Inggrid menelan ludah dengan susah payah ketika tangan Axton bergerak menelusuri lehernya dan mengusapnya dengan permukaan ibu jari. Matanya menatap manik mata pria itu dengan rasa aneh yang tersulut tanpa tahu rasa apakah itu.Bibirnya seketika terasa kering dan butuh sesuatu untuk membasahinya. Mengabaikan rasa tersebut, Inggrid mencoba bersuara. “Apakah kita bisa menyembuhkan induk kuda itu?”“Aku tidak tahu, berbagai cara sudah aku lakukan untuk menyelamatkannya, tetapi tampaknya usahaku sia-sia saja. Besok akan ada dokter dari luar kota untuk memeriksa keadaannya, aku harap keadaannya baik-baik saja,” jelas Axton.“Bolehkah aku tinggal sampai kuda itu benar-benar sembuh?” Inggrid mengajukan penawaran.“Kuda itu memiliki nama, Moon. Jangan berharap banyak dengan keadaan Moon, aku tidak kamu kecewa nantinya” ucap Axton memperkenalkan kudanya dan mengingatkan kondisinya.“Nama yang cantik,” balas Inggrid.Axton kembali bersuara melanjutkan perkataannya. “Tinggallah selama kamu mau,
Inggrid mencengkeram tali kekang kuda bukan karena merasa takut ketika dia menunggangi kuda bersama Axton menuju ke hutan lindung yang ada di pinggir peternakan, namun karena keberadaan pria itu di belakang tubuhnya.Dada bidang dan liat Axton menempel di punggungnya dan mengirimkan sensasi aneh membuat inti miliknya memanas.Rasa gugup menyerang, membuat konsentrasinya pada kuda yang ditungganginya menjadi buyar. Matanya tak menatap jalan yang dilaluinya namun sesekali melirik ke belakang untuk melihat ekspresi Axton.“Lihatlah ke depan dan perhatikan langkah kudamu! Kamu akan jatuh jika terus melihat ke belakang,” ujar Axton sambil terus memacu kudanya membantu Inggrid mengendalikannya.“Aku rasa kudanya terlalu berat untuk kita berdua,” Inggrid membuat alasan.“Karena itu belajarlah dengan cepat agar kamu bisa mengendalikan kudamu sendiri, besok kamu bisa memilih kuda mana yang ingin kamu tunggangi.”“Lihat sungai itu! sepertinya sangat segar jika kita berhenti sejenak di sana,” ka
“Apakah ini tidak terlalu cepat? Kita baru saja kenal, belum banyak yang aku ketahui tentangmu dan juga sebaliknya, kamu belum mengetahui banyak hal tentangku,” Inggrid memastikan niat Axton.“Setelah bertahun-tahun aku sendiri, aku tidak pernah menginginkan seorang wanita lagi. Namun ketika aku bertemu denganmu, kehidupanku kembali memiliki arti dan aku ingin selalu berarti bagimu, menjaga dan membuatmu bahagia,” ungkap Axton tulus.Inggrid menatap manik mata Axton, menilik keseriusan pria tersebut yang tampak nyata tidak ada yang ditutupi oleh pria itu.Seketika Inggrid terbuai oleh romantisme tersebut, dia lupa jika mamanya akan menentang keras jika dia berhubungan dengan pria yang tidak dikenalnya karena mamanya akan menganggap pria tersebut sebagai ancaman.Namun suara hatinya, membuat Inggrid tidak berpikir jernih. Di kepalanya terdengar suara, “Kamu pantas bahagia Inggrid. Dua puluh tahun kamu terjebak dalam kesendirian, sampai kapan kamu akan seperti itu. Berapa kali kamu memi
Melihat ada kemarahan di mata Axton, Inggrid langsung bungkam. Dia tidak ingin membuat Joseph mendapat masalah.“Apakah kamu tidak melihat orang yang memberikan minuman ini padamu?” cecar Axton.Inggrid menggeleng menjawabnya. “Hanya seseorang yang lewat di depanku dan menawariku minuman itu. Aku sungkan menolak, jadi aku menerimanya. Memangnya ada apa dengan minuman tersebut? apakah itu berbahaya untukku? Karena aku merasa baik-baik saja.”“Aku harap kamu akan benar-benar baik-baik saja, hanya segelas aku kira efeknya tidak akan banyak bagi tubuhmu,” ucap Axton yang tidak tahu jika Inggrid telah meminum dua gelas penuh dan menghabiskan keduanya, namun Inggrid diam karena takut Axton semakin marah.“Bisakah kita berkeliling untuk melihat semua acaranya? Aku sudah seperti orang bodoh dari tadi berdiam diri disini seorang diri,” ajak Inggrid mengalihkan perhatian Axton.Axton menggandeng tangan Inggrid dengan posesif dan mengajaknya berkeliling. Menikmati makanan yang terhidang dan hibu
“Aku tidak mabuk,” bantah Inggrid dengan senyum terkembang tanpa rasa bersalah karena dia sendiri tidak sadar dengan apa yang dia lakukan atau katakan.Minuman yang Joseph berikan adalah minuman rempah khas penduduk Woodstock yang bisa membuat siapapun yang meminumnya memiliki sensasi luar biasa dari segala fantasinya.Sayangnya, Inggrid tidak tahu tentang sejarah atau efek minuman rempah tersebut dan mengira jika minuman yang Joseph berikan adalah minuman biasa seperti yang biasa terhidang di pesta-pesta.“Kamu benar-benar mabuk Inggrid, kita pulang sekarang,” tegas Axton.“Aku belum mau pulang, aku masih ingin menikmati acara pestanya,” tolak Inggrid menghentakkan tangan Axton yang memegangnya.Namun dengan cepat, Axton kembali memegangnya dan mendekap tubuh wanita itu. “Tidak ada bantahan lagi, kita pulang sekarang.”Axton membawa Inggrid menjauh dari pesta rakyat itu, lalu memasukkannya ke mobil. Dia mendudukkan Inggrid di kursi penumpang bagian depan, lalu menutup pintunya keras.
