Seperti yang Mamanya bilang, hari ini Miko libur dan tidak ada kegiatan apapun. Anak itu tidak ada kegiatan apapun selain pulang sekolah terus bermain dengan adiknya. Dan juga Celia yang sangat senang karena siang ini Kakaknya full seharian bermain bersama dengannya, anak itu berlarian ke sana dan ke sini seharian."Tumben sekali Miko ambil cuti?" tanya Dante yang berkunjung ke rumah Frisca."Aku yang minta semalam Kak, kasihan adiknya setemgah hari kemarin menangis mencari Miko," jelas Frisca seraya duduk di samping suaminya. "Miko bekerja terlalu keras," sahut Daniel mengembuskan napasnya pelan. Sejak tadi ia diam memperhatikan anak-anaknya. "Miko... Dia melakukan semua ini karena ingin diakui, bukankah itu terlalu jahat untuknya?" Frisca tersenyum, ia mengarahkan jari telunjuknya di depan bibir saat melihat Miko membawa adiknya berjalan mendekati sang Mama dan Papa."Sini Boy!" panggil Dante melambaikan tangannya pada Miko. "Duhh... Anak laki-laki kecil Om Dante, sudah besar saj
"Kakak, hari ini libur kan ya? Celia mau main sama Kakak. Kita jalan-jalan sama Mami dan Papi ya, Kak..." Celia mendekati Miko yang sedang belajar di meja depan. Mendengar rengekan sang adik membuat anak laki-laki itu langsung menutup bukunya. Dan Miko pun memangku Celia dengan nyaman. Adiknya itu memeluknya erat-erat. "Kakak... Mami sama Papi masih pergi lama, nggak?" Celia mendongak menatap Miko dengan ekspresinya yang cemas. "Nggak Celia, pasti sebentar lagi pulang." Miko mengusap punggung mungil adiknya dan menenangkannya. "Jangan sedih, kan ada Kakak. Sebentar lagi Om Dante juga ke sini kok, jangan sedih, ya..." "Huum." Celia menganggukkan kepalanya. Dan benar saja, tak berselang lama akhirnya muncul juga mobil milik Dante masuk ke dalam pekarangan rumah. Dibelakangnya diikuti oleh mobil Daniel. Di sana, Miko langsung berdiri dari duduknya sambil menggendong sang adik. "Nah itu dia Mami sama Papi sudah pulang!" pekik Miko. "Mami... Papi!" pekik Celia dengan bibir yang me
Beberapa tahun kemudian...Tahun berjalan dengan cepat, tiba saatnya kedua putra dan putri Daniel dan Frisca sudah dewasa. Celia yang sekarang sudah berusia delapan belas tahun, dan Miko yang sudah berusia dua puluh tiga tahun. Tak ada yang tahu sosok Miko dewasa yang sangat-sangat overprotektif pada adiknya, ia tidak mau Celia sampai dibodohi laki-laki manapun. "Nanti kalau pulang hubungi Kakak, jangan numpang sama temen-temenmu manapun! Hubungi Kakak saja, paham Cel!" tegas Miko menatap tajam pada sang adik. Gadis cantik berambut lurus hitam itu cemberut dan menganggukkan kepalanya dengan sangat terpaksa. "Kak, Celi mau nongkrong sama tem-""Nggak ada! Nongkrong sama Kakak!" tegas Miko menyerahkan tas merah muda milik sang adik saat berhenti di depan gerbang kampus. Miko menjadi sosok laki-laki tampan, sukses yang diidamkan banyak orang, termasuk para teman-teman Celia. "Sudah sana, cepat masuk ke kelas, belajar yang pintar, ngerti?!" "Heem, iya Kakak." Celia langsung turun
"Mami sama Papi dengar-dengar nilai Celia naik lagi, hem?"Suara Daniel membuka percakapan mereka saat makan malam. Dan sang putri pun menganggukkan kepalanya antusias. "Yups Pi, nilai Celi naik dan lebih bagus dari tahun kemarin. Meskipun di kelas balet, Celi juga menjadi salah satu murid Madam Foey yang termasuk unggulan," jawab gadis itu menyela cepat. "Bagus sekali, kalau begitu Mami dan Papi akan ngasih permintaan apapun yang Celi mau," sahut Frisca, sang Mami yang kini duduk berhadapan dengannya. Celia, dia berbinar dengan tawaran sang Mama. Gadis itu mengerutkan keningnya dan langsung mengangguk antusias. "Itu Mi, Celi ingin pacaran," jawab gadis itu dengan wajah yang berbinar-binar penuh harap dan izin dari Mami dan Papinya. Seketika mereka semua terdiam dan menatap Celia. Gadis itu sendiri hanya kikuk dan saling tatap saja dengan keluarganya. "Heum? Bagaimana? Boleh tidak? Celi ingin pacaran, sama kayak teman-temannya Celi," ujarnya sebelum ia menatap sang Kakak yang me
"Cel, kamu yakin Kakakmu nggak marah kalau kamu ikut kita ke club malam?" Rena dan Lucy menatap Celia yang kini duduk di bangku belakang mobil, pulang les bahasa, Celia langsung ikut dengan neraka, ia tidak pamit pada Mami dan Papinya, dan hanya memberitahu Miko. Melihat ekspresi teman-temannya yang tidak yakin padanya, Celia pun merasa sedikit kesal pada mereka."Nggak kok, Kak Miko kalau larang Celi pasti sudah marah di awal, ini tadi siang dia diem aja kok, kalian nggak usah takut," ujar Celia pada kedua temannya. "Okay, kalau begitu ayo masuk ke dalam sana!" Rena menunjuk sebuah tempat ramai di depan sana. Celia, dia menganggukkan kepalanya dan berjalan bersama dengan kedua temannya. Hanya Celia yang membawa tas punggung berwarna merah muda dan memakai dress sebawah lutut dan memakai Hoodie. "Jangan kaget ya Cel, have fun aja. Nanti pasti dapat banyak teman," ujar Lucy merangkul Celia. "Iya, terima kasih sudah ngajak Celi, ya," ucap Celia dengan polosnya. "Heem, santai saja
Setelah kejadian semalam Celia pergi ke Club malam karena mengikuti temannya, dan juga Kakaknya yang marah-marah padanya membuat Celia takut. Syukurlah Miko tidak mengadukan masalah ini pada Papanya, hal itu membuat Celia mampu bernapas lega. Dan pagi ini, Celia bangun kesiangan, ia terpaksa tidak berangkat kuliah, belum lagi Celia kembali demam sampai Mamanya juga melarang gadis itu pergi ke kampus. "Udah sarapan, kan? Obatnya juga udah diminum kan, Baby?" tanya Miko mendekati adik kesayangannya. "Iya... Udah, Kakak." Celia menganggukkan kepalanya sembari memeluk toples berisi camilan. Dan Miko langsung meraih tuxedo hitam miliknya yang berada di atas sofa di samping Celia. Laki-laki itu memperhatikan adiknya yang asik menonton TV. Meskipun Celia sudah besar, tapi tetap saja dia seperti anak kecil yang sangat menyukai berbagai film kartun. "Kakak berangkat ya, sampaikan ke Mami dan Papi, Kakak harus berangkat pagi," ujar Miko pada Celia. Gadis itu menatap malas tidak peduli s
"Celia ini masih kuliah baru dapat tiga bulan, dia juga anak yang pintar di berbagai bidang yang dia tekuni." Daniel menjelaskan tentang Celi pada Justin yang kini masih ada di rumahnya. Saat Daniel menjelaskan panjang lebar tentang Celia pada Justin, hal itu membuat Celia sangat malu. Lebih baik Papinya membicarakan Miko daripada membicarakan dirinya seperti ini. Meskipun hanya mengatakan berbagai hal positif, tapi tetap saja Celia malu. "Saya dulu pernah punya adik, mungkin kalau masih diberi panjang umur akan seusia Celia, tapi dia sudah tidak ada dan meninggalkan saya hidup berdua dengan Mama selama Papa meninggal menyusul adik." Justin menceritakan sedikit kisah hidupnya. Celia yang mendengar itu semua hanya diam dan menyandarkan kepalanya pada pundak sang Mama. "Tapi kau cukup tangguh, Tuan Justin. Aku saja merasa bangga atas semua pencapaian yang kau dapatkan di usia mudamu," ujar Daniel. Laki-laki itu mengangguk. "Terima kasih Pak Daniel." "Apa kau sudah punya Istri?" t
"Sudah berapa kali Mami bilang, jangan bertindak sembarangan apa lagi tidak sopan! Tuan Justin itu rekan kerja penting Papimu, Celia!" Amukan Frisca membuat sang putri cemberut. Di dalam ruangan Miko, gadis cantik itu duduk diam menekuk wajahnya dan menyumpah serapahi Justin. Celia berharap kalau laki-laki bernama Justin itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal karena selalu membuat Celia dalam masalah. "Sudahlah Mam, Celia kan nggak tahu," sahut Miko, seperti biasa dia selalu menjadi pelindung Celia. "Jangan dibela, adikmu kalau dia salah, Miko! mau jadi apa nanti kalau dia tiba-tiba melunjak," seru Frisca pada Miko. Wajah Celia mendadak muram, gadis itu mendongak menatap sang Kakak dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya Mi, Celia salah. Celia minta maaf," ucapnya lirih. "Jangan diulangi, nanti yang ada Papimu pun juga akan ikut kesal, paham, Celia!" "Heem." Celia mengangguk kecil memeluk bantalan sofa. "Celi... Celia masih mau di sini, Celi mau pulang sama Kakak." "Y
Keesokan harinya.Justin ternyata datang ke rumah Celia lagi, bahkan sangat pagi-pagi sekali laki-laki itu menjemput Celia. Dia mengajak gadis cantiknya pergi ke suatu tempat, memaksanya dengan sabar karena tahu suasana hati Celia yang sangat buruk pagi ini. "Kau mau mengajakku pergi ke mana, Justin?" tanya Celia dengan wajah malas, dia menatap ke arah luar jendela mobil hitam milik laki-laki itu. "Ke suatu tempat." Justin tersenyum tipis. "Kenapa manyun saja, hem? Ada masalah?" tanya Justin mengusap pucuk kepala Celia. Gadis itu mengangguk. "Kenapa kau masih bisa sesantai ini setelah semalam Papaku mengatakan hal buruk tentang kita, kenapa?" Kening Justin mengerut, laki-laki itu tidak menjawab dan ia sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya Celia maksud saat ini. Sampai beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah tempat. Kedua mata Celia melebar dan angin pagi yang semilir menyapanya dengan sangat lembut. Tidak terlalu menikmati perjalanan, tapi tiba-tiba mereka sudah
"Bagaimana? Sudah bertemu dengan Justin?!" Miko tersenyum menatap adiknya yang memasang tampang kesal. Di samping Celia ada Justin yang tersenyum kepadanya. "Kalian ini niat sekali membuatku kesal, aku sampai seharian nangis," seru Celia, ia menendang kaki Miko yang duduk di sampingnya. Daniel dan Frisca tersenyum tipis. Mereka tidak bepergian jauh, mereka hanya sedang berkunjung ke vila baru yang dibeli Miko beberapa Minggu yang lalu. Sengaja juga mengerjai Celia. Daniel menghela napasnya pelan, laki-laki itu menatap pemuda tampan yang duduk di samping Celia. "Kau tidak kembali lagi ke London, Justin?" tanya Daniel menatap pemuda itu. "Tidak Om, saya mungkin akan ke sana nanti, bersama Celia." Justin menjawabnya seraya menatap Celia. Gadis cantik itu jelas saja langsung berseri-seri dan mengangguk antusias. "Halah, giliran begitu aja antusias banget!" Miko menarik pipi Celia dengan kuat hingga sang empu memekik melebarkan kedua matanya. Sontak, Justin langsung menepis tangan
Satu Minggu berlalu..."Mami dan Papi akan pergi dengan Kakak juga, Celia di rumah saja ya," bujuk Frisca pada putrinya. Gadis cantik yang baru bangun tidur itu langsung mengerjapkan kedua matanya. Tidak biasanya sang Mama akan meninggalkannya begini. Celia pun langsung cemberut saat itu juga. "Kenapa sih Mi? Memangnya Mami sama Papi mau ke mana? Seenggaknya itu jangan ajak Kakak dong, Celia kan tidak mau sendirian!" Gadis itu memprotes, seperti biasa kalau Celia sangat amat takut sendirian. "Manja banget sih jadi bocah, malu sama umur!" sinis Miko menyahuti. Ekor mata Celia melirik sang Kakak, pria tampan itu nampak membawa sebuah koper hitam miliknya dan berpenampilan sangat rapi dan berkelas, seperti biasa. Wajah Celia langsung menunjukkan ekspresi bingung. "Mau ke mana sih? Kok bawa koper besar segala?! Kenapa tidak kemarin-kemarin bilang ke Celia, sih Mi?!" amuk Celia pada Maminya. "Kita mau ke Italia, kenapa?" Miko pun ikut menyahuti. Saat itu juga Celia berdecak kesal,
"Adikmu murung sekali, Miko. Kenapa Celi?" Daniel memperhatikan putrinya yang tampak sedih, gadis itu juga tidak mau bergabung bersama Mama dan Papanya seperti biasa. Celia diam di lantai dua, di depan jendela di samping sebuah pohon natal besar dan perapian. Pertanyaan sang Papa membuat Miko mendengkus pelan. "Galau dia Pi, ditinggal Justin." "Ohhh, Justin kan pulang ke London, tidak papa lah... Orang ke rumah keluarganya," jawab Daniel dengan santai. "Loh, dia asli orang Britania ya?" sahut Frisca seraya membantu Miko membungkus banyak hadiah. Daniel mengangguk. "Dari kabar yang aku dengar sih begitu. Tapi dia adalah anak muda yang sangat mandiri, bahkan dia mengembangkan perusahaannya tanpa mengeluh sedikitpun." Mendengar hal itu membuat Miko mengangguk, sejujurnya ia tidak membenci sosok Justin, juga tidak menganggap sebagai saingannya apalagi tidak menyukainya karena mendekati Celia, tapi bagi Miko ia takut kalau Justin yang sudah tahu tentang dunia luar akan menyakiti C
Celia duduk diam menunduk kepalanya di bangku panjang di dalam bandara. Gadis cantik itu meletakkan tangannya di dada dan menggenggam kalung yang tadi Justin pakaikan padanya. Ponsel Celia berdering dan ternyata panggilan dari Papanya. Namun Celia enggan menjawab, pasti mereka hanya bertanya dia di mana, setelah itu mereka mengatakan mereka akan pergi dan Celia sendirian lagi. "Mereka pasti cuma mau pamit pergi saja," gumam Celia kembali mendongakkan kepalanya menatap sekitar. Beberapa orang berlalu-lalang di depannya dan tidak seramai tadi.Namun pintu kaca di depan sana tiba-tiba terbuka, nampak Ludwick berlari ke arahnya dan menatap wajah Celia dengan lekat. "Cel, duh... Aku kira pulang sendiri," ujar laki-laki itu seraya merapatkan mantel hangatnya. Kening Celia mengerut dan ia menatapnya lesu. "Justin pergi ke London, mendadak pula," ucap Celia. "Udah, nggak usah dipikirin! Ayo pulang, salju turun tebal di luar Cel, ayo!" Ludwick menarik pelan lengan Celia. Mereka berdua
Dia minggu berlalu dengan cepat. Celia menjalani harinya seperti biasa dan gadis itu kini sedikit menjaga jarak dengan sang Kakak, lebih tepatnya saat mereka bertengkar beberapa waktu yang lalu. Hari ini di rumah Celia kedatangan tamu penting, Miko akan bertunangan dalam waktu dekat ini. Kakak laki-laki Celia itu mudah sekali mendapatkan seorang pasangan. Calon istrinya pun sangat cantik, tapi secantik apapun dia Celia yang marah pada Miko, ia ikut malas pula pada Kakak iparnya. "Celia, tidak mau kenalan sama Kak Arzela?" tanya Frisca saat melihat putrinya berjalan menuruni anak tangga. Celia diam, di sana Miko menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Tapi Mi, Celi buru-buru dan-""Sapa sebentar, apa susahnya sih, Cel!" Miko menatap sinis pada sang adik. Celia merotasikan kedua matanya, ia langsung mendekati calon Kakak iparnya dan gadis itu langsung mengulurkan tangannya dengan sopan. Arzela pun hanya tersenyum manis. "Celia cantik sekali," ucap Arzela. "Iya Kak, kayak
Setelah beberapa hari yang lalu Celia bertengkar dengan Kakaknya, Celia menjadi sangat tertutup. Bahkan dia tidak mau bicara dengan Miko sedikitpun. Miko mencemaskan akan diamnya sang adik yang tidak biasa. Dia terus kepikiran tentang Celia setiap kali. "Pagi Mi, Pi," sapa Miko pada Mama dan Papanya saat ia baru saja menuruni anak tangga menuju ruang makan. "Hem, pagi juga Sayang. Adik mana?" tanya Frisca pada si sulung. Miko langsung menoleh ke arah sampingnya di mana meja nampak kosong dan ternyata Celia belum juga ke sana. "Loh, aku pikir Celi sudah duluan," jawab Miko menghela napasnya pelan. "Belum. Sudah beberapa hari ini dia sepertinya tidak mood pada apapun, kenapa ya?" Frisca menatap suami dan anaknya dengan tatapan bingung. "Mungkin ada masalah sendiri, maklum anak gadis," sahut Daniel. "Tapi Sayang, aku merasa tidak biasanya dia seperti ini. Makanya aneh saja kalau Celia tiba-tiba murung." Miko menyadari satu hal yang benar-benar membuat Celia berubah bukan hanya p
"Thanks udah jagain Celia, sorry juga kalau adikku merepotkanmu," ucap Miko pada Justin. Justin hanya tersenyum kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya saja. "Santai aja, Celia gadis yang patuh denganku," balas Justin. Mendengar kata patuh yang Justin katakan membuat Miko merasa hal aneh dan sedikit khawatir kalau Justin menyukai Celia. Bukannya tidak boleh, tapi Miko sangat takut kalau adiknya akan terjerumus dalam pergaulan laki-laki di depannya ini. "Sudah ayo pulang, Mami dan Papi sudah menunggu kita di rumah," ajak Miko pada Celia. "Tunggu sebentar Kak, aku harus pamit ke Justin dulu," ucap Celia memegangi lengan dengan sang Kakak. Celia menatap Justin dengan tatapan yang sangat hangat sebelum akhirnya gadis itu menunduk dan tersenyum kembali menatapnya. Sedangkan Justin hanya menyunggingkan senyum dan ia cukup paham bagaimana cara seorang Celia menunjukkan sikap polosnya. "Justin, aku pulang dulu ya aku mah terima kasih sudah menjaga aku. Emm... Kalau kau merasa bosan
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Celia masih berada di apartemen milik Justin dan di sana ada Ludwick juga yang terkejut dengan kehadiran gadis yang pernah ia jumpai di club malam beberapa waktu yang lalu. Namun Ludwick tidak mengatakan apapun, dia tetap diam bersama dengan Justin saja. "Heh, Justin... Dia gadis yang waktu itu, kan?!" pekik Ludwick menyenggol lengan Justin. Dan sahabatnya itu menoleh ke arah Celia yang nampak sedih. "Heem, dia putri Pak Daniel. Rekan kerjaku," jawab Justin. Ludwick langsung menelan saliva. "Gila aja, bisa-bisanya langsung dekat," seru laki-laki itu melirik Justin dan mengembuskan napasnya pelan.Justin terkekeh, ia pun berjalan mendekati Celia yang tengah sedih duduk di sofa di depan kamar Justin. Sesekali gadis itu menatap was-was pada Ludwick yang memperhatikannya. Saat Justin mendekat, Celia langsung menarik lengan laki-laki itu dimintanya untuk mendekat. "Justin... Temanmu itu kenspa melihat aku aneh, aku takut," ujar Celia jujur. Just