak setiap pagi karena sepertinya Alex tidur lebih sedikit dibanding dirinya, tapi untuk saat ini Cahaya menyukai apa yang dia lihat.Alex masih tidur dan ini jarang terjadi karena biasanya saat Cahaya membuka mata pria itu sudah berpakaian dengan pakaian kerjanya. Alex pasti kelelahan.Cahaya menumpu kedua tangan dibawah wajahnya, menikmati pemandangan wajah Alex yang tampan. Alex memiliki bulu mata yang lebat dan itu diperindah dengan warna mata hitam dengan iris kekuningan yang menakjubkan. Bibir penuhnya selalu membuat Cahaya penasaran bagaimana rasanya dicium pria itu. Tangannya terulur, gatal ingin menyentuh rahang kokoh Alex, tapi ia mengurungkan niatnya, takut membangunkan Alex.“Kurasa kau menikmati memandang wajahku.”Cahaya membelalak. “Kau…apa kau sudah bangun dari tadi?”Alex berpaling pada Cahaya. “Yup.”Rambutnya yang acak-acakan haya menambah daya tarik pria itu.“Kenapa kau tidak bilang!” cetus Cahaya, merasa d
Alfred tertawa pelan mendengar pertanyaan Cahaya. Matanya yang biasanya tidak menunjukkan emosi kali ini terlihat bersinar. Pertanyaan Cahaya sepertinya benar-benar menghiburnya.“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, Nak? Apa yang bisa aku dan Alex sembunyikan?”Cahaya mengusap lehernya dengan gerakan tidak nyaman. “Karena sepertinya Kakek dan Alex berusaha keras membuatku menjadi sesuatu. Alex bersikeras agar aku ikut pelatihan media dan Kakek juga mengatakan hal yang sama. Jadi menurutku….”Alfred meraih biskuitnya. “Itu hal yang bermanfaat, tahu bagaimana harus bersikap dan mengatakan apa di depan media itu penting karena jika tidak mereka akan menancapkan cakarnya di wajahmu. Itu semacam pelatihan untuk melindungi dirimu.”Cahaya meringis. “Kurasa media tidak seburuk itu, Kek?”Polos dan lugu.Cahaya sama sekali tidak tahu kalau kekuatan media bisa menghancurkan seseorang sampai hancur tak bersisa, tapi mungkin bukan hal yang tepat untuk mengatakannya sekarang karena Alfred ya
Ambisi bukanlah hal yang buruk. Emosi itu membuatmu kuat dan bertahan, itulah yang selalu diyakini Alex saat ia duduk di kursinya memandang langit dan bangunan-bangunan tinggi menjulang dari ruangan kantornya yang besar dan luas.“Bukan hal yang bagus jika dalam perjalanannya kau melakukan segala cara. Bukan begitu cara kerjanya, Alex.”Itu nasihat grandpanya saat ia mengatakan pendapatnya. Alex memijit pelipisnya, bagaimanapun Alex harus melakukan sesuatu karena sekarang ada Cahaya yang harus ia lindungi.Mengingat wanita itu berhasil menerbitkan senyum di wajah Alex. Tepat seperti yang dikatakan grandpanya, gadis itu jelas membawa perubahan dalam rumah yang kaku dan dingin itu. Cahaya tahu bagaimana membuat suasana menjadi lebih hidup dan berwarna. Bersamanya…Alex selalu merasa bebas seolah beban yang ada di pundaknya terangkat.“Sir…”Alex pasti terlalu sibuk dengan benaknya sampai tidak mendengar suara sekretarisnya. Ia membalik badan dan melihat Viona muncul.“Sir, Olivia dan tim
“Jelas tidak!”Kenapa Alex bahkan tidak terkejut mendengarnya?“Kenapa?”Cahaya melotot seakan mengatakan seharusnya Alex sudah tahu jawabannya dan meski Alex bisa menebaknya tetap saja ia ingin mendengar alasannya.“Lihat aku,” Cahaya merentangkan tangannya seolah Alex belum melihatnya dengan jelas.“Aku sedang melihatmu.”Cahaya memutar matanya. “Aku bukan orang berpendidikan, jika ada sesuatu yang benar-benar bisa kulakukan dengan baik maka membuat kekacauan berada dalam urutan teratas. Selain itu aku tidak tertarik sama sekali dengan dunia saham kalian.”“Apa yang membuatmu tertarik Cahaya?” tanyanya penasaran.Sebelum Cahaya menjawab pintu kantornya diketuk. Viona muncul dengan senyum minta maafnya.“Maaf Sir, pertemuan selanjutnya akan berlangsung dalam 10 menit.”Alex tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Apa sudah selama itu ia dan Cahaya berbicara? Aneh bagaimana waktu terasa cepat berlalu padahal biasanya Alex cenderung merasa cepat bosan. Ia melirik Cahaya yang sibuk
“Bagaimana rasanya menjadi wanita cacat? Pasti menyedihkan?”Wanita cacat?Itu penghinaan yang menyakitkan, terutama ketika yang mengatakannya seseorang yang kau hormati, tapi Cahaya tidak akan menunjukkannya. Menunjukkan kalau kata-kata itu melukainya hanya akan membuatnya terlihat lemah dan Cahaya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sebagai respon Cahaya menarik sudut mulutnya ke atas.Alex memiliki jenis tatapan hangat yang menenangkan sementara pria di depannya memiliki tatapan seperti harimau. Waspada dan mengintimidasi.“Tidak menyedihkan, Ayah, karena aku dikelilingi orang-orang baik.”David menyentuh dagunya sementara tatapannya tidak pernah beralih dari Cahaya.“Ouh ya? Setahuku disleksia membuatmu menjadi bodoh. Tidak bisa membaca, tidak bisa berhitung angka sederhana dan bahkan menentukan arah. Kurasa kau jauh lebih bodoh dari anak 7 tahun.”Sabar, sabar.Bunga tersenyum. “Tidak bodoh. Kami disleksia tetap bisa menjadi manusia normal seperti yang lainnya. Kami bekerja da
“Apa?” wajah Alex menunjukkan kalau pertanyaan itu benar-benar mengejutkannya. Setidaknya misi untuk mengalihkan pembicaraan berhasil meski sekarang Cahaya benar-benar penasaran setelah melihat ekspresi terkejut Alex.“Kenapa kau terkajut?”Alex menggerakkan kepalanya ke satu sisi. “Itu bukan pertanyaan yang kupikir akan kau tanyakan. Kenapa kau penasaran? Apa ini berhubungan dengan ucapan pria itu?”Pria itu? Padahal itu ayahnya.“Bukan,” kilahnya, mengutuk dirinya sendiri karena hampir saja pembicaraan yang dimaksudkan untuk meringankan suasana terancam gagal dilakukan karena ia tidak bisa menahan mulut.“Aku hanya penasaran. Kau tahu? dalam film-film yang kutonton biasanya pria kaya dengan kedudukan sepertimu selalu dikelilingi banyak wanita cantik.”“Kau cemburu?” goda Alex, matanya berkilat geli.“Apa? tentu saja tidak!” bantah Cahaya. “’Aku hanya ingin membuktikan teoriku.”“Teorimu?”“Bahwa pria kaya selalu dikelilingi banyak wanita.”Bibir Alex melengkung ke bawah. “Kurasa kau
“Lepaskan Alex, kau menginvasi ruang pribadiku.” Cahaya berusaha melepaskan diri dari suaminya dan untungnya Alex segera melepaskannya.“Jangan bercanda seperti itu lagi.”Cahaya mendengus. “Tidak masalah kalau kau bercanda seperti itu dan menjadi masalah ketika aku yang melakukannya? Kalian kaum pria memang seperti itu kan?”Cahaya mempercepat langkahnya karena tidak ingin berurusan lebih lama dengan Alex.“Cahaya tunggu!”Cahaya menulikan pendengaraannya. Ia masuk ke supermarket, mengabaikan kehadiran Alex yang terus mengekor di belakangnya. Beberapa pengunjung menatap mereka penuh minat, tapi Cahaya tahu mereka bukannya tertarik pada mereka, tapi pada Alex khususnya.“Aku bisa melakukan ini sendiri. sebaiknya kau pulang. Keluargamu pasti mencarimu.”“Aku bukan anak kecil lagi Cahaya dan keluargaku ada di sini.”Cahaya berhenti, ia menoleh pada Alex yang tersenyum menatapnya.“Aku tidak akan pulang.”“Aku akan membawamu meski harus menyeretmu Cahaya. Kau yang pilih jalannya.”Cahaya
Cahaya memandnag Alex dengan tatapan penuh curiga, yakin pria itu tidak menyadarinya karena ruangan yang gelap gulita. Apa yang dia pikirkan? Apa Alex pikir ia akan menyerah hanya karena pria itu datang menjemputnya?“Sebaiknya kau pulang, Alex, orang-orang pasti akan mencarimu.”“Kau mau pergi bersamaku?”“Dalam mimpimu.”Alex bergelung di ranjangnya yang kecil. Jasnya sudah di lepas dan sekarang digunakan sebagai selimut yang hanya bisa menutupi bagian depan tubuhnya. Cahaya melirik selimut miliknya. Ia tidak akan memberikannya tidak peduli jika pria itu kedinginan.“Kalau begitu kita akan di sini.”“Terserah, tapi aku tidak akan kembali.”“Jangan terlalu gegabah membuat keputusan. Siapa yang tahu kalau besok kau berubah pikiran?”Cahaya ikut menyampingkan tubuhnya. Dia berbairng membelakangi Alex. “Jangan terlalu berharap, kalau itu yang kau inginkan sebaiknya kau bersiap-siap kecewa.” Cahaya membalut tubuhnya dengan selimut sampai ujung kepala, tidak peduli jika panas dalam ruanga
Alex menekan bel dengan tidak sabaran, mengabaikan fakta kalau dia datang di malam hari dan orang-orang mungkin sudah mulai tidur.“Ayolah,” keluhnya tidak sabaran. Alex menyapu rambutnya gusar memandang pintu yang tertutup seolah semua penyebab kekacauan yang dialaminya diakibatkan oleh benda mati tersebut.Ketika Alex berniat menekan bel kembali pintu rumah itu akhirnya terbuka. Seorang wanita muncul. Alex mengenalinya sebaga Flo, teman serumah Cahaya sebelum gadis itu menikah dengannya.“Apa Cahaya ada di sini?” tanyanya tanpa basa-basi.Kening Flo mengerut. “Tidak, dia tidak ada di sini. Kenapa dia ada di sini?” tanya Flo balik.Menilik dari penampilannya Alex tahu wanita itu sedang tidur dan mungkin terbangun karena kedatangannya. Jika Cahaya tidak ada di sini, di mana gadis itu berada? Ponselnya masih tetap mati.Alex memejamkan matanya, berusaha menekan amarah yang mengancam akan meledakkannya.“Apa terjadi sesuatu?” tanyanya Flo penuh selidik, ada kecemasan dalam suaranya.“To
Cahaya benci dengan reaksi tubuhnya seolah setiap inci bagian dalam dirinya mengenali Alex. Kapanpun pria itu berada dalam jarak pandangnya, Cahaya selalu merasa getaran aneh memenuhi dadanya hingga membuat darahnya panas. Sebisa mungkin Cahaya mempertahankan pandangannya dengan Alex. Tidak mudah, terutama saat pemilik mata kelam dan wajah rupawan itu memutuskan untuk mempertahankan pandangan.Tidak ingin dirinya berakhir konyol, Cahaya memutuskan kontak di antara mereka dan buru-bur membuat jarak.“Bagaimana kalau kita pergi sekarang?” Cahaya pura-pura sibuk menatap jam tangannya dalam usaha mengalihkan pembicaraan dan mencairkan suasana tegang yang berputar-putar di antara mereka.Cahaya bertaruh dalam hati agar tidak memandang Alex karena tahu akibatnya seperti apa, tapi keinginan yang menguasainya seperti api yang membakar kayu sampai habis tak bersisa. Saat ia memandang Alex, pria itu masih tetap memandangnya. Cahaya buru-buru membuang muka.“Kalau kau sibuk sebaiknya aku—““Apa
Alex mengikuti Cahaya lewat tatapan matanya. Apa yang terjadi? Apa yang ia lewatkan? Alex tidak pernah melepaskan pandangannya dari Cahaya saat wanita itu perlahan masuk dengan keanggunan yang membuatnya kagum. Tidak ada lagi hiasan rambut berupa pita dengan warna menarik yang selalu menghiasi kepala Cahaya. Pakaian konservatif yang biasanya menutupi lekuk tubuh Cahaya kini digantikan oleh gaun selutut berwarna nude yang mempertontonkan kulit putih tanpa celanya.Busana berpotongan rendah itu membuat Alex kehilangan kata-kata dan sudah lama sekali ia tidak merasakan hal itu. Alex seperti seseorang yang dipaksa menelan pil paling pahit di dunia hanya untuk menyadari kalau rasanya semanis madu.Siapa bisa menyangka kalau Cahaya bisa tampil seperti sekarang? Elegan dan memesona. Busana itu jatuh membalut tubuh Cahaya seperti kain satin yang lembut dan berkilauan. Pandangannya jatuh pada tungkainya yang jenjang, tungkai panjang yang akan membuat pikiran-pikiran pria berkelana saat melihat
“Katakan kalau kau berbohong?” Flo menatap Cahaya dengan tatapan tidak percaya. Makanan yang sudah setengah jalan menuju mulut kini melayang di udara.“Sayangnya tidak.”Flo berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir.“Aku tidak mengerti. Kenapa?” tanyanya.Cahaya mengangkat bahunya karena ia sama bingungnya dengan sahabatnya. Apalagi yang bisa ia lakukan selian menerima semuanya?“Apa dia normal?”Cahaya membelalak. “Tentu saja!” dengusnya.“Lalu apa masalahnya? Dia normal dan kau juga normal. Hubungan fisik tidak selalu melibatkan perasaan Cahaya. Seks bisa dilakukan hanya karena kalian sama-sama tertarik atau bahkan hanya karena penasaran, jadi kenapa kalian yang bahkan sudah suami istri dan tidur di ranjang yang sama belum melakukan apa pun?”Cahaya mengusap tengkuknya, pertanyaan itu membuatnya rendah diri. Bagaimanapun bisa dikatakan alasan kenapa Alex belum menyentuhnya karena pria itu sama sekali tidak melihatnya sebagai wanita.“Mungkin karena dia benar-benar tidak menganggapku
“SIALAN‼”Suara gelas yang pecah menggema memenuhi ruang tamunya yang mewah. Cairan merah pekat dengan cepat membasahi lantai marmer yang dilapisi karpet berwarna putih. David mulai berjalan mondar-mandir membuat ketiga orang yang kebetulan satu ruangan dengannya menatapnya dengan waspada seolah David bisa saja menyerang mereka dan berubah menjadi gila.“Wanita sialan itu mendapatkan warisan, bisa kalian bayangkan kegilaan itu! dan seakan belum cukup gila anak yang belum jelas keberadaannya mendapatkan bagian saham juga? Apa ada yang lebih sinting dari itu?” teriaknya marah.Kedua tangan David mengepal sangat erat. “Alfred bodoh itu benar-benar tahu bagaimana membuat kita kesal rupanya.” Tawanya pecah, namun, tidak seorangpun di ruangan itu yang kelihatannya tertarik untuk tertawa.“Padahal dia punya putra tapi dia lebih suka menyerahkan semuanya pada Alex, lalu dia anggap apa kami selama ini.” Kegetiran dalam suaranya semakin menyuramkan ruangan.“Kenapa Alex? apa yang dia lakukan ya
Inilah pertama kalinya semua keluarga Hardin berkumpul dalam satu ruangan. Cahaya bahkan ingat kalau kedua orang tua Kavin tidak menghadiri pernikahan mereka, tapi sekarang sepasang suami istri itu tengah duduk dengan tenangnya di antara semua orang seolah ini hanya pertemuan rutin yang biasa dilakukan.Begitu mendapat telepon dari pengacara Kakek Alfred, ia dan Alex bergegas pulang dari Mykonos dan meski Cahaya sudah melakukan semua cara untuk membujuk Alex agar pria itu mengatakan alasan kenapa mereka harus pulang secepatnya, Alex menolak menjawabnya sampai sekarang. Jadi di sinilah mereka, duduk di sofa keluarga di antara semua yang hadir.Cahaya mengamati satu persatu wajah yang ada di hadapannya. Meski bukan ahli dalam membaca wajah tapi Cahaya harus mengakui dengan berat hati kalau duka jelas tidak ada di wajah mereka semua.Mungkin yang dikatakan Alex benar bahwa tidak seorang pun yang berduka kehilangan Kakek Alfred. Dan Cahaya tidak bisa tidak merasa sedih untuk pria tua itu,
Seharian ini Alex mengacuhkannya. Pria itu sibuk dengan dunianya sendiri. Begitu tiba di Mykonos, Alex sama sekali tidak membuang waktu. Dia masuk ke dalam kamar yang keberadaannya belum pernah Cahaya masuki dan sampai sekarang belum keluar.Cahaya mondar-mandir di kamarnya—atau kamar mereka lebih tepatnya. Sudah 12 jam berlalu sejak kedatangan mereka ke pulau ini yang berarti sudah selama itu Alex terjebak di sana. Sebenarnya apa yang dia lakukan di kamar itu atau yang lebih membingungkan apa yang mereka lakukan di sini?Cahaya gelisah takut terjadi sesuatu, tapi suasana hati Alex yang gelap menyurutkan keberaniannya untuk mendekati pria itu.“Ayolah, Cahaya, dia suamimu sendiri, memangnya apa yang bisa terjadi?” Cahaya bergumam sendiri saat berdiri di depan kamar tempat Alex mengurung diri.Cahaya menarik napas dalam-dalam kemudian mengetuk.“Alex….”Tidak ada jawaban selain keheningan, Cahaya kembali mengetuk sampai beberapa kali hanya untuk mendapatkan jawaban yang sama. Takut ter