Inggrid tidak tahu sejak kapan Axton telah melepas semua pakaian karena sibuk menikmati apa yang pria itu berikan. Dia membuka mata ketika Axton merangkak naik sehingga mata mereka saling terkunci.“Apakah kamu yakin dengan apa yang akan aku lakukan padamu? Setelah ini terjadi, kamu tidak akan bisa mengembalikan keadaan lagi dan kamu akan menjadi milikku.”Axton memberi waktu pada Inggrid untuk berpikir atas tindakan yang akan dia lakukan terhadap wanita itu sehingga tidak ada hal yang perlu disesali setelah semua terjadi.Seharusnya Inggrid memanfaatkan kesempatan itu dengan baik, tetapi sayangnya dia tidak bisa berpikir jernih lagi. Yang dia inginkan adalah kenikmatan yang mampu Axton berikan.Tangan Inggrid bergerak menelusuri bahu Axton yang kekar dengan kulit kecoklatan karena paparan sinar matahari. Lengan besar pria itu terasa sangat liat di permukaan tangannya, ototnya keras dan menggetarkan dirinya.Dengan rona malu, tangan Inggrid bergerak menelusuri dada bidang dengan rambu
Axton membuka mata saat mendengar seseorang membangunkannya. Matanya langsung bertabrakan dengan mata indah Inggrid, sayangnya mata itu terlihat gelisah dan cemas. Dia pun menarik tubuh Inggrid yang sudah menjauh dari dekapannya, membuat wanita itu terkesiap.“A-apa yang terjadi semalam?” tanya Inggrid dengan gagap dan nada terbata.“Apa kamu tidak mengingatnya sama sekali?” Axton menanggapi sikap Inggrid dengan lembut dan santai.“Hanya potongan kejadian seperti puzzle yang tak bisa aku rangkai dengan baik,” terang Inggrid.Axton mengambil tangan Inggrid dan mengangkatnya, dia memperlihatkan cincin kayu yang indah yang terpasang di jari mereka. “Kita telah menikah, apakah kamu ingat?”“Menikah?” seru Inggrid seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar.“Ya menikah dan saat ini statusmu adalah istriku,” tegas Axton.Inggrid menatap Axton tak percaya, namun ingatan akan ritual aneh dan ingatan akan dirinya memasangkan cincin itu di jari manis Axton membuatnya tak bisa membantah. “Ap
Inggrid yang tadinya menolak ajakan Axton, kini hanya bisa pasrah dalam kendali pria itu yang dengan mudah membuatnya berbalik menginginkannya. Axton menelusupkan tangan ke balik kemejanya dan mengusap pelindung dadanya.Meski tidak menyentuh kulitnya secara langsung, namun usapan itu membuat tubuhnya meremang. Desahan lembut lolos dari bibirnya dan teredam oleh lumatan bibir Axton.Sadar jika Inggrid tak lagi menolak dan bahkan menikmati sentuhannya, Axton melepas satu persatu kancing kemeja istrinya. Perlahan dia menurunkan kemeja tersebut hingga bahu putih Inggrid terpampang indah di hadapannya.Tak menyia-nyiakan hal tersebut, bibir Axton bergerak turun dan menghujani bahu itu dengan kecupan panas membuat Inggrid menggeliat menikmati apa yang suaminya lakukan.“Axton, apakah kamu yakin dengan tempat ini? mari kita pulang,” engah Inggrid masih berusaha berpikir sehat.“Percayalah padaku, kamu pasti akan menyukainya,” Axton menyakinkan istrinya sambil melepas pelindung dada Inggrid
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak