Saat tiba di rumah, Valerie sudah tertidur di dalam mobil. Emrys memarkirkan mobilnya sementara Ky sudah ada di sana lebih dulu, menyambutnya dengan membungkukkan tubuh. Emrys keluar dari mobil. Ky mendekatinya lalu menganggukkan kepalanya, pertanda tugas yang diberikan Emrys sudah selesai dikerjakannya.Emrys menggendong Valerie. Dia membawa Valerie langsung ke atas dan merebahkannya di atas tempat tidur. Valerie sudah seperti mayat hidup, tidak bergerak sama sekali bahkan ketika Emrys menggendongnya.Saat menatap Valerie yang tengah tidur, mata Emrys tidak bisa untuk tidak melihat bagian tubuh Valerie yang menggugah batinnya. Mengenakan gaun dengan potongan depan berbentuk V, dada Valerie terlihat menyembul, membuat Emrys harus bisa menahan dirinya.Valerie berbalik membelakanginya, dan menampakkan punggung mulusnya. Tubuh belakang Valerie terpampang di depan mata Emrys karena hanya dibalut oleh strap gaunnya. Emrys menelan ludah dengan susah payah. Dia menyelimuti Valerie, lalu ber
Dengan bantuan Ky, Valerie memutuskan untuk menyusul Emrys. Ky memberitahunya jika biasanya Emrys dan teman-temannya akan menghabiskan malam di Hollow Glass, sebuah klub malam di tengah kota. Ketika Valerie bergurau tentang bagaimana Emrys akan memecat Ky karena sudah membantunya, Ky malah menjawab, “Aku tidak menyukai wanita-wanita yang melayani di klub malam itu. Mereka terkenal menghalalkan semua cara demi mendapatkan para pria kaya raya, memerasnya atau bahkan menikah dengan mereka. Dan aku mendukung Nyonya Valerie untuk menjemput Tuan Emrys dari sana, jika Tuan Emrys memecatku, aku harap Nyonya bisa mempekerjakanku.”Valerie tertawa saat Ky mengatakannya. Seharusnya Ky tahu jika pernikahan ini hanya sandiwara mengingat betapa dekatnya dia dengan Emrys. Dia mana punya kuasa apa pun? Emrys lah yang mengaturnya dan jelas Emrys lah yang memiliki kekuasaan sepenuhnya.Saat memasuki ruangan yang ditunjuk Ky, Valerie melangkah dengan berani. Sekalipun Emrys membunuhnya, dia akan tetap
“Ku dengar dari Ky kalau kamu yang menjemputku tadi malam di klub.”Emrys menemui Valerie yang sedang sibuk memotong bunga mawar di taman halaman belakang rumahnya. Valerie hanya menggumam tanpa melihat Emrys. Gadis itu terus memotong tangkai demi tangkai bunga yang sudah dipetiknya, lalu menyusunnya ke dalam sebuah vas kaca.“Kamu tahu dari mana aku di sana?” tanya Emrys lagi.“Aku bertanya pada Ky,” sahut Valerie dingin.Dia berdiri, mengibaskan celana pendeknya dari sisa daun-daun yang menempel di sana. Setelah itu Valerie langsung berlalu tanpa menghiraukan Emrys lagi. Dia sudah berjanji tidak akan peduli lagi pada Emrys. Laki-laki itu menyakitinya terlalu dalam dan dia tidak akan mengizinkan Emrys melakukannya lagi.“Kamu mengabaikanku?”Emrys membuntuti Valerie. Gadis mungil di hadapannya itu hanya menggeleng pelan, menaruh vas yang dibawanya dari taman dan meletakkannya di atas meja. “Mana berani aku mengabaikanmu, Tuan Emrys?” Valerie tersenyum, mengejek, lalu dia langsung be
“Kamu bilang kamu akan berjuang untuk mendapatkan perhatiannya, sekarang kamu bilang kamu menyerah. Sebenarnya yang mana yang mau kamu jalani?” Zach bersedekap menatap Valerie.Gadis itu memelas, sedikit memberengut sambil mengacak-acak es krimnya. Keduanya tengah menunggu Isabelle karena mereka berjanji untuk menonton bioskop bersama. “Heh, jangan melampiaskan kekesalanmu pada makanan ini. Dia tidak salah.” Sungut Zach.“Aku tidak tahu yang mana yang harus ku lakukan,” Valerie menatap Zach. “Di satu sisi aku ingin membuktikan kalau aku layak, aku bukan hanya gadis ingusan berusia sembilan belas. Tapi di sisi lain... Aku rasa aku tidak akan bisa menggantikan wanita itu dari hatinya.” Ujar Valerie pelan.Dia memutar tubuhnya, melipat kedua tangan dan mendekap kaca pembatas di salah satu pusat perbelanjaan tersebut. Dari sana dia bisa melihat ribuan orang memenuhi bangunan itu, entah hendak berbelanja atau sekedar bermain seperti mereka.“Kalau begitu, kenapa kamu tidak minta bercerai
Emrys melihat dari kaca mobil jika Valerie sudah tidak terlihat lagi. Dia menghela nafasnya, lalu mencoba menghubungi seseorang. Malam pekat menyelubungi hutan walau di atas sana bulan sedang bersinar. Namun tampaknya cahayanya tidak bisa menembus lebatnya hutan dan membuat suasana sepanjang jalan kecil ini terlihat sangat mencekam.Anak buah Emrys sering berlatih di area hutan ini. Itu sebabnya Emrys yakin tidak akan ada orang yang mencoba berniat jahat padanya. Dan ketika di dalam lift, Emrys memang sudah memerintahkan dua orang anak buahnya berada di dekat jalan kecil itu.“Ya Tuan Emrys.”“Awasi Valeria diam-diam. Jangan sampai kalian ketahuan. Ingat, dia tidak boleh terluka sedikitpun dan harus tiba di rumah dalam keadaan selamat.”“Baik Tuan.”Emrys terpaksa melakukan hal buruk ini pada Valerie. Pengakuan Valerie tadi membuatnya tidak bisa bernafas. Dia menyukaiku? Itu tidak boleh terjadi karena aku tidak pernah memiliki niat untuk mencintai wanita mana pun.Kecuali Victoria.Se
“Apa? Kenapa kamu memberitahu Grandpa semuanya?” mata Valerie melotot.“Dia memanfaatkanmu dalam pernikahan ini dan aku tidak akan mengizinkan dia melakukannya. Jika dia memang tidak mencintaimu, aku akan membebaskanmu. Pernikahan kontrak ini omong kosong,” sahut Isabelle dingin.“Tapi...”“Grandpa, aku sangat menghormati Grandpa. Tapi Grandpa juga harus memberiku ruang. Grandpa masuk dan mengacak-acak kamar pribadiku dan menyentuh barang-barangku tanpa izin, itu sangat keterlaluan.” Nada suara Emrys mulai naik hingga membuat Valerie tidak bisa melanjutkan pembicaraannya dengan Isabelle.Dia menatap Emrys. Wajah Emrys memerah menahan amarah dan emosinya yang memenuhi tubuhnya, begitu pula Grandpa.“Keterlaluan katamu? Apa yang kamu lakukan dengan pernikahanmu dan pada Valerie, itulah yang lebih keterlaluan,” teriak Grandpa. Tubuh rentanya mulai bergetar, suaranya tidak begitu jelas tedengar.Grandpa mengeluarkan isi kotak itu dan saat dia menemukan bola kristal, Grandpa mengangkatnya
“Kamu gila,” sungut Emrys. Dia berjalan mondar mandir di kamarnya sembari menatap Valerie yang memelas. “Dari mana kamu mencurinya?” “Aku tidak mencuri,” geleng Valerie. “Aku menemukannya di hutan tadi saat kamu meninggalkanku. Mana mungkin aku meninggalkannya di sana? Itu sebabnya aku membawanya pulang diam-diam.” “Jadi sedari tadi dia ada di mobilku?” Valerie mengangguk.“Tidak. Aku tidak bisa mengizinkanmu memeliharanya. Aku tidak suka binatang, oke? Buang dia segera, atau kalau tidak serahkan pada orang lain.”“Tapi tadi kamu bilang kamu mau mengabulkan permintaanku,” protes Valerie.“Tidak dengan hewan Valerie. Aku tidak akan mengizinkanmu sampai kapan pun.” “Ternyata CEO Lysander Kingdom sangat membenci binatang. Dia juga tidak menepati janjinya.” Valerie bersungut-sungut dengan suara yang terdengar jelas, tujuannya agar Emrys bisa mendengarnya.“Apa katamu?” Emrys menatapnya tajam.“Kamu pembohong,” Valerie turun dari tempat tidur dan menggendong anak anjingnya. Sambil meng
“Kamu yakin cara ini berhasil?”Valerie memegang nampan berisi teh sambil berbisik pada Isabelle. Isabelle mengangguk. “Ini adalah teh kesukaan Grandpa. Hanya mencium wanginya saja, Grandpa akan mengingat almarhum Granny dan akan mulai mendongeng.”“Dongeng?” Valerie mengangkat alisnya.Isabelle berdecak. “Cerita masa lalunya bersama Granny.”“Oh,” Valerie membulatkan bibirnya. “Ya sudah, aku akan antar sekarang.” Bisiknya lagi.“Aku tunggu di sini.” Isabelle mengangguk.Valerie membawa nampan ke dalam ruang tengah di mana Grandpa sedang bersantai. Di balik tembok, Isabelle menunggu sambil sesekali memberi dukungan pada Valerie lewat gestur tubuhnya. Valerie menarik nafasnya. Dia berusaha tersenyum menyapa Grandpa.“Grandpa, aku membuatkan teh untuk Grandpa,” Valerie menyerahkan teh dalam gelas yang terbuat dari keramik bermotif mawar. Grandpa menatapnya penuh rasa kasihan, lalu mengelus tangan Valerie sebelum menerima teh dari tangannya. Grandpa menghirup aroma teh itu, lalu memejam
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh