Richard bergerak pelan di dalam Kimberly ketika istrinya tersebut meledak dan meremas miliknya kuat. Dia mengerang sambil mengeratkan giginya, bertahan agar dirinya tidak ikut meledak.Desisan lirih lolos dari bibir Kimberly ketika suaminya melepas penyatuan mereka, desah kecewa mengiringinya karena dari kosong dan dingin di dalam inti miliknya.“Sabar, kita belum selesai,” ucap Richard sambil mengecup singkat bibir istrinya.Dia menegakkan tubuh untuk berpindah posisi. Hatinya berdesir aneh dengan emosi berkecamuk ketika matanya menatap noda di sprei bekas percintaan mereka, noda yang memberi tanda jika Kimberly telah melepas keperawanannya untuk dirinya.Richard memiringkan tubuh Kimberly dan berbaring di belakangnya. Tangannya mengusap punggung lembab wanita itu masih masih basah karena keringat.“Apa aku menyakitimu?” tanya Richard sambil mengecup bahu wanita itu lalu menggesekkan hidungnya di tengkuk Kimberly.Apa yang Richard lakukan membuat gairah Kimberly tersulut kembali. Dia
Richard duduk di kursi kerjanya dengan pikiran yang tak bisa lepas dari percintaannya semalam bersama Kimberly. Ada desiran aneh setiap kali teringat bagaimana dirinya menyentuh wanita itu, bahkan hanya dengan membayangkannya saja, gairahnya dengan mudah tersulut. “Shiittt ...!” umpatnya keras sambil memukul meja melampiaskan keanehan dirinya. Pikirannya terganggu dengan bayangan Kimberly yang menari-nari di kepala. Hal itu membuat konsentrasinya buyar sehingga tidak bisa bekerja dengan baik. Dia masih tak percaya jika bisa hilang kendali ketika menyentuh istrinya, hal yang tak pernah terjadi dalam hidupnya. Lamunannya buyar ketika pintu ruang kerjanya terbuka dan orang yang sangat tidak diharapkan masuk ke ruangannya. Richard seketika menegakkan posisi duduknya dan menatap orang tersebut dengan tatapan tajam dan dingin. “Untuk apa kamu ke sini?” tanya Richard sinis pada ibu tirinya. “Papamu menyuruhku menanyakan apakah kamu butuh bantuan dalam mempersiapkan acara ulang tahun peru
Pertengkarannya dengan Emma dan pembicaraannya dengan mamanya, membuat Kimberly merasa gelisah dan hatinya merasa tidak tenang. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan teduh, kini terasa menyesakkan. Dia pun memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya dan berjalan tanpa tujuan.Tatapan Kimberly kosong seakan jiwanya keluar dari tubuhnya. Matanya melihat ke depan tapi tidak benar-benar tahu apa yang dilewatinya. Hingga pekikkan kaget lolos dari bibirnya ketika dirinya menabrak seseorang dengan keras.“Maafkan aku,” reflek Kimberly tanpa melihat wajah orang yang dia tabrak.“Kimberly? Benarkah ini dirimu?” suara seorang pria membuat Kimberly menegakkan wajahnya.“Axton ...? kenapa kamu ada di sini?” tanya Kimberly dengan wajah heran.“Kebetulan aku ada urusan di kota ini dan berkunjung hanya beberapa hari,” jawab Axton.“Apakah urusan bisnis?”Bukannya menjawab, Axton hanya tersenyum lalu menggelengkan kepala. “Jika kamu bersedia minum kopi bersamaku, aku bisa menceritak
“Aku tidak pantas memakai gaun ini, Ma,” tolak Kimberly sambil berusaha melepas gaun yang Johana berikan padanya, tetapi dengan cepat Johana menahan tangan menantunya tersebut.“Kamu sangat cantik mengenakan gaun ini, aku tidak menyangka jika gaun ini akan sangat pas dipakai olehmu,” tegas Johana membantah penolakan Kimberly.“Gaun ini terlalu terbuka, aku tidak percaya diri memakainya. Aku khawatir penampilanku akan terlihat seperti wanita penggoda.”Johana tertawa menanggapi perkataan polos menantunya, lalu menarik tangan Kimberly untuk membawa wanita itu ke depan cermin besar yang berada di ruang ganti kamarnya. “Lihatlah! Apakah menurutmu penampilanmu seperti wanita penggoda? Kamu terlihat sangat cantik dan elegan. Aku sendiri terkejut melihat penampilanmu yang luar biasa, aku tidak menyangka jika menantuku sangat cantik,” ujar Johana yang membuat pipi Kimberly langsung merona merah.Seumur hidup, dia belum pernah mendapatkan pujian seperti apa yang Johana katakan. Dia kemudian me
“Aku tidak berbohong, aku memang tidak sedang hamil, itu hanyalah jawaban spontan mama yang ingin melindungimu karena gosip tidak sedap tentang pernikahan kita,” Kimberly berusaha membela diri.Seringai sinis tak percaya menghiasi bibir Richard. “Melindungiku? Omong kosong! Johana tidak pernah melindungiku, yang dia pedulikan hanyalah harta kekayaaan Jackson. Apa yang sebenarnya kamu dan Johana rencanakan atas kebohongan yang sedang kalian mainkan?”“Aku tidak merencanakan apapun, aku juga terkejut dengan jawaban mama saat seseorang bertanya tentang kenapa kamu datang bersama Emma, bukan denganku.”Richard terdiam sejenak merespon jawaban istrinya, menyembunyikan rasa bersalah dalam dirinya, lalu kembali bersuara. “Jangan pernah kamu bersekongkol dengan Johana untuk menghancurkan pestaku. Jika kalian melakukannya, aku akan membuat perhitungan dengan kalian,” ancam Richard sambil mengarahkan jari telunjuknya ke muka Kimberly.Wajah Kimberly seketika memucat merespon kemarahan suaminya,
Dalam perjalanan pulang, Richard tak bicara apapun. Rahang pria itu terus mengeras dan tatapannya terus terarah ke depan, menatap jalan yang mereka lewati. Beberapa kali Kimberly melirik ke arah suaminya, mencoba untuk mengajaknya bicara, namun mulutnya kelu dan tidak ada suara yang keluar dari tenggorokan.Sesampainya di penthouse, Richard memilih berjalan di belakang istrinya. Hal itu membuat Kimberly serba salah dan bingung harus melakukan apa. Dia memutuskan untuk masuk ke kamar dan bermaksud mengganti gaun pesta yang dikenakan dengan pakaian yang lebih nyaman dipakai.Baru saja membuka pintu kamar dan melangkah masuk, Kimberly terpekik kaget karena Richard mendorong dan menghimpit tubuhnya ke dinding kamar.“Richard ...!” pekiknya dengan suara bergetar karena merasa terancam oleh sikap suaminya.“Apa saja yang pria-pria itu lakukan padamu?” geram Richard sambil mencengkram bahu istrinya.“Pria yang mana yang kamu maksud?” Kimberly semakin gugup dan takut dengan sikap suaminya.“J
Kimberly mencengkeram sprei di bawah tubuhnya dengan erat ketika Richard menurunkan kepala dan menenggelam wajahnya di belahan dada diantara kedua bukit indah miliknya. Pria itu menghirup aroma wangi tubuhnya lalu memulai penjelajahan dengan bibir panasnya.Bunyi cecapan menggema mengiringi penjelajahan pria itu, setiap inci permukaan tubuh Kimberly penuh dengan tanda kepemilikan Richard. Pria itu tidak berbohong ketika berkata akan menandainya.Jantung Kimberly berdetak sangat cepat merasakan gerakan tangan Richard saat melepas pelindung terakhir yang dia pertahankan sebelumnya.Tak ada protes lagi, Kimberly dengan senang hati mengangkat kakinya dan melepaskan pelindung itu dari tubuhnya. Kini tak sehelai pakaian pun yang menempel di tubuhnya, Richard bisa dengan bebas menyentuh apapun yang ingin disentuh, termasuk tempat rahasia dan sensitif di tubuhnya.Bahkan ketika tangan pria itu mengusap inti miliknya, tanpa rasa malu lagi Kimberly membuka lebar kedua kakinya untuk menerima sen
Kimberly memberanikan diri untuk melingkarkan tangan ke pinggang liat suaminya. Ketika tidak ada protes dari pria itu, dia pun mendekatkan kepala ke dada bidang Richard dan menenggelamkan wajahnya di sana.Rambut tipis yang tumbuh di dada pria itu menggelitik permukaan pipinya, membuatnya geli namun juga merasakan sensasi yang membuat inti miliknya melembab panas.Richard yang menyukai kedekatan tersebut, membalasnya dengan mendekap tubuh Kimberly, lalu mengusap lembut punggung telanjang wanita itu, naik turun dengan gerakan yang menggoda.“Aku menyukai aromamu, tubuhmu seperti magnet yang terus menarikku supaya mendekat,” ucap Richard sambil menggesekkan hidungnya di puncak kepala istrinya.Meski Richard tidak menawarkan sebuah perasaan disebut cinta, namun apa yang dilakukan pria itu sudah cukup membuat Kimberly bahagia. Dia tidak menyangka jika ternyata tubuh yang selama ini tidak dianggapnya indah atau seksi, berhasil membuat pria itu tertarik padanya.“Benarkah kamu menganggapku
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak