"Bisakah aku mengajukan syarat?" Chana menunduk, mengaduk makanan di depannya.Axel meletakkan tabletnya. Dia menatap Chana sedikit. "Apa kau memiliki suatu keadaan?""Itu, aku memiliki sedikit urusan. Sampai saat itu selesai bisakah kita merahasiakannya?""Urusan seperti apa?""Axel,""Sayang, aku suamimu sekarang. Aku berhak tahu hal-hal yang kau lakukan."Chana terdiam. "Itu bukan masalah yang akan menyeret namamu. Aku janji.""Tidak. Aku tetap harus tau.""Hubby, kumohon."Axel memejamkan matanya, setiap melihat Chana memohon dengan mata bulat bersinar, dia selalu kalah. "Kau tak akan mengajukan kontrak seperti terakhir kali kan?"Chana menggeleng."Chana, pernikahan kita sah secara hukum. Aku mengingatkanmu karena terakhir kali kau mengajukan pernikahan kontrak.""Itu tidak akan terjadi. Hubby, kau adalah yang terbaik. Kau tahu itu," Chana memujinya. Saat seperti ini, dia harus bersikap lembut agar Axel luluh."Dan jangan pernah menyentuh alkohol kedepannya. Jika kau dalam situa
"Ayah," Chana berlari memeluk ayahnya dengan kaku. Dia sangat tahu kemarahan ayahnya di setiap perubahan sikapnya akhir akhir ini. Terlebih tuntutan dari Axel sudah cukup mengacaukan saham keluarga Oswald hingga terendah. Tapi karena dia dan Axel telah menikah, selanjutnya dia tak perlu mengkhawatirkan apapun. Hanya saja dia tak terbiasa bersikap seperti ini. Tapi untuk menggapai rencananya, dia harus merubah sikapnya. Elden baru saja kembali dari ruang rapat. Dia cukup terkejut dengan kedatangan Chana di perusahaan karena ini baru pertama kalinya Chana datang. Tapi dia lebih terkejut saat putrinya berlari lalu memeluk erat tubuhnya. Ini sedikit aneh. "Chana, kau baik-baik saja?" Tak ada hal yang bisa Elden ekspresikan karena keterkejutannya. Dia lebih mencurigai putrinya yang bersikap manja padanya. Chana mengangguk. "Ayah, aku ... kurasa aku sakit." Mata Elden terbelalak. Kapan terakhir kali dia mendengar keluhan Chana selembut ini? Tapi meski begitu dia tetap saja tak terbiasa
"Logan, kumohon." Chana terisak, mencoba memberontak terus menerus. Tapi pria itu bagai batu, tak bergerak selain terus menjilati jari-jari kakinya. "Menangislah," ucap Logan lembut. "Aku lebih menyukainya." Bibirnya terus bergerak, meninggalkan jejak merah di betis putih Chana. "Kau gila! Brengsek! Bajingan! Logan, lepaskan aku. Kumohon lepaskan aku!" Logan tertawa, dia menatap Chana penuh minat. Dia melihat bagaimana wajah putih itu merah karena tamparannya. Dia melihat air mata itu terus turun dari mata sayu yang menatapnya penuh kebencian. Dulu mata itu bersinar, menatapnya penuh cinta, tapi sekarang semua berbeda. Dia suka melihat bibir kecil tipis itu mengucapkan makian, lalu memohon penuh harapan seperti sekarang. Karena dulu bibir manis itu selalu mengagungkan juga menyebut cinta berulang kali. Memujanya bagai dewa hingga membuatnya bosan tak terkira. Tapi cinta Chana tulus. Dia tahu itu. Lalu tiba-tiba, Chana-nya berubah. Tak hanya menjauhinya juga tak peduli padanya hany
"Selamat malam calon ayah mertua."Agraf ingin sekali tertawa tapi rasa berat di hatinya menghimpit erat bagai batu besar yang di limpahkan. Hanya dengan sekali lihat, dia bisa mengetahui bahwa pria asing yang dipeluk Chana tak sederhana seperti yang terlihat. Dan tak butuh waktu lama dia tahu bahwa Axel akan menjadi saingannya.Elden menajamkan pendengarannya meski wajahnya tak memiliki banyak ekspresi. Keadaan putrinya yang sangat mengenaskan cukup membuat amarahnya meledak. Tapi seorang pria asing yang baru pertama kali dia lihat memanggilnya Ayah mertua? Apakah pria itu bercanda? Logan adalah pria yang dikencani putrinya. Dan setelah ini dia akan memastikan untuk memutuskan semuanya.Sedangkan Chana menggertakkan giginya. Dia sudah sangat lelah, dimulai dari Logan yang bertindak brutal lalu Agraf yang memperlakukannya sangat manis, Ayahnya yang tampak sangat peduli. Sekarang, Axel, suami yang baru dia nikahi tidak kurang dari dua hari datang dan seolah ingin membuat masalah. Dia m
"Ayah, ibu tidak mati.""Tidak, ibu tidak pernah meninggalkanmu. Ibu tidak pernah lari apa lagi tinggal di Kota G." "Tanda tangan itu palsu!" "Ayah, renungkan. Cinta ibu padamu, kau tahu seberapa besar itu. Ayah lah yang menyakiti ibu." Elden tak bergerak, menatap langit malam dengan resah. Ucapan demi ucapan Chana terngiang. Selama beberapa hari Chana tinggal di rumah utama, setiap hari putrinya itu selalu mengatakan hal yang membuat rindunya pada Kelsyana menyeruak keluar. Tangannya meremas sebuah kalung dengan liontin berlian kecil berwana Ruby. Wajah Kelsyana terbayang riang di pelupuk matanya. Keraguan terlintas di benaknya."Kelsya, apakah kau benar-benar tidak meninggalkanku? Aku menyakitimu. Benar, akulah yang menyakitimu." Penghianatan yang pernah dia lakukan terbayang. Dia tanpa sadar menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian kejam yang pernah dia torehkan.Elden mencium kalung dalam genggamannya sekali lagi, cinta di hatinya yang dipaksa hilang kini menyala kembali. Terb
"Sayang, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyakitiku? Sayang, Sayang, Sayang." "Berhenti bicara dan keluar dari kamarku!" Mesya kesulitan berjalan karena tiba-tiba Elden menarik tangannya lalu menyeretnya turun dari tempat tidur. Kepanikan terlintas, tapi dia bahkan tak sempat memberontak."Tidak, Elden coba jelaskan padaku. Apa salahku? Kenapa kau tiba-tiba mengusirku?" "Tanyakan pada dirimu sendiri. Kenapa aku bisa semarah ini!" "Elden, jangan seperti ini. Chana, benar, Chana. Apakah ini karena Chana? Apa yang gadis lancang ini katakan padamu sampai kau marah padaku?" "Lancang?" Tawa Elden terdengar menyeramkan. Dia menarik rambut Mesya lalu mendorong kepala Mesya keras. Membuat Mesya tersungkur ke lantai. "Kenapa aku baru menyadari bahwa kau memang se-benci itu pada putriku. Kau pasti mengira aku pria bodoh yang bisa kau kendalikan seumur hidupmu!" Chana hanya duduk menyaksikan. Senyumnya terukir halus dan secangkir teh mengepul di depannya. Dia menyilangkan kedua tangannya,
"Berikan, Chassy berikan pada ayahmu." Chassy mengepalkan tangannya tak terima saat permintaan ibunya terasa begitu berat untuknya. Semua hak milik yang dia simpan. Ibunya mengatakan itu semua akan menjadi miliknya suatu hari nanti dan dia sudah menunggu cukup lama. Tapi tiba-tiba dia harus menyerahkan begitu saja. "Ibu, ibu bilang itu akan menjadi mas kawinku!" Mata Elden melebar marah. Tangannya terangkat dan satu tamparan jatuh di wajah Mesya. "Kau mengatakan hal seperti itu pada Chassy? Sesuatu yang kau curi, kau akan memberikannya seolah itu mas kawinnya! Seolah olah itu milikmu! Mesya, apa kau benar-benar seorang ibu!" Chassy melebar, dia terduduk karena terkejut. "Bu-bukan milik ibu? Mencuri? Ibu mencuri? Ayah, hal tak masuk akal apa yang ayah katakan!" "Diam!" Teriak Elden membuat Chassy bungkam. Chana tersenyum puas. Dia duduk di sofa lalu meminum teh hangat yang tak lagi sepanas sebelumnya. Semua benar-benar diluar dugaannya. Semua menjadi menarik karena Chassy juga ma
"Ayah, jangan seperti ini. Berikan ibu kesempatan. Dia akan berubah. Ayah," Chassy memohon, dia memegang kedua kaki Ayahnya dengan tangisan pilu.Chana tak tertarik, dia hanya menatap jam dinding yang terus bergerak tanpa menimbulkan suara. Dia berdiri tepat saat suara langkah kaki di luar cukup kuat untuk membuat semua fokus orang teralih. Sepertinya hal yang Oscar siapkan telah datang.Mesya adalah orang yang paling terkejut. Saat dua orang polisi masuk lalu menahan kedua tangannya. Perintah penahan jelas membuat semua orang tak percaya. Sampai Oscar masuk dan menjelaskan semuanya."Nyonya Mesya di tahan karena percobaan pembunuhan, pencurian dan pemalsuan tanda tangan."Elden tak bergerak. Dia hanya melihat Mesya meraung tak terima dengan teriakan permohonan ampun juga permintaan maaf. Lalu permintaan tak ingin pergi ke penjara adalah hal yang paling disebutkannya."Ayah, ayah, kenapa polisi membawa ibu? Tidak, tidak, tidak. Ibu, ibu, ibu ...." Chassy panik, dia mencoba menahan ibu