Di tengah keputusasaan, harapan Axton muncul ketika melihat sebuah bayangan di balik asap yang mengepul pekat dan api yang berkobar di sekelilingnya.“Tolong …!” teriaknya berharap dirinya dan Inggrid ditemukan.“Aku ada disini …!” teriaknya lagi untuk memastikan jika orang yang ada di balik asap pekat itu mendengar teriakannya.Tak lama kemudian, seseorang muncul dari asap pekat itu dan perasaan lega seketika menyelimuti dirinya melihat orang tersebut adalah Richard.“Axton …!” seru Richard menerjang api yang mulai membumbung tinggi. Dia terkejut melihat keadaan Axton yang penuh luka. “Apa yang terjadi?” tanya Richard cemas.“Syukurlah kamu datang, tolong selamatkan Inggrid!” ujar Axton tak menanggapi perkataan Richard karena mereka tidak memiliki banyak waktu.Richard dengan cepat membawa Inggrid ke dalam gendongannya untuk menyelamatkan wanita itu. “Bagaimana denganmu? Apakah kamu bisa berdiri agar aku bisa membantumu keluar dari sini?”Axton berusaha untuk berdiri tetapi kembali t
Seminggu setelah kepulangannya dari rumah sakit, Inggrid masih mengurung diri di kamar. Dia dibawa pulang ke kediaman Jackson demi keselamatan dan kesehatannya.Awalnya Inggrid ingin tetap tinggal di Woodstock, tetapi mamanya dengan tegas melarang sehingga dirinya dan keluarga Richard pindah ke kota. Dirinya pulang ke rumah orang tuanya sedangkan Richard membawa keluarganya pulang ke rumahnya sendiri.Inggrid merasa semakin kacau, seakan dirinya sedang berada di jalan yang buntu saat Axton tak bisa dihubungi, bahkan nomor ponsel pria itu sudah tidak aktif lagi. Pikirannya makin tersesat, terseret dalam bayangan negatif yang melingkupi.Belum lagi setiap pagi saat bangun tidur, perutnya selalu mual dan muntah, emosinya labil membuat suasana hatinya mudah berubah. Dia tahu jika semua yang dia rasakan adalah efek dari kehamilannya dan dia butuh ayah dari bayi yang dia kandung untuk bisa membuatnya tenang.Suatu hari, Kimberly masuk ke kamar Inggrid sambil membawa makanan. Setelah meletak
Kimberly masuk ke kamar dan memastikan Inggrid tidak mengetahui apa yang dia lakukan. Dia mengambil ponsel dan menghubungi sebuah nomor yang menyambungkannya pada kakaknya.Berulang kali dia mendengar nada sambung yang berdering, namun tidak ada jawaban dari kakaknya. Beberapa detik sebelum nada dering itu berakhir, teleponnya akhirnya tersambung.“Axton, bagaimana kabarmu?” tanya Kimberly dengan nada cemas.“Belum ada perubahan, dokter hanya memberiku jawaban tak pasti,” jawab Axton dengan suara berat.“Kamu harus bersabar, butuh waktu untuk sembuh dan kamu harus tetap semangat.”“Itu yang sedang berusaha aku lakukan. Ada apa kamu meneleponku?”“Aku tidak bisa terus diam, Inggrid terus menanyakanmu dan dia sangat marah padamu karena merasa kamu tidak bertanggung jawab atasnya,” protes Kimberly.“Biarkan dia dengan pemikirannya, itu yang terbaik bagi kami,” balas Axton menurut pikirannya sendiri.“Sebenarnya ada apa diantara kalian? Aku yakin hubungan kalian tidak hanya sekedar hubung
Sebulan setelah dirinya tinggal di Woodstock, Inggrid disibukkan dengan kegiatan operasional peternakan. Meski dia tidak sering ke lapangan mengingat kehamilannya, tetapi dia selalu memantau semua yang terjadi di peternakan dan tidak mengabaikan hal kecil sekalipun.Menyibukkan pikiran dengan pekerjaan adalah satu cara yang dia gunakan untuk melupakan Axton dan menekan harapannya pada pria itu. Kehamilannya juga berhasil menyita perhatiannya sehingga bayangan Axton tak lagi menyiksa hari-harinya.Hanya saja jika malam hari, dia tetap merasa kesepian dan jika pagi hari ketika rasa mual menyerang, dia akan menangis berharap kehadiran Axton untuk sekedar mengusap perutnya yang terasa tidak nyaman dan menenangkannya.Pagi ini Inggrid sudah disibukkan dengan berbagai bahan makanan yang dia masak karena Richard dan Kimberly akan datang. Seorang pekerja dari peternakan membantu untuk mempersiapkan semua yang dia butuhkan.Dia ingin memberi kesan pada kakaknya jika dirinya dalam keadaan baik-
Setelah mengantongi alamat yang Kimberly berikan, Inggrid memutuskan untuk pergi menemui Axton, melewati jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil, menuju tempat terpencil yang Kimberly katakan.Sesampainya disana, dia melihat Axton yang sedang duduk di teras rumah. Seketika jantungnya berdetak kencang menyadari pertemuan yang akan terjadi antara dirinya dengan suaminya tersebut, namun rasa marah mengalahkan kerinduannya pada pria itu.Awalnya Axton tidak menyadari kedatangan Inggrid, namun ketika dia menegakkan kepala dan menatap siapa orang yang keluar dari mobil yang berhenti di depan rumahnya, tubuhnya seketika membeku dan menegang.Mata keduanya saling terkunci, tatapan mereka menyimpan sejuta makna tetapi mulut mereka sama-sama bungkam.Inggrid yang geram dengan sikap suaminya yang tak merespon kedatangannya, berjalan penuh percaya diri mendekati pria itu. “Bagaimana kabarmu Axton?” tanyanya dingin.“Kenapa kamu kemari? Siapa yang memberikan alamatku padamu?” balas Axton tak kal
Axton masih terbaring tertelungkup ketika mobil Inggrid kembali ke tempat tinggalnya. Dia terkejut karena tak menyangka jika Inggrid akan kembali datang.Dengan cepat dia segera menegakkan tubuhnya dan berusaha untuk bangun, merambat ke kursi yang sebelumnya dia duduki. Sayang kakinya tidak bisa diajak kerja sama sehingga usahanya hanya sia-sia saja.Melihat hal tersebut, Inggrid segera keluar dari mobil dan berlari mendapatkan Axton. Dia segera menyangga tubuh suaminya dan membantunya untuk duduk kembali seperti pertemuan mereka sebelumnya.“Kenapa kamu membohongiku tentang keadaanmu? Bahkan nyawamu hampir melayang demi menyelamatkanku dan kamu pura-pura tak peduli padaku. Kenapa kamu melakukannya?” tanya Inggrid dengan mata berkaca-kaca.“Pulanglah Inggrid! Akan berbahaya jika malam hari kamu masih berada di sini,” ujar Axton menghiraukan pertanyaan Inggrid dan menghindari tatapan wanita itu.Tidak ingin kehilangan perhatian suaminya, Inggrid menangkup wajah Axton dan menatap mata p
Malam harinya, Axton tidak bisa tidur karena masih tidak percaya jika Inggrid ada bersamanya dan tidur di sampingnya.Dia khawatir jika memejamkan mata dan tertidur, istrinya akan menghilang karena semua yang terjadi ternyata hanyalah mimpi. Dia terus menatap Inggrid, memastikan wanita itu tetap bersamanya.Untuk lebih menyakinkan dirinya, Axton mengulurkan tangan dan mengusap wajah cantik istrinya. “Kamu memang nyata,” gumamnya lirih.Terganggu dengan sentuhan suaminya, Inggrid terbangun dan membuka mata. “Kenapa kamu belum tidur, ini sudah larut malam?”“Aku takut kamu menghilang jika aku tertidur. Aku sering memimpikanmu dan ketika bangun, aku akan kehilangan dirimu, aku tidak ingin hal itu terjadi,” terang Axton.Inggrid tersenyum lalu mengusap kantong mata Axton yang menghitam. “Aku bisa menebak jika selama ini kamu pasti tidak pernah tidur dengan nyenyak.”“Karena kamu tidak ada di sampingku.”Mendengar apa yang Axton ucapkan, Inggrid menggeser tubuhnya, lalu memeluk suaminya. “
Inggrid menatap suaminya gamang, manik matanya bergerak ke segala arah kecuali ke arah Axton. Rasa gugup dan malu menyerangnya, seolah dia gadis perawan yang dihadapkan pada seorang pria dewasa dan berpengalaman.Melihat ekspresi istrinya, Axton mengusap lembut tangan Inggrid. “Aku merindukanmu,” ucapnya membuat hati Inggrid bergetar.“Aku juga merindukanmu, tapi …”“Apa yang membuatmu ragu?” Axton memastikan hati dan perasaan istrinya.“Kita berdua tahu kelanjutannya jika kita bersama dalam keadaan tanpa pakaian, kita mungkin bisa …” perkataan Inggrid terhenti karena terlalu malu untuk melanjutkannya.Axton tersenyum lebar membuat hati Inggrid menghangat. “Bagaimana jika memang itu yang aku inginkan, apakah dokter melarangmu untuk kita berhubungan?”Inggrid menggeleng menjawab pertanyaan suaminya. “Tapi bagaimana denganmu? Apakah kakimu baik-baik saja?”“Apakah kamu sedang mengkhawatirkan keadaanku? Kemarilah! Aku tidak selemah yang kamu bayangkan,” kata Axton menyakinkan istrinya.“
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak