Rachel tahu seharusnya dia mengatakan sesuatu pada Nicholas tetapi entah mengapa tidak ada yang keluar dari mulutnya, ia tetap diam dan membiarkan Nicholas pergi begitu saja. Bagaimana Nicholas bisa mengatakan hal itu kepadanya? Orang yang tidak bertanggung jawab? Itu cukup kasar, terutama setelah apa yang ia alami kemarin. Dia mengepalkan tinjunya, melihat mobil Nicholas menghilang tepat di depan matanya. Dia tidak tahu mengapa tetapi ia merasa sangat sesak hingga air matanya mengalir deras satu persatu, dia menangis karena alasan yang dia tidak ia ketahui."Permisi? Apakah Anda kerabat dari Mr. Cole?" Rachel berbalik badan dan mendapati seorang perawat berseragam putih menyambutnya dengan senyum di wajahnya."Ya, apakah dia baik-baik saja?" tanyanya sambil menyeka air mata dari pipinya."Tidak, maksudku ya, tapi dia membutuhkanmu sekarang, dia memintaku untuk memanggilmu,""Aku akan ke sana dalam beberapa menit, terima kasih sudah memberitahuku," kata Rachel sambil tersenyum, dia
"Maafkan aku Trey, ini benar-benar salah! Aku sedang menjalin hubungan dengan Nicholas, aku tidak bisa melakukan ini!" Rachel menarik tubuhnya dan memalingkan wajahnya ke jendela membuat tidak hanya Trey yang kecewa tetapi juga pengemudi yang telah menunggu adegan ciuman mereka dari kaca spion tengah."Tolong jujur padaku, apakah kau benar-benar jatuh cinta dengan pria sombong itu?" tanya Trey kaku seolah kebahagiaannya baru saja di tarik dari raganya.Rachel menghela napas panjang, "Apa pun jawabannya, itu bukan urusanmu! Permisi, Pak, bisakah Anda menepi?" ujarnya seraya menepuk bahu pengemudi beberapa kali."Maafkan aku Trey, aku harus pergi, setelah melihat apa yang mampu kau lakukan padaku tadi, sepertinya kau akan baik-baik saja," kata Rachel dengan terburu-buru. Mobil menepi, Rachel membuka pintu cepat-cepat, dan tepat ketika dia akan melompat turun, tangan Trey meraihnya, menggenggam pergelangan tangannya."Rach, please..." katanya dengan wajah memohon."Maafkan aku, Trey,"
"Aku hanya membantunya untuk turun dari tempat tidur, menurutmu apa yang mungkin aku lakukan di ruang gawat darurat? Ada banyak pasien yang dirawat di sana, bukan hanya ada aku dan dia!" ujar Rachel lalu mendengus penuh kemenangan. Nicholas tampak sangat lega seolah-olah awan gelap baru saja ditarik dari wajahnya. Tanpa berkata apa-apa, dia mengambil jas hitamnya dan menggandeng tangan Rachel untuk ikut dengannya. Rachel merasakan sengatan listrik saat kulitnya bersentuhan dengan Nicholas, bahkan jantungnya berdetak sangat kencang seolah bertalu-talu ditelinganya. Ada apa dengannya?"Batalkan rapat internal sore ini, aku harus pergi, ada urusan yang harus kuhadiri," katanya kepada sekretarisnya yang masih menatap Rachel dengan tatapan jijik dan merendahkan."Yes, sir,," kata sekretaris itu dengan sopan. Rachel mendekat ke Nicholas dan dengan sengaja melingkarkan lengannya di pinggangnya membuat Nicholas sedikit terkejut. Sekretaris itu hanya menatap dengan wajah mencemooh, dia benar-b
"Anda sudah siap Tuan Anthony? Satu dua tiga, ini dia pengantin wanitanya!" kata Paula sambil menarik tirai hingga terbuka seluruhnya. Rachel berdiri di sana tersenyum dengan wajah cantiknya. Gaun pengantin itu sangat cocok untuknya seolah-olah itu memang dibuat khusus untuknya, tak seorang pun akan berpikir bahwa gaun itu dibuat untuk orang lain sebelumnya."Bagaimana menurutmu?" tanya Rachel gugup, dia takut Nicholas akan mengatakan bahwa gaun itu terlihat buruk, tapi Nicholas menatapnya dengan takjub, dia bahkan tidak berkedip selama beberapa saat."Sempurna," gumam Nicholas pelan, "maksudku gaun itu sempurna," dia mengoreksi kata-katanya, tidak ingin Rachel salah paham. Rachel memutar matanya, "Terserah! Jadi, kita akan mengambil yang ini atau kau memiliki pilihan yang lain?" tanyanya tidak sabar."Ya, tentu saja yang itu! Cepatlah ganti bajumu! Ada janji lain yang harus kita hadiri," kata Nicholas, dia sengaja mengalihkan pandangannya dari Rachel karena dia tidak ingin menunjukka
Rachel tahu dia seharusnya mengatakan sesuatu untuk memperkuat alasannya, tetapi yang dia lakukan hanyalah duduk di sana seperti seseorang yang dihipnotis oleh pesona Nicholas yang membuatnya tidak bisa mengatakan tidak. Sekali lagi, semuanya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba bibir mereka bertemu dan mereka berciuman dengan penuh gairah seolah-olah mereka telah menahan keinginan untuk bercinta sejak lama. Kegelisahannya seolah menguap ketika tangan Nicholas mulai menyentuhnya, Rachel sangat menginginkannya. Dia kecanduan pada sentuhan Nicholas, baginya Nicholas seperti obat yang bisa membuatnya terbang tinggi ke langit imajinasinya.Rachel membungkuk membuka ritsleting celana Nicholas dan membenamkan wajahnya di antara kedua pahanya membuat Nicholas mengerang sambil mencengkeram rambut Rachel dengan erat. Tidak dapat menahan diri lagi, Rachel naik ke pangkuan Nicholas dan melakukan penetrasi dari atas. Fakta bahwa mereka bercinta di dalam mobil dan di depan umum membuat adrenalinnya sem
Rachel buru-buru mengenakan kembali pakaiannya dan berjalan cepat ke pintu untuk melihat apakah Julia yang datang dan ternyata dugaannya benar. Di depan Nicholas, Julia berdiri menatapnya dengan tatapan yang intens."Ini belum berakhir Nic, apakah kau ingat apa yang kau katakan padaku saat itu bahwa kita tidak akan pernah berpisah?" ujar Julia mencoba masuk ke dalam pikiran Nicholas."Jangan konyol, kau tahu ini sudah berakhir, pada saat kau mengkhianatiku, semuanya tidak lagi sama," katanya dingin, tangannya mengepal erat. Julia melemparkan senjata paling ampuh yang pernah dimiliki wanita. Sambil menangis dia menjatuhkan diri ke lantai, "Aku menghabiskan hari-hariku menyesali apa yang telah kulakukan padamu, kau tahu aku tidak bermaksud melakukan itu semua! Itu adalah sebuah kecelakaan..." katanya di sela isak tangisnya, bahunya bergetar hebat. Rachel mencibir, merasa ingin melempar sesuatu ke kepala Julia agar dia pergi dari sana.Rachel berpikir Nicholas akan meninggalkannya begitu
Mereka akhirnya tidur di sofa saling berpelukan tanpa sehelai benang pun menutupi mereka. Sekarang Rachel bisa mengerti mengapa Nicholas begitu enggan untuk jatuh cinta, trauma masa kecilnya tidak pernah hilang dari kepalanya. Malam itu mereka tidur sangat nyenyak seolah-olah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan di dunia ini.Keesokan paginya,Rachel menyipitkan mata pada sinar matahari yang masuk melalui celah di tirai, dia melirik ke sampingnya, Nicholas tidak ada di sana. Dia terhuyung-huyung ke kamarnya dengan hanya selimut menutupi dirinya. Dia pikir mungkin Nicholas sedang bersiap-siap untuk bekerja di kamarnya, tetapi ketika dia menaiki tangga, dia melihat Nicholas berdiri di depan dinding kaca berbicara di telepon, tampak rapi dalam pakaian olahraga keren di tubuh atletisnya.Mata mereka bertemu, Rachel dengan canggung meringis dan berjalan ke kamarnya. Lagipula, dia belum terbiasa dengan situasi ini. Bercinta dan menjalani kehidupan profesional tanpa cinta sepertinya bukan
"Yeah..." Rachel mendengar dirinya mengucapkan kata itu. Wajah Nicholas menjadi sangat pucat, matanya melebar, dia menatap Rachel dengan ekspresi terkejut. Melihat reaksi Nicholas, Rachel langsung tertawa sambil melambaikan tangannya, "Aku hanya bercanda! Ya Tuhan, lihat wajahmu! Seolah-olah dicintai oleh wanita sepertiku adalah nasib buruk atau semacamnya!" katanya dengan seringai di wajahnya.Nicholas menghela napas lega, "Itu sama sekali tidak lucu!" bentaknya sambil masuk ke dalam untuk mengambil kunci mobil.Rachel menghela nafas, hanya mendengar Nicholas mengatakan itu membuat dadanya sesak. Penolakan memang berat dan menyakitkan, namun ditolak oleh orang yang akan bersamanya selama dua tahun ke depan terasa jauh lebih menyakitkan. Ketika Nicholas muncul dengan kunci mobil di tangannya, Rachel memasang wajah ceria lagi.Tanpa berbicara satu sama lain mereka berjalan beriringan menuju area parkir VVIP.Sampai akhirnya Rachel kehilangan kesabarannya,"Apakah kau harus terus menunj
Beberapa minggu kemudian,"Aku tidak percaya diri dengan tubuhku..." bisik Rachel ketika Nicholas mencoba membuka resleting gaunnya. "Jangan merasa seperti itu, kau wanita paling seksi yang pernah kukenal dalam hidupku..." kata Nicholas, mencium bagian belakang lehernya. Gaun Rachel jatuh ke lantai, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Dia memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibir Nicholas di kulitnya.Dia mengangkatnya dan membaringkannya di tempat tidur dengan lembut. "Kau hanya perlu berbaring dengan santai, aku akan melakukan segalanya..." gumam Nicholas dan mulai menurunkan celana dalam Rachel. "Jangan masuk ke sana, aku tidak ingin kita menyakiti bayi itu," kata Rachel saat Nicholas mulai membenamkan wajahnya di antara pahanya. Nicholas mendongak, dia tersenyum, "Apakah kau merasa tidak nyaman? Maksudku tidak apa-apa, kita bisa melakukannya lain kali?" katanya Nicholas dengan ringan.Rachel berdeham, pipinya memerah, "Entahlah, aku hanya, kau tahu kehamilan ini adalah s
"Rach, haruskah kau membeli sebanyak itu?" kata Nicholas, menatap tumpukan makanan yang dijejalkan Rachel ke dalam bagasi mobil."Julia pasti punya banyak teman di sel nya, bagaimana kita bisa membawanya hanya sedikit makanan? Kau benar-benar pelit!" celoteh Rachel setengah bercanda."Jadi sekarang kau teman dekat Julia atau apa? Kenapa kau begitu peduli padanya padahal dia pernah membahayakan nyawamu," gertak Nicholas saat mengemudikan mobilnya ke Pulau Rikers."Dia sudah bilang maaf, setiap orang selalu punya kesempatan kedua," kata Rachel acuh tak acuh. Dia membuka keripik kentang dan sibuk memasukkannya ke dalam mulutnya.Nicholas tersenyum bangga pada wanita yang duduk di sebelahnya, "Kau selalu mengejutkanku sepanjang waktu, aku tidak menyangka kau bisa bertindak begitu dewasa seperti ini, jangan salahkan aku jika aku akan terus memujimu setiap hari, " ucapnya tulus."Ya Tuhan Nic, kau harus berhenti memujiku! Aku bisa terbang ke langit dan merusak atap mobilmu!" Rachel bercanda
"Apakah itu Lucy? Lucy temanku?" Rachel bertanya ketika dia melihat Nicholas menutup telepon. Nicholas menggaruk kepalanya, "Ya...""Mengapa kamu mematikan panggilan?" Rachel semakin curiga."Um, aku hanya sedang tidak ingin bicara," kata Nicholas gugup yang hanya membuat Rachel menyipitkan mata ingin tahu.Telepon Nicholas berdering lagi, Lucy.“Kau masih tidak mau menerimanya juga? Jika kamu tidak memiliki rahasia yang kau simpan, terima telepon dan pasang di pengeras suara agar aku bisa mendengar apa yang kalian bicarakan,” kata Rachel dengan tangan terlipat di dada.Dengan ragu Nicholas menekan tombol hijau,"Nic! Kau gila ya! Kenapa kamu menolak panggilanku? Jadi kau sudah bicara dengan Nenek?! Beritahu Nenek ibuku akan datang malam ini! Okay? Halo? Nico kau di sana kan?"Rachel terperangah, dia menatap Nicholas dengan mata terbelalak."Lucy, apa yang kau bicarakan?""Astaga! Rachel? Apakah itu kau?""Ya, ini aku! Jadi apa yang kalian sembunyikan dariku!” katanya kesal."Lucy, ku
Dia mendengar suara siulan yang semakin dekat, Rachel mencengkeram benda di tangannya dengan erat, sebelum itu, dia berusaha sangat keras sehingga dia akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari borgol, dia tidak yakin apakah ibu jarinya patah atau tidak tapi rasa sakit yang dia rasakan tak tertahankan.Pintu terbuka, Trey Cole muncul dengan wajah polosnya."Hanya seorang pengantar makanan, aku tahu kau lapar, aku membelikan pizza untukmu!" katanya riang. Rachel terdiam, dia yakin Trey Cole benar-benar kehilangan akal sehatnya."Buka mulutmu," katanya, mengangkat sepotong pizza tinggi-tinggi dan memasukkannya ke mulut Rachel, "Aku tidak bisa memakannya, mendekatlah sedikit," kata Rachel, sedikit gemetar. Dia tahu jika rencananya gagal, Trey mungkin akan marah dan dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih gila lagi.Trey tersenyum, dia melangkah maju sambil menyodorkan pizza ke mulut Rachel, saat itulah Rachel bergerak cepat. dia menyetrum Trey dengan alat setrum portabel yang diti
Rachel menatap layar ponselnya, menunggu kabar dari Nicholas, tetapi sampai satu jam kemudian tidak ada panggilan sama sekali. Dia mendorong kursi rodanya ke sekeliling ruangan dengan gugup, apa yang harus dia lakukan? Ini semua salahnya, Trey Cole bertingkah gila karena kesalahannya. dia seharusnya sudah mengantisipasinya sejak awal, semuanya sudah terlambat.Saat dia menggigit kukunya dengan gugup, dering telepon mengagetkannya. Dari Lucy,"Ya! Kabar baik please!" katanya cemas."Aku berhasil menghubungi Michael Ford, ini benar-benar mengejutkan, dia masuk ke kantor Michael dan mengambil dokumen begitu saja, dia mematikan semua CCTV tetapi dia lupa CCTV yang terselip di tumpukan dokumen, Mike sedang melakukan sesuatu sekarang," kata Lucy cepat."Syukurlah Lucy, aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan tanpamu, terima kasih banyak! Aku selamanya berhutang budi padamu!""Omong kosong! Aku hanya melakukan hal-hal kecil! Jadi bagaimana Nenek?"Rachel menarik napas dalam-dalam,"Aku masih
"Wow! Ada apa dengan semua makanan sehat ini? Apakah kau dirasuki oleh hantu yang sehat atau semacamnya?” celoteh Lucy saat melihat Rachel makan semangkuk besar sup sayuran dengan potongan ikan Dory di dalamnya. Rachel tersenyum kecil, tidak mengatakan apa-apa.Lucy menutup mulutnya,"Tidak mungkin! Kau tidak benar-benar hamil kan?!" katanya kaget.Rachel hanya mengangkat bahu sebentar membuat Lucy semakin penasaran."Rach! Katakan padaku!" tuntut Lucy, sambil memegang bahu Rachel."Kau akan menjadi bibi...""AAAAAAAH!" Lucy berteriak gembira, dia memeluk Rachel dengan hangat, tetapi beberapa detik kemudian dia melepaskannya perlahan, wajahnya berubah."Tapi bagaimana dengan hubunganmu? Maksudku, apakah Nicholas...""Dia bersedia mempertimbangkannya, aku yakin begitu dia memulai sesi terapinya, semuanya akan baik-baik saja," kata Rachel dengan keyakinan penuh.Lucy tersenyum lebar, "Aku senang melihatmu seperti ini, lihat senyum di wajahmu, itu sangat tulus dan murni..."Rachel melamb
Nicholas berjalan mendekat, ia terlihat semakin tampan dengan jeans dan crewneck hitam yang ia kenakan. Dia berjongkok di depan Rachel, menyeka air mata yang mengalir di pipi wanita yang menarik perhatiannya beberapa minggu terakhir, wanita yang sering membuat detak jantungnya berdetak lebih keras dan membuat darahnya mengalir lebih cepat. Dia menatapnya dengan kasihan, mengasihani Rachel karena jatuh cinta dengan pria bermasalah sepertinya."Kau baik baik saja?" dia bertanya dengan lembut. Rachel mencoba tersenyum, "Ya, aku hanya terpesona oleh kejutan yang kalian berikan," katanya gugup. Sejak berita kehamilan, mereka belum benar-benar berbicara dengan benar."Aku juga mengalami hal yang sama saat mengandungmu Rachie, hormon kehamilan sering membuat mood kita kacau," tiba-tiba ibu Rachel mendekat, dia membelai rambut Rachel dengan lembut. Rachel terkesiap, hormon kehamilan? Oh Tuhan! Kenapa dia tidak memikirkan itu? Tidak heran dia menjadi sangat sensitif dalam beberapa hari terakhi
Dr. Brown berdeham pelan,"Apakah berita ini benar-benar mengejutkan kalian berdua?" dia bertanya, menatap Rachel dan Nicholas secara bergantian. Mereka tampak sangat terkejut sehingga mereka tidak mengatakan apa-apa untuk sementara waktu."Mr. Anthony, sir?" Dr Brown melambaikan tangannya di depan wajah Nicholas."Maaf, aku benar-benar sangat terkejut!" Nicholas berkata gugup, dia melirik Rachel yang tampak masih terpana."Rachel?" dia mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Rachel dengan lembut.Rachel segera tersentak, "Maaf, aku terlalu terkejut!" katanya dengan tawa yang dipaksakan. Dia menatap perutnya yang masih rata dan kemudian meletakkan tangannya di sana, "Jadi, aku hamil?" gumamnya masih tidak percaya."Menurut hasil lab ya kau hamil, tapi kita harus melakukan USG transvaginal untuk mengetahui usia kehamilanmu karena mungkin tidak muncul dengan USG normal," katanya sedikit kaku karena menyadari kabar yang dibawanya tampaknya bukan sesuatu yang diharapkan pasangan Anthony.
Rachel berbalik ke arah pintu ketika dia mendengar langkah kaki menjauh, "Nic, apakah kau mendengar itu?" dia bertanya dengan panik. Nicholas berjalan cepat ke pintu untuk melihat siapa yang ada di sana. Di lorong dia melihat seorang wanita berjalan cepat, dia mengerutkan kening karena dia bisa mengenali wanita itu dari belakang."Nic? Apa benar ada yang mengintip kita tadi?" tanya Rachel setengah berteriak."Entahlah, mungkin, tunggu sebentar aku harus memastikan sesuatu," katanya tanpa menoleh ke belakang.Rachel menggigit bibirnya, bukan karena dia malu jika ada yang melihat mereka tetapi karena dia punya firasat buruk bahwa Julia yang mengintip mereka. Tentu saja, dia seharusnya senang karena secara kebetulan Julia dapat melihat dengan jelas bahwa Nicholas dan Rachel sangat menginginkan satu sama lain, tetapi dia khawatir tentang hal lain, bagaimana jika Julia mulai mengacau lagi dan memasukkan Nicholas ke dalam posisi sulit lainnya?Dia mencoba untuk bangun dari tempat tidur teta