"Elmer … kemarilah. Ini Davin putra mama." Sonya mengenalkan putranya. Mereka saling berjabat tangan. Davin kecil menyeringai pada Elmer.
"Namaku bukan Davin, tapi Angga." Ia menatap tajam pada Elmer.
"Mama bilang, namamu Davin."
"Namaku Angga!" Mata Davin berkilat.
"Tapi, aku tetap akan memanggilmu Davin." Elmer bersikeras.
Tiba-tiba wajah Davin yang semula dingin dengan tatapan tajam menusuk, berubah menjadi sayu. Ia menangis kencang membuat Sonya keluar dari kamar. Mereka berada di sebuah mansion yang dibeli Dhanu, khusus untuk Sonya.
"Kenapa kamu menangis, Davin?"
"Elmer memukul aku, Ma."
"Kamu berani memukul Davin, Elmer!" Sonya murka, lalu memukuli Elmer dengan sebuah sapu. Tak berhenti di situ, ia juga menendang tubuh Elmer hingga terpelanting di lantai.
Elmer hanya diam seakan ia menikmati semua siksaan itu. Tidak ada rengekan. Tidak ada air mata. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. Tiga ta
Desember 2002."Elmer nggak mau ikut!" Ia membuang muka dengan wajah merah dan tatapan dingin."Tuan muda … di sana nanti Anda bisa bersenang-senang. Lagipula bulan ini memasuki musim dingin. Bukankah Anda suka salju?" bujuk Jimmy.Elmer hanya diam. Ia semakin besar dan mulai mengerti apa yang dilakukan dan diperbuat Papinya di masa lalu.Elmer berjalan tak acuh dengan tatapan dingin di belakang Dhanu dengan menyeret kopernya. Ia akhirnya menyerah dan memutuskan ikut ke California karena bujukan Maminya."Elmer sayang Mami 'kan? Papi akan pergi lagi untuk urusan bisnis. Sudah lama kalian tidak pergi bersama. Elmer jaga Papi untuk mami, bisa?" pinta Merry malam itu.Elmer hanya diam dengan tatapan datar. Sekali lagi, ia harus menurut karena permintaan sang Mami. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Maminya juga bicara seperti itu. "Elmer jaga Papi untuk mami."Setiap Dhanu tidak pulang selama berhari-hari bahkan b
Dhanu sangat ketakutan melihat ujung pisau yang berkilat terkena sinar lampu itu. Wajah Marco yang merah dan sangat beringas, siap menghujamkan pisau itu.Dhanu memejamkan mata ketakutan. Ia seakan bersiap pisau yang sudah berlumuran darah dari Billy dan David itu juga akan mengenai dirinya, ketika tiba-tiba ….Jleb!Heeekk!Terdengar suara erangan tertahan dan tubuh Marco ambruk menimpa Dhanu.Pria itu segera membuka mata dan terhenyak melihatnya.Elmer!Lelaki muda yang sedang menginjak masa remaja, menatap tajam dan dingin pada Dhanu. Dan ia memegang pisau yang tadi di hujamkan ke arah punggung Marco.Dhanu segera menyingkirkan tubuh Marco dan cepat-cepat berdiri."Elmer …." Dhanu sangat shock melihat wajah datar dan dingin dari putranya.Mata Elmer berkilat dan melirik ke arah Sonya penuh dendam. Wanita itu ketakutan setengah mati, melihat tangan Elmer yang memegang pisau berlumuran darah
"Aku akan meminta ijin Papa untuk meminangmu, Marini." Bima mengusap lembut air matanya."Apakah Tuan Hamdan akan merestui kita? Perbedaan kita sangat jauh. Aku hanya gadis miskin." Marini terisak lirih."Aku akan mencoba. Tapi, meski Papa tidak mengijinkan, aku tetap akan nekat. Karena aku mencintaimu," bisik Bima membuat wajah Marini merona merah di antara sedu sedannya..Raut wajah Tuan Hamdan terlihat kelam dan gamang. Berkali ia menghela napas panjang sambil jemarinya ia ketukan di atas meja."Kenapa masih saja gusar, Tuan? Bukankah Anda sudah membaginya menjadi dua?" Sapto--orang kepercayaannya menatap prihatin.Tuan Hamdan menelan ludahnya dan menatap Sapto. "Aku sangat meragukan Seno. Kamu tahu itu bukan?""Saya tahu sebenarnya Anda sangat menginginkan Tuan muda Bima untuk memimpin perusahaan. Tapi, dengan Anda membagi perusahaan menjadi dua, itu menurut saya sudah cukup adil," timpal Sapto."Kita sama-sa
"Begitu banyak wanita cantik dari keluarga terhormat. Banyak artis papan atas yang menyukaimu. Kenapa kamu memilih gadis gembel seperti itu?" Tuan Hamdan menyorot tajam dan tidak suka pada putranya. Tentu saja setelah gadis itu pulang dengan wajah merah karena malu. Lebih tepatnya dipermalukan."Bima Arjabrata adalah calon pengganti ku. Yang itu berarti dia akan duduk di kursi nomer satu perusahaan besar Arjabrata grup sebagai presiden direktur. Jabatan setinggi itu, apakah pantas bersanding dengan putri seorang tukang sayur?"Kalimat Tuan Hamdan menyentak mereka berdua. Bahkan Marini langsung menunduk lebih dalam dengan terisak dan tubuh bergetar hebat."Apakah semua yang ada di dunia ini harus di hubungkan dengan harta, kekuasaan dan jabatan?" Mata Bima memerah menahan luka yang begitu dalam.Bahkan sang Papa yang ia kagumi selama ini karena wibawanya yang tinggi, adil dan bersahaja, tidak memperbolehkan Bima untuk mengantar Ma
Semilir angin menerpa wajah Bima. Ia menyeka air mata yang meleleh tak tertahan. Di sampingnya, Arman sang putra terdiam termangu menatap air tenang di hadapannya.Sekarang ini mereka sedang duduk memancing di sebuah bendungan di kota mereka."Lalu apa yang Om Seno lakukan pada pelayan itu, Yah?" lirih Arman setelah mendengar semua cerita tentang masa lalu Ayahnya.Bima sedikit terisak dan dengan cepat menghapus air matanya. "Seno membunuhnya," jawabnya dan Arman tersentak hingga mulutnya menganga."Sekejam itu kah?" lirihnya hampir tak terdengar."Ketika mengetahui gadis tak berdosa itu mati, ayah memutuskan untuk pergi dari rumah Opamu, tanpa membawa apa pun. Bahkan sehelai baju pun tidak. Ayah datang ke rumah Ibumu dalam keadaan papa, tidak punya apa pun. Bahkan ijazah sekolah sengaja ayah tinggal di rumah.Karena kebaikan Kakek-nenekmu lah, akhirnya ayah bisa bangkit lagi. Orang yang diremehkan, di rendahkan oleh Papa,
Ruang tamu yang kecil dan sempit itu hanya terdengar suara celoteh dari si kecil Arman. Marini duduk termenung di hadapan Tuan Hamdan dan Sapto.Sikapnya terlihat gelisah dan tak nyaman. Berkali ia melirik ke arah pintu dan jalanan, kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Apa ini rumah kalian sendiri?" Pertanyaan Tuan Hamdan menyentaknya."Bu-bukan. Kami hanya menyewa.""Apa pekerjaan Bima sekarang?"Marini menelan ludahnya susah payah. "Berdagang. Sama seperti Bapak dan Ibu. Jika malam, sering narik ojek motor," jawab jujur wanita itu. Berkali ia mengusap lembut perutnya yang agak membuncit."Sudah berapa bulan usia kandunganmu?" Kembali pria itu bertanya dengan datar membuat Marini semakin gelisah dan tak nyamana."Empat bulan, Tuan.""Ibu … mau jajan itu," tunjuk Arman saat seorang pedagang mainan lewat depan rumah mereka.Dengan sigap, Marini mengambil dompet lusuh di atas nakas ya
"Kenapa kalian belum menemukan siapa di balik penabrak Lena?" Elmer menatap satu-persatu anak buahnya dengan tajam."Posisi Nyonya saat itu jauh dari cctv toko, Tuan," jelas Doni.Elmer megeratkan rahangnya. "Firasat ku mengatakan, ini ada hubungannya antara Vena atau Davin. Kenapa kalian tidak ikuti lagi mereka?""Sudah, Tuan. Tapi, tidak ada pergerakan sama sekali dari mereka. Bahkan Davin sekarang ini selalu menjadi Angga dan hanya sering mencari kesenangan bersama jalang.""Tidak. Aku yakin firasat ku benar tentang mereka yang ada dibalik kecelakaan itu. Sadap ponsel mereka atau apa pun itu," perintahnya dengan gusar.Empat orang anak buah Randy itu mengangguk, lalu mereka undur diri."Doni."Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik lagi ke arah Elmer. "Ya, Tuan."Lelaki muda itu menyulut sebatang rokok."Apa yang sedang dilakukan pria tua itu sekarang?" tanya Elmer dingin.Doni meneguk ludahn
Delapan bulan kemudian.Avena yang baru saja melahirkan tidak membuat keluarga Mahendra bahagia. Terutama bagi Kai yang terlihat sangat enggan. Meski ia merasa gemas pada bayi tak berdosa itu, namun entah kenapa hatinya tidak bisa menerima kehadirannya.Reta berjalan dengan langkah lebar menuju kamar sang Nyonya. Ia mengetuk pintu dan masuk setelah mendapat jawaban dari dalam.Nyonya Merry dan Electra terlihat sedang bermalas-malasan di atas ranjang."Kenapa, Reta?"Kepala pelayan itu mendekat dan berdiri di samping ranjang. "Kenapa wajah bayi itu tidak mirip dengan Tuan Kai, Nyonya?"Nyonya Merry dan Electra berpandangan."Kamu kemarin lihat bayi itu, bukan? Gimana wajahnya?" Nyonya Merry menatap putrinya."Wajah bayi 'kan berubah-ubah, Mi. Entah mirip siapa," balasnya."Haisshh kamu ini. Kalo mami jelas belum lihat karena dah males duluan. Ini mami tetap di kamar karena males ketemu dengan p
Empat tahun kemudian."Ah … terimakasih. Ini bagus sekali. Tidak menyangka bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi seniman jalanan." Seorang gadis tertawa senang melihat hasil lukisan dengan latar menara Eiffel.Gadis itu menyodorkan selembar uang kertas euro, namun ditolak oleh pria itu. "Tidak. Terimakasih. Itu untuk kenang-kenangan kamu saja," balasnya datar tanpa senyum."Oke, tampan. Siapa namamu? Kelak kita akan ketemu di Indonesia."Pria itu hanya diam sambil sibuk membereskan peralatan gambarnya lalu pergi sengan tak acuh membuat dua gadis yang baru saja di lukisnya termangu.Ia berjalan dengan menenteng kotak peralatan gambar menuju ke sebuah apartemen. Ia masuk ke sebuah lift dan naik ke dalam.Tidak berapa lama, ia membuka sebuah pintu dan yang terhidu hidungnya pertama adalah bau telur goreng."Pas sekali Tuan pulang saat makan siang," teriak Randy."Apa kamu tidak bisa memasak selain telur?" ketusnya sambil menyeduh secangkir cappucino.Randy tertawa kecil dan menghi
Dua pria paruh baya yang dulu pernah mempunyai masa lalu kelam itu duduk saling berhadapan. Pria dengan setelan jas dan terlihat mewah juga berkelas, memandang datar pada pria dengan seragam biru dan ada nomer identitas itu."Apa kabar Seno?""Seperti yang kamu lihat, Dhanu.""Apa yang akan kamu bicarakan padaku?" tanya Dhanu langsung tanpa basa-basi."Kamu tahu bahwa aku telah kehilangan segalanya. Juga kehilangan putra semata wayang ku. Aku di sini tidak akan mengemis padamu atau berharap belas kasihanmu. Tidak Dhanu. Namun … aku hanya ingi kamu tahu tentang putramu. Aku ingin kamu tahu, sebelum kematian merenggut ku.""Apa maksudmu Seno? Putraku siapa?"Pria itu terkekeh. "Tentu saja Elmer. Putra bungsumu itu yang juga telah membunuh putraku, Davin.""Ada apa dengan putraku Elmer?""Kamu terlalu lugu selama ini, Dhanu. Jiwa psikopat dalam tubuh putramu itu bukan kebetulan. Tapi, semua itu ada yang mengendalikan.""Seno, apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!" Tuan Dhanu mulai terpanci
"Apa yang membuatmu jadi seperti ini?""Aku tidak tahu. Yang aku tahu, iblis itu telah berhasil menguasaiku.""Kamu bisa mengendalikannya. Kamu masih punya sisi baik jauh dari dalam jiwamu.""Tidak. Aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga, tapi hanya kehancuran yang aku berikan pada orang-orang terdekat ku.""Tidak kah kamu tahu, hidup wanita itu hancur?""Aku tahu dan aku lebih hancur darinya. Tapi, paling tidak, aku tidak melihatnya menangis lagi di depan mataku. Karena aku benci melihatnya menangis.""Dan kamu terlalu egois. Sekarang dia tidak hanya menangis, tapi juga hancur. Kamu menghancurkannya Elmer!""Aku tahu! Aku melakukan semua ini demi kebaikannya. Meski dia hancur sekarang, tapi dia tidak akan pernah melihat wajah bengis ku. Tidak akan pernah melihat tatapan nyalangku. Dan yang pasti … aku tidak akan pernah berusaha menyakiti dan membunuhnya. Aku … aku sakit dan selalu terluka melihat sorot ketakutan dan cemas di matanya. Lebih baik aku hidup sendiri dengan cintaku. Cinta
Tuan Dhanu dan Nyonya Merry menyambut kedatangan Alena dengan hangat. Meski mereka kaget kenapa tiba-tiba menantunya ini datang tiba-tiba. Firasat Tuan Dhanu sudah tidak enak dengan kedatangan Lena yang sendiri.Namun, akhirnya ia mengerti setelah Doni menceritakan semuanya."Jadi Elmer hampir membunuh Lena?" Kaindra termangu dengan gusar."Ini yang papi takutkan selama ini. Elmer bisa sewaktu-waktu menyakiti istrinya. Doni … apa menurutmu yang membuat Elmer menjadi beringas seperti itu? Kamu dan Randy yang setiap hari bersamanya."Doni meneguk ludahnya. "Menurut saya dan Randy, penyebabnya adalah ketika Tuan Elmer melihat makam Sonya. Dendam dan sakit hati yang sudah lama terpupuk pada wanita itu dan belum sempat di tuntaskan menjadi penyebabnya. Selama bersama Nyonya Alena, Tuan bisa melupakan wanita itu, karena Nyonya Lena selalu mengalihkan perhatiannya dan selalu membuatnya bahagia.Tapi, karena kejadian itu. Kejadian penyekapan dan penyiksaan terhadap Nyonya Lena dan akhirnya be
Langit sepertinya mengerti perasaan dua anak manusia yang sedang gundah. Ia menurunkan hujannya di siang itu.Rumah yang sebelumnya terlihat ceria karena selalu terdengar senda gurau dan tawa membahana dari kamar sang majikan, kini semuanya terasa senyap.Elmer termangu memandangi tetesan hujan di luar sana melalui jendela kamar Randy. Hatinya sakit dan terluka mengingat kejadian tadi malam. Entah apa yang terjadi padanya. Kenapa kini, ia merasa sisi gelap dalam jiwanya semakin besar dan tak dapat ia kendalikan.Sejak saat itu. Saat ia melihat makam Sonya dan ingin membongkar makamnya dan mencabik-cabik mayatnya yang mungkin sudah menjadi belulang.Sejak saat itu. Saat ia mencekik Vena dan akan membunuhnya kalau tidak di halangi oleh Lena, istrinya.Ia merasa sangat benci pada Lena saat itu karena menghalanginya untuk membunuh Vena. Sisi gelap jiwanya seakan memberontak dan ingin memberi pelajaran pada Lena. Ia ingin Lena tahu, betapa sakit hatinya pada kembarannya itu. Dan ia tidak m
Lena menggeliat karena ia merasa kedinginan. Saat membuka mata, ia tak menemukan Elmer memeluknya seperti biasa. Bahkan suaminya itu juga tidak menyelimutinya sama sekali. Ia beringsut bangun dan mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dengan pencahayaan temaram itu.Ia sangat terkejut ketika melihat Elmer duduk diam di sofa. Lena segera mengenakan pakaiannya dan mendekati suaminya."Sayang … kenapa kamu tidak tidur?"Elmer diam tak menjawab. Matanya kosong menatap ke depan."Elmer …." Lena semakin mendekatinya dan kini ia dapat melihat dengan jelas wajah Elmer yang beringas. Ia tersentak dan menelan ludah. *Elmer … sayang." Lena mengulurkan jemarinya perlahan untuk mengusap wajahnya. Namun, laki-laki itu tetap diam dengan raut masih menakutkan.Lena duduk di samping Elmer dan memeluknya. Ia tidak tahu kenapa wajah suaminya kembali seperti itu, karena selama dua hari setelah kejadian di rumah Gurat, Elmer sudah baik-baik saja. Bahkan mereka baru saja mengalami pelepasan hingga tiga k
Alena tidak menyerah dan selalu menemani suaminya. Di balik wajah bengis seorang Elmer, Lena selalu sabar. Kadang ia bercerita, kadang ia bersenandung. Dan kadang ia menciumi wajahnya.Kerja keras Lena membawa hasil. Wajah dan sorot mata Elmer semakin berubah.Hingga suatu ketika, Elmer seperti tersadar dan ia menangis tersedu meminta maaf pada Lena.Mereka berpelukan erat setelah Randy melepaskan ikatannya."Kamu pasti sangat menderita. Maafkan aku sayang. Maaf jika aku tidak bisa mengendalikan iblis dalam diriku. Maafkan aku." Ia terisak dan memeluk erat istrinya.Tidak berapa lama, suara tawa terdengar dari kamar mereka membuat semua orang bernapas lega..Dua pria yang telah lama tidak bertemu itu saling duduk berhadapan."Sekarang kita menjadi besan, Bim," ucap lelaki yang lebih tua satunya."Saya tidak menyangka, kita akan di pertemukan lagi dalam keadaan seperti ini." Bima tersenyum hangat."Bima … atas nama keluarga Mahendra, aku meminta maaf padamu yang dalam atas semua yang
"Apa yang akan kita lakukan dengan mayat mereka?" Wajah Kaindra gusar dan cemas menatap mayat Davin dan Gurat.Elmer hampir saja membunuh Vena meski sudah di halangi oleh Lena. Doni segera menyuntikkan lagi obat padanya. Sedangkan Lena, wanita itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri bersama Vena. Suara tangisan bayi mengagetkan mereka. Kai beranjak dari duduknya masuk ke dalam kamar dan menggendong bayi Vena."Sepertinya dia kelaparan, Tuan," ujar Tony. Pria setia itu segera membuatkan susu dalam botol dan segera memberian pada Kai. "Kasihan kamu, Nak. Sekarang kamu menjadi yatim," lirihnya sambil meminumkan susu pada bayi Kevin."Kita kuburkan mereka semua di belakang. Dan kamu Doni. Urus rumah ini agar menjadi milikku. Cari bagaimana caranya meski pemiliknya telah tewas," perintah Tuan Dhanu.Jimmy dan Randy segera memerintahkan para anak buahnya untuk menggali tanah di pekarangan belakang."Tuan, di belakang ada makam Sonya," lirih Jimmy membuatnya terhenyak.Gegas, pria paruh baya i
Setelah pintu terbuka, mereka masuk ke dalam sebuah halaman belakang yang lumayan luas. "Ini makamnya, Tuan." Randy menunjuk sebuah makam dengan sebuah penanda dari kayu bernama Sonya Verawati.Elmer berdiri dengan ekspresi dingin menatap makam itu."Seharusnya malam itu … aku langsung membunuhmu, dan bukan Vella. Sayang … akhirnya kamu membusuk di dalam sana, bukan berakhir dari tanganku."Kemudian ia menoleh ke arah rumah yang terang dan terdengar suara gelak tawa di dalamnya."Tenyata benar, mereka semua di sini." Elmer mendesis dengan mata berkilat kejam.Randy meneguk ludahnya getir. Ia segera mempersiapkan senjatanya untuk kemungkinan paling terburuk.."Lihatlah keluarga suamimu, Lena. Mereka tidak mau memberikan apa yang kami minta. Mereka lebih memilih melihatmu mati daripada melepas aset mereka." Vena tergelak bersama Angga."Nyawamu ternyata tidak ada harganya bagi si psikopat itu. Kamu sungguh bodoh … adikku sayang," ujar Angga menyorot nya nyalang.Alena hanya diam tak b