"Anak saya dan Kang Bayu,” jawab Sari sambil membalas tatatpan Sovia dengan tajam.“Kalau dia anak Bayu kenapa Yusuf mirip dengan suami saya dan golongan darah mereka sama?” Sovia mulai memberikan pertanyaan yang menghujam jantung Sari.“Entahlah, mungkin karena saya sangat membenci Tuan Adam dan soal darah Kang Bayu juga bergolongan darah sama dengan Yusuf,” jawab Sari dengan serius. “ Ada lagi yang ingin ibu ketahui?” tanya Sari kemudian.Sovia kemudian berdiri dan menjawab, “Tidak ada, sekali saya minta maaf karena sudah menuduh anda sebagai pelakor, permisi,” ucapnya pamit untuk pergi.“Sama-sama, Oh ya satu hal lagi. Jika Ibu mencintai Tuan Adam seharusnya percaya dengan suami sendiri dan lebih mengenalnya lebih dari siapa pun,” ujar Sari yang membuat Sovia serasa ditampar.Wanita itu tidak menjawab dan berlalu pergi dari hadapan Sari. Sovia memang melihat sebuah kejujuran dari sorot mata Sari ketika bercerita tadi, tetapi ia bukan wanita bodoh yang mudah percaya begitu saja. Me
Seminggu sudah Sovia dan suaminya berlibur ke tempat-tempat wisata di Jawa Barat dan kini mereka harus kembali ke Turki. Tuan Adam telah berubah pikiran, untuk saat ini ia akan pulang dulu dan nanti datang lagi untuk menemui Sari secara khusus.Lelaki itu takut selama Sovia masih ada di sini maka rencananya bertemu dengan Sari akan kacau lagi. Lebih baik ia menunda agar semua berjalan sesuai dengan harapannya. “Kamu habis dari mana?” tanya Tuan Adam yang melihat Sovia sehabis pergi padahal mereka baru saja pulang dari liburan.Sovia tidak menjawab dan segera membuka tasnya lalu mengeluarkan sebuah amplop. Kemudian ia menyodorkan ke arah suaminya seraya berseru, “Bacalah!”Tuan Adam menerima amplop itu dan membukanya lalu ia tampak terkejut melihat hasil tes DNA dua nama yang tertera di sana. Dengan gemetar ia pun bertanya kembali, “Apa maksud semua ini Sov dan kamu dapatkan dari mana hasil ini?”“Dari rumah sakit tempat Yusuf dirawat dulu. Hasil itu membuktikan jika Yusuf adalah anak
Tuan Adam tidak bisa mencegah keinginan Sovia datang ke rumah Sari untuk mengambil Yusuf. Lelaki itu terlihat sangat kalut sekali memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Namun, sebaiknya dia harus tetap tenang agar dapat membaca situasi. Paling tidak melindungi Yusuf dari ambisi istrinya.Sesampai di rumah Bu Asih, Sovia melihat Sari sedang menyapu di teras. Ia tersenyum karena mengira Sari tidak tahu kedatangannya dan Tuan Adam yang tiba-tiba. Wanita itu berpikir pasti kali ini semua berjalan sesuai dengan rencananya.“Assalamualaikum …,” ucap Sovia sambil tersenyum ramah.“Waalaikumsalam … silakan masuk Bu, Pak!” sahut Sari menyambut tamunya. Jujur wanita itu terkejut melihat Tuan Adam dengan jantung yang berdebar. Ia mengira Sovia hanya datang sendiri.Tuan Adam tampak tertegun melihat rumah Sari yang sangat sederhana dengan sebuah warung makan. Ia berpikir pasti berat sekali bagi wanita itu menjalani hari-harinya sebagai singel parent. Entah mengapa pria itu merasa semakin bersal
“Aku takut mereka nekat menculik Yusuf,” jawab Bayu yang membuat Sari tampak tercengang.Sari yang merasa takut segera kembali bertanya, “Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Kang?”“Kita harus lebih ketat lagi menjaga Yusuf,” jawab Bayu sambil memberikan saran.“Apa kita pindah rumah saja Kang?” saran Sari kemudian.“Entahlah, aku juga bingung,” sahut Bayu yang terus bepikir.“Menurutku kita pindah rumah saja dan bilang kepada tetangga, jika kita pergi jauh keluar pulau kalau perlu.” Sari kembali memberikan sarannya.“Sebenarnya idemu itu bagus juga, tetapi tidak bisa menjamin karena mereka bisa menyuruh orang untuk mencari. Selain itu di tempat baru kita perlu beradaptasi lagi untuk bersosialisasi. Jika kita tetap berada di rumah, akan banyak yang mengawasi Yusuf termasuk para tetangga. Sehingga banyak orang yang memberitahu gerak-gerik orang asing disekitar rumah,” tutur Bayu yang membuat Sari mengangguk tanda mengerti.“Aku tidak mengira Sovia bisa tahu semuanya, wanita itu s
"Yusuf!" teriak wanita itu kembali dengan sekencang-kencangnya.Setelah cukup lama Sari meraung dijalan sambil berteriak minta tolong dan memanggil-manggil nama Yusuf, akhirnya para tetangga berdatangan. Kebetulan hujan juga mulai mereda.“Ada apa Teh?” tanya seorang ibu-ibu yang melihat Sari menangis.“Anak saya diculik Bu, hu ... hu ...,” jawab Sari sambil terisak.“Ya Allah, siapa orang yang menculik Bu?” tanya lelaki paruh baya dengan terkejut.Sambil menggeleng Sari pun menjawab, “Saya tidak tahu.”“Ya sudah, sebaiknya kita lapor ke Pak Rt!” saran dari warga lainnya.“Ayo!” sahut yang lainnya dengan berantusias.Kemudian Sari segera dibantu berdiri untuk dipapah pulang ke rumah.“Apa Yusuf diculik?” tanya Bayu ketika baru datang ke rumah Sari.“Iya Kang tadi ….” Sari kemudian menceritakan kedatangan seorang laki-laki yang ingin membeli kopi sampai dirinya melihat anak itu berada di dalam sebuah mobil.“Kurang ajar! Pasti ini perbuatan Tuan Adam dan istrinya. Aku akan ke rumahnya
Tuan Adam terlihat menemani Sari di dalam kamar dengan pikiran yang terbagi. Antara anaknya yang diculik, siapa pelakunya dan kondisi Sari yang drop memikirkan buah hati mereka. Entah siapa yang telah menculik Yusuf yang pasti orang itu sudah merencanakan semuanya dengan matang.Kini Tuan Adam hanya berharap pada Sovia yang belum pulang. Jika istrinya adalah dalang dari penculikan Yusuf, maka ia tidak akan pernah memaafkan wanita itu. Apalagi sampai terjadi apa-apa dengan Yusuf. Maka Tuan Adam tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri karena secara tidak langsung semua terjadi berkaitan dengannya.“Yusuf,” lirih Sari dengan lemah sambil membuka matanya dengan perlahan.Sari merasakan kepalanya yang masih terasa pusing. Ia terus memanggil putranya dengan pilu, “Yusuf kamu di mana Nak?” Wanita itu kemudian memaksakan diri untuk bangun, tetapi tubuhnya terasa lemas sekali.Melihat itu Tuan Adam segera mendekat dan meraih tubuh Sari yang terlihat gontai ke dalam pelukannya. Ia tampak m
[Kurang ajar, aku akan buat perhitungan dengan kalian!] bentak Tuan Adam hingga suaranya terdengar menggelegar.[Dari dulu anda tidak pernah berubah selalu membuat orang takut. Ingat jangan lapor polisi dan siapkan uang itu segera. Besok aku akan beritahu di mana tempat kita bertemu untuk melakukan penebusan,] pesan lelaki itu kemudian.[Baiklah, tetapi aku ingin dengar suara anakku dulu!] Akhirnya Tuan Adam menyetujui keinginan penculik itu.[Ibu, Om ganteng, Yusuf mau pulang,] pinta Yusuf dengan suara yang ketakutan.“Yusuf,” panggil Sari dengan cemas. Ia terlihat menangis lagi, takut terjadi apa-apa dengan putranya tersebut.Tut …tut …!"Halo, halo ..," ucap Tuan Adam dan panggilan itu pun terputus.“Apa yang inginkan penculik itu Al?” tanya Sovia ingin tahu.“Mereka meminta uang tebusan satu milyar,” jawab Tuan Adam yang terlihat sangat khawatir sekali.Semua tampak terbelalak mendengar nominal yang disebutkan oleh Tuan Adam."Apa, satu milyar?!" tanya Sovia dengan terkejutnya, "j
Bu Asih juga tampak tersedu dan sangat memahami perasaan Sari yang akan berpisah dengan anaknya. Wanita itu terus mengelus kepala putrinya seraya berkata, “Ambu mengerti perasaanmu Nak, tetapi kamu harus ikhlas dan pasrahkan semuanya kepada Allah!”“Iya Bu, saya akan coba belajar hidup tanpa Yusuf,” sahut Sari sambil menyeka air matanya.Sari bangga pernah mengandung dan melahirkan seorang anak yang tidak pernah diharapkan kehadirannya. Namun, kini menjadi sumber kebahagiaan dan kekuatan di dalam hidupnya. “Sekarang tidurlah barang sejenak karena besok kamu kamu harus bertemu dengan Yusuf mungkin untuk yang terakhir kali!” saran Bu Asih yang dijawab anggukkan oleh Sari.Sari mencoba untuk memejamkan mata, tetapi berkali-kali terjaga hingga azan subuh berkumandang. Tidak ada seorang ibu yang dapat terlelap tidur dengan pulas, jika selalu memikirkan keadaan anaknya di luar sana.Pagi pun menjelang, Sari terlihat mondar-mandir di depan pintu menunggu Bayu datang. Ia sudah tidak sabar in
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri