Jika pernikahan bisa dikabulkan. Tapi untuk hal satu itu butuh waktu. Dia bukan wanita murahan yang rela dijamah tanpa ada rasa.
Dan, mengapa Nana tidak juga paham tentang hal itu.
“Kamu lihat, Dik,” sesal Burhan atas sikap seenaknya sang istri.
“Bibi rasa biarkan dia membiasakan diri. Sabar sejenak akan lebih baik. Dari pada gagal,” ujar Bi Siti menengahi.
“Bukan itu, ini terdengar memaksa. Tapi kalian lupa syarat dari Mama?” terang Nana. “Ini hampir satu bulan, kita hanya punya waktu dua bulan lagi. Aku tidak ingin dia pergi dari sini. Selamanya dia akan menjadi bagian keluarga ini.”
“Astaga, ham
Obrolan mereka terputus saat mbak-mbak mengantar makanan dan minuman untuk mereka.“Jadi kalian akan tetap akan berangkat bulan madu besok?” tanya Nana penuh harap.“Berikan Aku alasan untuk tidak menolaknya,” lirih Bella pasrah.“Aku merestui perasaan yang akan muncul diantara kalian. Dan mulai saat ini Aku minta lakukan kewajibanmu sebagai istri dari suamiku,” ujar Nana tanpa ragu.Dalam perjalanan tadi dia telah merangkai kalimat itu. Meyakinkan dirinya bahwa sakit ini akan sirna seiring berjalannya waktu.“Kak tidak sedang membohongi diri sendiri ‘kan?” Bella menatap tepat dalam bola mata indah milik
“Aku ikhlas jika malam ini kita harus melakukannya,” ucap Bella memejamkan matanya cairan bening keluar dari dari dalamnya. Setelah melakukan salam terakhir tanda shalat telah selesai.“Maaf jika perlakuanku nanti kurang berkenan.” Burhan membuka mukena yang masih menempel di tubuh gadis itu. Lalu membopong tubuh mungil itu keranjang.Membiarkan tetap dalam pangkuannya. Perlahan mengecup pucuk kepalanya dan merapal doa.Untuk wanita spesial harus dengan cara yang istimewa. Tadi siang pria itu mempelajarinya dari google. Itu sebabnya membiarkan Bella sendiri dikamar.Ini memang bukan pertama baginya. Bahkan dia telah lihai dalam menjalani perannya. Namun untuk gadis sholehah itu dia rela belaj
Nana memeriksa dengan seksama apakah sudah maksimal persiapannya. Di Ujung matanya mengalir dengan sendirinya cairan bening.Dia bukan munafik, tapi jauh dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Masih tersisa luka yang tidak akan sembuh sempurna.Hari baru telah lahir membawa harapan untuk babak kehidupan untuk dua orang wanita. Menjalani biduk rumah tangga dengan satu nahkoda.Baik Nana maupun Bella sibuk dengan aktivitas masing-masing di tempatnya.Pesawat mereka telah mendarah setengah jam yang lalu. Nana sengaja menunggu dalam mobil.Dia telah mengirimkan pesan pada Bella. Mengabarkan bahwa dia menunggu di mobil saja.
Bella membekap mulutnya sendiri. Menahan tawa agar tidak pecah.“Ya Tuhan. Dosa apa aku ada dia antara dua orang ini. Na, Aku mau cari bini. Bukan kucing. Yang Lo sebut itu kucing, Nana. Plis Gue lagi serius ne.” Ferdi menunjuk Nana dan Burhan.“Rasain, emang enak. Kawin tu ama kucing,” ledek Burhan.“Mentang-mentang udah dua kali belah duren. SOMBONG,” tekan Ferdi.“Bisa diam gak sih. Jangan bahas begituan napa. Pengen? Makanya kawin.” Jawab Burhan.“Kalau sekedar kawin mah gampang. Modal lima puluh ribu udah dapat yang goyangan hot. Tapi itu bukan Gue banget. Pinginnya cari yang sehidup sesurga,”
“Itu yang sedang Abang dipelajari. Tolong ingatkan Abang jika Abang melakukan kesalahan. Kepadamu itu sangat mudah. Tapi pada Bella itu yang akan sulit. Abang sangat membutuhkan bantuanmu. Demi kebahagiaan kita bersama. Berjanjilah, Dik,” pinta Burhan penuh harap.“Belajarlah untuk mencintainya. Dan itu akan mudah nantinya. Tenang saja, Aku akan selalu bersama dan mendukung Abang,” jawab Nana meyakinkan.Burhan melingkarkan lengannya pada tubuh langsing istrinya. Membekap erat dalam pelukannya. Sungguh hari ini hatinya sangat bahagia. Bahagia yang luar biasa, orang lain tidak akan mampu mengukur sebesar apa bahagianya.Didapur Bella dan Bi Siti sibuk mempersiapkan hidangan malam makan.&ldquo
“Gini aja, kalian atur saja jadwal. Agar suami kalian ini jelas kamar yang dituju,” saran Burhan.“Sebelum Abang katakan. Aku telah memikirkan hal itu,” timpal Nana.“So,” ujar Burhan lagi.“Malam ini hingga tiga malam Abang sama Bella. Tiga malam berikutnya sama Aku. Sisa satu malam Abang bebas. Di Teras juga boleh,” terang Nana.“Wanita aneh apa kau setuju.” Burhan melihat Bella.“Aku no komen. Ikut yang terbaik saja,” jawab Bella tulus.Dia tidak menolaknya karena sadar siapa dirinya. Dan sebagai istri sudah seharusnya dia m
Hamka masih duduk diteras. Waktu telah menunjukan lewat tengah malam.Sedang Heru usai makan tadi segera menenggelamkan diri di tempat tidur. Dia sangat lelah meski hanya petugas keamanan tapi cukup membuatnya capek.Pria dua puluh lima tahun itu mendesah berat. Mengingat malangnya kisah cintanya. Layu sebelum sempat berkembang.Wanita yang membuatnya nekat meninggalkan pondok. Jauh dari orang tuanya terutama sang umi. Telah dipersuntingnya laki-laki lain.Hamka memutuskan tetap tinggal untuk memastikan gadisnya itu bahagia atau tidak. Jika tidak, dia akan merebutnya kembali. Cinta yang besar telah mengalahkan akal sehatnya.___TingTingPupil Hamka ingin melompat dari tempatnya. Melihat siapa yang memesan taksi.Dering gawainya barusan adalah pemberitahuan dari aplikasi taksi onlinenya.Harinya penumpangnya layam ramai. Baru sempat menjenguk Bella dari kejauhan saat matahari telah condong kebarat.Dari posisi saat ini wajar saja memilih dirinya. Hamka mengusap kedua tangannya yang d
“Kamu ingin Aku mencari tahu siapa supir itu. Supaya nanti kamu bisa menghajarnya,” tawar Nana saat tiba di dapur.“Gak gitu juga, Kak.” Bella mendelik.“Biar adik Aku ini puas dan tidak menggerutu lagi. Aku yakin yang kalian bicarakan itu pasti si supir misterius.”“Iya, tanpa jeda dari tadi nyerocos.”“Haha, Bella, Bella. Selama kita kenal baru kali ini. Aku lihat kamu jengkel, ternyata seorang Bella bisa juga marah.”“Kakak,”“Pesona si supir taksi mengalahkan pesona suami kita. Dosa tau memikirkan pria lain.”“Kakak, Aku bukan mikirin dia. Tapi jengkel saja. Pingin numpuk tu orang pakai batu.”“Jangan nanti kalau mati. Gak ada lagi yang bisa buat seorang Bella marah-marah.”Nana terpingkal-pingkal, rasanya lucu melihat tingkah madunya sore ini.“Atau kamu kesal tidak bisa pulang sama Bang Burhan. Si supir hanya kambing hitam saja,” goda Nana lagi.“Sudah, dia lagi kesal kamu jahilin terus. Kasian Nduk,” Bi Siti menengahi keduanya.Bella menghentak-hentakan kakinya. Menjauhi Nana a