Beberapa hari kemudian. Kiara kini semakin murung karena ketus orang tuanya tidak juga bisa menerimanya. Tidak dengan penolakan kasar, tetapi juga cukup membuatnya sakit hati. Kadang Kiara sering melamun sendiri di rumah, bahkan saat Chandra pulang ke rumah pun sering memergoki Kiara yang tampak memiliki beban yang sangat berat. Begitu pun juga dengan saat ini. Kiara tak mendengar saat Chandra yang baru pulang memanggilnya. "Kiara?" Kiara masih berdiri di balkon kamar tanpa menoleh sama sekali. Benar-benar tidak mendengar suara Chandra. Hingga akhirnya tersadar saat Chandra semakin dekat dan memanggilnya. "Kiara." Benar saja saat itu Kiara langsung saja tersentak setelah menyadari ada yang memanggil namanya. "Mas?" tanya Kiara yang tampak bingung melihat Chandra yang sudah kembali, "kalau manggil nggak usah teriak-teriak tau, Mas!" kesal Kiara. Chandra pun menatap bingung wajah Kiara karena saat ini Kiara yang malah menganggapnya aneh. "Kamu kenapa? Dari ta
Beberapa hari ini Kiara hanya diam kecuali jika Chandra mengajaknya berbicara. Itu pun hanya sekedar saja. Rasanya bibir Kiara begitu berat untuk terbuka, sehingga dia lebih memilih untuk diam saja. Karena merasa bersalah akhirnya Chandra pun pergi menemui kedua orang tua Kiara dan menjelaskan semuanya. Menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat itu hingga akhirnya menikah dengan Kiara. Tapi masih seperti beberapa hari yang lalu, Chandra tidak mendapatkan tempat di rumah kedua orang tua Kiara. Kedatangannya tidak disambut baik sama sekali. "Pergi dari sini?" usir Diana dengan suara keras. Tapi Chandra memilih untuk diam karena dia butuh bicara dengan Diana dan juga Farhan. "Untuk apa kau masih di sini?! PERGI!" "Aku ingin bicara denganmu, sebentar saja," kata Chandra dengan suara memohon. "Tidak!" tolak Diana dengan suara bergetar. Hatinya masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Chandra yang kini menjadi suami Kiara. "Pergilah dari sini!" kata Farhan ya
"Kok pusing ya?" gumam Kiara yang kini masih berada di dalam kamar mandi setelah memuntahkan isi perutnya. Kemudian dia pun mencuci wajahnya agar membuatnya sedikit lebih baik. Setelah merasa lebih baik dia pun keluar dan kembali menemui Chandra. Tapi Kiara tidak melihat keberadaan Chandra di tempat sebelumnya. "Mas?" panggil Kiara sambil terus mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Chandra. Namun, tidak ada jawaban sama sekali, "Kemana ya? Perasaan tadi di sini, apa iya udah pulang tapi udah pergi lagi," gumam Kiara. Kiara mengingat sebelum pergi ke kamar mandi yang letaknya di dalam kamar Chandra sempat menanyakan kepadanya 'apakah sudah makan?' . Dan saat ini Kiara ingin mengatakan bahwa dia belum makan, bahkan Kiara tidak sanggup memasak karena seharian ini merasa lelah dan mual. Tapi Chandra malah tidak terlihat. "Kok baru pulang udah pergi lagi sih? Nggak pamitan lagi," gumam Kiara kesal. Akhirnya memilih untuk segera kembali ke kamar dan tidur. Sepert
Kiara yang berbaring di ranjang pun melihat ke arah pintu yang masih tertutup rapat. Dia kesal bukan main karena Chandra tak juga menyusulnya masuk ke dalam kamar. Padahal Kiara sangat berharga Chandra segera masuk ke dalam kamar dan berbicara dengannya. Mengerti dengan kekesalannya karena pulang dan pergi tanpa pamitan. Hingga 30 menit pun berlalu tapi Kiara yang masih menunggu tak juga melihat Chandra muncul. Hingga kekesalannya semakin membuncah, bersamaan dengan itu suara ponselnya pun terdengar. Kini fokusnya pun teralihkan oleh suara ponselnya. Segera meraihnya, meskipun dengan rasa tidak bersemangat. Namun, mata Kiara tiba-tiba melebar sempurna setelah membaca nama yang tertera di sana. "Ibu?" Kiara pun mengucek matanya hingga beberapa kali. Barangkali karena tengah kurang enak badan bercampur kerinduan terhadap kedua orang tuanya membuatnya jadi salah membaca. Tapi tidak, Kiara sudah yakin bahwa yang menghubungi dirinya adalah Ibunya. Ini adalah hal yan
"Tidak bisakah kita menjadi keluarga," tanya Chandra. Chandra yang dari tadi hanya diam saja menyaksikan serta mendengarkan kini tampak mulai bersuara. Sedangkan Kiara menatap wajah kedua orang tuanya bergantian. Menunggu reaksi kedua orang tuanya seperti apa atas pertanyaan Chandra. "TIDAK!" tegas Farhan. Deg! Rasanya sangat mengejutkan bagi Kiara karena harus memilih antara orang tua atau suami. Kiara mungkin sadar jika dirinya belum mencintai Chandra. Tapi juga juga tidak dapat menutup mata bahwa Chandra begitu banyak menolongnya. Rasanya tak perlu lagi untuk dijabarkan satu-persatu. Karena semuanya sudah jelas tertulis diingatan Kiara. Yang paling membekas adalah ibunya bisa sembuh karena Chandra yang mengirimkannya ke luar negeri untuk berobat. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. "Kamu tidak perlu menjawab sekarang, kamu bisa memikirkan lagi sampai kapan pun kamu mau." "Kembalilah ke rumah ini jika kamu sudah yakin menceraikan dia," tambah Farhan.
Kiara menahan air matanya yang kini hampir tumpah karena bingung harus bagaimana. Bercerai dengan Chandra artinya menjadi janda. Janda tanpa status yang jelas karena mereka hanya menikah siri. Belum lagi kemungkinan besar dia sedang hamil. Bagaimana nantinya? Tapi Kiara juga melihat tidak ada keseriusan yang ditujukan oleh Chandra dalam mempertahankan dirinya. Apakah Chandra menyesal menikahinya? "Baiklah, aku pergi saja," kata Kiara dengan suara yang hampir tak terdengar. Chandra pun mematung dengan mata yang memerah mendengar jawaban Kiara. Ada rasa sesak yang begitu luar biasa, tapi Chandra juga sadar jika dirinya tidak ingin egois lagi dalam memutuskan segala sesuatunya. Kiara juga berhak menentukan pilihannya sendiri. Lagi pula Chandra tau Kiara tak pernah mencintainya, dia hanya merasa bersyukur karena mendapatkan pertolongan.Jadi jika pun mempertahankan pernikahannya tentunya hanya menyakiti Kiara.Bukankah Chandra terlalu egois?Tentu, jadi semua keputus
Chandra pun segera pergi, dia mengikuti Kiara hanya ingin memastikan bahwa Kiara telah sampai di rumah kedua orang tuanya dengan baik. Meskipun sebenarnya dirinya juga ingin memastikan bahwa keadaan Kiara baik-baik saja setelah sempat melihat tidak sadarkan diri. Tapi Chandra juga harus menguatkan hati menerima kenyataan bahwa Kiara bukan lagi miliknya. Meskipun sulit tapi itulah kenyataannya yang tidak mungkin bisa ditepis olehnya. *** "Kiara, bangun," Diana pun terus saja mengguncang tubuh Kiara dan mengoleskan minyak kayu putih agar Kiara segera sadarkan diri. Hingga akhirnya Kiara pun membuka matanya dan menatap wajah ibunya. "Syukurlah kalau kamu sudah sadarkan diri," Diana tersenyum lega. Saat itu Kiara pun duduk dan meminta mineral, setelah meneguknya dia pun merasa lebih baik. "Kenapa kamu kembali?" tanya Diana penasaran. Sebab baru saja Kiara pergi karena memilih untuk hidup bersama dengan Chandra. Tetapi kini telah kembali lagi. "Kiara udah cerai sama
Hari-hari berlalu begitu terasa sulit, karena rasa rindu yang semakin menjadi-jadi. Yang menjadi pertanyaan besar bagi Kiara saat ini adalah; mengapa ada rindu jika memang tak ada cinta. Mengapa bisa sesulit ini melanjutkan hidupnya tanpa Chandra. Bukankah seharusnya tidak perlu demikian, bahkan Kiara pun seharusnya merasa bahagia karena lepas dari Chandra. Tapi kenyataannya apa? Terluka, tersiksa dan ini terlalu banyak membuang waktu dan air mata entah sampai kapan. Hingga akhirnya Kiara pun mengetahui bahwa dirinya positif hamil. Rasa sesak didada kian semakin menjadi-jadi. Ucapannya beberapa hari yang lalu pernah berpikir akan menggugurkan kandungannya jika ternyata positif hamil kini berubah. Kenyataannya Kiara tidak tega untuk membunuh darah dagingnya sendiri. Tapi bagaimana kedepannya, mampukah Kiara hamil dan membesarkan anak tanpa seorang suami. Kiara pun perlahan mengambil ponselnya dan dia akan memberitahukan Chandra tentang kehamilannya. Tanpa ingin
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang