Sekar tak hentinya menangis, selama di perjalanan ia terus menggumamkan nama sang putra. Begitu juga dengan, Wilson.
Mendengar apa yang terjadi kepada menantunya membuat hatinya terluka, terlebih apa yang menimpanya itu hanya karena ingin menyelamatkan sang cucu.
“Begitu besar pengorbananmu, Nak. Ayah mohon bertahanlah, “ batinnya begitu sendu.
Mobil berhenti di pelataran rumah sakit, Sekar bergegas turun diikuti yang lainnya. Mereka semua segera menuju ruang operasi.
Melihat kedatangan istrinya, Antonio segera berdiri dan memeluknya. Leo yang juga melihat sang ayah segera berdiri membawa serta Brian dalam gendongannya.
“Ayah,” sendu Leo. Wilson tahu apa yang kini tengah di rasakan sang putra, ia memeluk Leo untuk menguatkannya.
“Harus kuat, adikmu butuh kita untuk bisa bangkit.” Bisiknya.
Mata Lea terus menatap pintu di depannya, ia sangat berharap suaminya keluar dari sana lalu memeluknya dengan s
Sudah hampir satu bulan lamanya semenjak kasus penculikan Brian, namun masih tak ada tanda-tanda dari Lio untuk segera sadar.Selama itu pula Lea masih setia mendampingi suaminya, setiap hari ia selalu menghabiskan waktunya di rumah sakit.Brian juga tak ingin kalah dengan ibu nya, bocah yang sudah paham situasinya itu selalu merengek pada oma nya pergi menyusul sang ibu.Toni masih tak bisa melupakan apa yang telah menimpa tuannya, hal itu membuat api kemarahan tak pernah padam dalam hatin nya.Hingga saat ini ia masih ingin sekali membunuh, Lius dengan tangannya. Melihat kilat kebencian itu membuat, Antonio, tak bisa berbuat banyak. Ia sangat paham dengan amarah yang saat ini selalu menyelimuti hati Toni.Rania sudah kembali seperti biasa, berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari kursi roda maupun tongkatnya.Hari ini, semua orang hendak berkumpul mengunjungi Lio. Tak ada yang ingin tertinggal dalam moment itu, termasuk Naila yang b
Di tengah tingginya pepohonan, berdirilah dua insan manusia dengan saling berhadapan. Ikhsan benar-benar tak ingin berbasa-basi dengan calon istrinya itu, ia ingin semuanya jelas dan mengakhiri ini semua.Namun ia tak bisa melakukan itu semua, ada banyak hal yang akan di pertaruhkan untuk egonya.Bukan hanya orang tuanya, namun nama panti juga akan terseret jika ia menuruti semua ego hatinya.“Apa tujuanmu sebenarnya?”Ayu menengadahkan kepalanya, menatap tinggi calon suami yang kini berdiri tegak didepan mata.“Kau bukannya tahu, bukan kamu yang ingin saya peristri. Jelas kamu tahu siapa orangnya.”Ayu tertuduk, meremas kedua tangannya yang kini terasa dingin oleh keringatnya.Ia tahu kemana arah pembicaraan Ikhsan kali ini, dan Ayu pun sudah menyiapkan mental untuk semua pertanyaan itu. Namun ketika hari itu datang, rasanya lidahnya begitu kelu hanya untuk berucap.Tak ada keberania untuknya berbicara,
Toni selalu saja terngiang dengan ucapan Naila, semua yang dikerjakannya menjadi tak karuan karena pikirannya yang sedang tak baik-baik saja.Berulang kali ia terdengar menggerutu, bahkan membuang nafasnya secara kasar berkali-kali dalam satu waktu.Toni dibuat frustasi, ia pun terlihat mengacak-acak rambutnya hingga berantakan. Kini penampilannya benar-benar kacau tak seperti biasanya.Tak ingin membuat kesalahan yang lebih fatal, ia memilih menyudahi semua pekerjaannya hari ini. Tujuannya saat ini ada menemui tuannya, itu adalah satu-satunya obat bagi dirinya yang tak tahu harus bagaimana.Setibanya di halaman rumah sakit, ia buru-buru menaiki lift menuju ruangan Lio di rawat. Beberapa kali ia kembali mendesah sembari menatap ponsel pintarnya.Kali ini bukan Naila, namun memikirkan Lius yang masih dalam pengawasan para anak buahnya. Antonio yang belum mengambil keputusan membuat Toni mau tak mau harus mengurusnya, mengatasi semua keluhan para ana
Ikhsna yang belum bisa menerima pernikahannya dengan nekat mendatangi tempat dimana Naila tinggal sekarang.Dan disinilah sekarang dirinya, di rumah milik Lio.Duduk dengan jantung yang terus berdegub kencang dengan sangat tak karuan. Ada rasa takut juga cemas yang bercampur jadi satu.Namun ada keyakinan kuat yang terus membuatnya tak ingin mundur.“Gus?”Ikhsan menatap arah suara, bibirnya terangkat begitu melihat Naila berjalan menghampirinya.Rasanya semua beban yang sedari tadi memberatkannya hilang entah kemana. Dan hal ini membuat Ikhsan semakin yakin dengan perasaan dan keinginannya.Naila memilih duduk tepat di hadapan Ikhsan, ia ingin memberi jarak jelas diantara keduanya.“Ada apa, Gus, datang kesini?”“Maaf jika kedatanganku mendadak dan membuatmu merasa tak nyaman, Nai.”“Katakan, aku tak punya banyak waktu. Maaf,” sopannya.“Aku tahu kamu m
TIDAK ADA TANGAN YANG AKAN SELALU BERSIH, TIDAK AKAN ADA PULA HATI YANG SELALU PUTIH=================================================================Toni begitu cemas, ia tak pernah sedetikpun pergi dari sisi Naila. Tubuh wanita itu kian hari semakin menyusut, begitu nampak kurus seakan tak terawat.Namun paras cantiknya tak pernah luntur dari wajah ayu nya, ia selalu mampu menawan mata laki-laki yang memandangnya.Malam ini Toni memilih untuk tidur satu kamar dengan Naila, namun ia berada di sofa dengan mata terus mengawasi wanitanya.Toni terus menatap hingga entah kapan matanya mulai terlelap.Dua hari sudah Naila tak sadarkan diri, dan Toni masih tak ingin beranjak dari sisinya. Ia menyerahkan semua urusan kantor pada bawahannya.Di apartemen, Toni memasak semangkuk bubur untuk Naila. Seperti hari-hari sebelumnya, walau nantinya tak akan ada yang melahapnya Toni tetap melakukannya.Namun pagi ini agak nya berbeda, sebab yang ditunggunya akhirnya datang.“Om?”Toni terdiam.Naila
Lea masih tak percaya dengan apa yang ada di depan matanya kini. Laki-laki yang dipikirnya akan pergi, nyatanya datang kembali.Kembali lagi kedalam peluk hangatnya. Dan itu membuatnya sangat bahagia.Hingga detik ini pun ia masih enggan meninggalkan suaminya, bahkan dengan sang putra pun ia sering berebut hanya untuk sebuah pelukan.“Nak, mengalahlah. Kasian cucu, ayah.” Ucap Wilson.Lea yang ada di atas ranjang dengan sengaja memeluk tubuh Lio dengan sangat erat, mengabaikan Brian yang sedari tadi berusaha memeluk ayahnya.Sekar hanya bisa menggelengkan kepala, ia pun tak tahu jika menantunya itu bisa begitu kekanak-kanakan.Namun hal itu benar-benar membuat hatinya hangat, walau masih tetap ada sakit yang terselip disana.Lea tertawa begitu nyaring, mengundang senyuman orang-orang sekitarnya.“Ayah harap senyum itu lah yang akan selalu menghiasi wajahmu, Nak.” Batin Wilson bagitu haru.Sekar ya
“Saya akan menikah dengan Naila.”Semuanya terdiam, tatapan kini tertuju pada Toni. Laki-laki yang selalu dianggap pendiam itu benar-benar mengejutkan semua orang.“Kenapa pada diam?”tanyanya.“Ini serius kan?” tanya Rania membuka suara.“Tentu saja serius, saya tidak sedang bercanda, Nona.”Semua bersorak gembira, menatap haru Toni yang pada akhirnya bisa bertemu dengan belahan jiwa.Sekar begitu bahagia, baginya Toni bukan hanya pegawai untuk putranya. Ia sudah menganggap Toni layaknya putranya sendiri.Sekar juga menyayangi Toni, bahkan ia tak pernah membedakan antara Toni dengan anak-anaknya.“Kemarilah, Nak.” Merentangkan kedua tangannya.Toni memeluk Sekar, menyambut peluk hangat seorang ibu yang sudah sangat lama ia rindukan. Atau bahkan tak pernah ia dapatkan.Dengan kasar ia mengusap kasar air matanya.“Kau pasti kesepian selama ini,
Semua orang terlihat sibuk malam ini, bahkan Lea yang sebelumnya enggan beranjak pun kini ikut melibatkan diri.Tak terkecuali bocah kecil yang juga mendapat tugas penting. Yaitu bergantian menemani sang ayah yang terus saja merengek pada istrinya.“Sayang, bisa panggilkan,Ibu?”Brian hanya tersenyum, menggerakkan jari telunjuknya sebagai bentuk penolakan.Sekar dibantu Lea menyulap tempat sederhana itu menjadi tempat yang begitu istimewa.Semua orang dikejar waktu, tak banyak waktu tersisa yang diberikan Toni pada mereka. Rania juga begitu sibuk menemani mempelai wanita, sedang Toni entah pergi kemana bersama Leo.Semua surat sudah diatur oleh, Toni sebelumnya. Hanya tinggal mencari penghulu yang bersedia menikahkan mereka mala mini secara mendadak.Dan itu menjadi tugas Antonio bersama Wilson untuk mencari. Semua orang benar-benar dibuat ekstra bekerja oleh Toni malam ini.“Huft, hanya papa yang tidak bekerj