Arjuna menghela napas kasar, kata-kata Tuan Besar sungguh merusak harga diri sebagai Presdir Cwell Group. Ia telah berada di tengah tangga, sebentar lagi berhasil meninggalkan mansion. Tetapi tertahan oleh sorot mata tajam Tuan Aksara Caldwell.“Ada apa lagi Dad? Tidak cukup mencaci maki putra sendiri?”“Lihat dirimu sendiri! Pantaskah keluar rumah tanpa pakaian, hah?”Sontak manik abu-abu melebar, kepalanya menunduk memeriksa kondisi tubuh. Arjuna menghentak kaki, mengepal tangan dan meninju udara.“Sial … kenapa bisa sebodoh ini.” Gerutunya langsung menaiki tangga dan menuju kamar.“Terima kasih Dad. Aku mencintaimu.” Teriak Arjuna sesaat sebelum pintu tertutup.“Bocah gila.” Tuan Besar pun meninggalkan mansion karena adik Arjuna terlibat masalah di perusahaan.Selepas mencuci muka, gosok gigi dan ganti baju, pria kharismatik itu bergega ke rumah sakit. Selama dalam perjalanan mencoba menghubungi Clau, tidak tersambung. Arjuna pun mengajukan cuti satu hari demi menebus kesalahan. N
Satu sudut bibir Arjuna tertarik, kedua tangannya tepat berada di sisi pinggul Clau. Bersiap mencapai klimaks dari hal paling menyenangkan. Arjuna tidak sabar menikmati sensasi baru di dalam mobil. Rupanya bermanfaat juga Clau tidak mengganti pakaian, gaun tidur tipis dan menggoda ini mudah terlepas. Membuat Arjuna tidak perlu susah payah melucuti satu per satu dan membuang waktu.Sayangnya, ketika bukti gairah hampir mencapai gerbang perayaan cinta. Dering telepon terdengar nyaring oleh telinga, baik Clau atau Arjuna terperanjat dan menjauhkan tubuh.“Argh … sial yang menelepon?! Ganggu saja.” Kesal Arjuna ingin sekali melempar benda pipih mahal itu.“Terima dulu, mungkin penting. Mom atau Givano?”Arjuna berdecak sebal mendapati nama asisten pribadi tertera pada layar. Clau pun kembali ke tempat duduknya dan merapikan kimono gaun tidur. Tak lama ponselnya juga berdering, panggilan suara dari Laras.“Ya Bu?”[Clau, kamu di mana? Obatnya sudah dapat ‘kan? Dewa rewel, mungkin maunya s
Akibat terkejut dengan kehadiran Givano, seseorang ini tidak sengaja menjatuhkan gelas. Lantas ia tergesa merapikannya, hingga mengijak serpihan pecahan.“M-maaf Tuan … saya tidak sengaja.” Cicitnya.Dari kedua tangan itu Givano melihat tampak merah dan mengelupas. Merasa kasihan, tubuh tinggi dengan sedikit otot ini berjongkok. Givano meraih kedua tangan terluka lalu menepisnya agar tidak merapikan sampah pecahan gelas.“Tanganmu perlu diobati. Tunggu saja di sana! Biar aku membersihkannya.”Kepala menunduk itu terangkat melihat pemilik wajah dengan suara tidak asing. Dia terkesiap, tidak menyangka dunia begitu sempit. Beberapa kali pernah melihat wajah Givano hilir mudik di mansion.“Tuan Givano?”“Ya? Kamu siapa? Apa sebelumnya kita pernah ketemu?”“Saya Elea, Tuan. Sebelumnya saya … saya pelayan di mansion, sekarang bekerja di kebun keluarga Caldwell.” Lirihnya kemudian tersenyum setipis benang.Tentunya nama Elea memang asing, tetapi mendengar nama kebun keluarga. Givano yakin wa
Perdebatan terkait pemasangan alat kontrasepsi tak kunjung reda. Hari-hari berlalu, Clau dan Arjuna sama-sama ngotot dengan pendirian masing-masing. Tepat satu minggu berlalu, Clau gagal ke rumah sakit.Tentu saja alasannya tidak lain karena Arjuna, mengajukan solusi lain adalah pilihan yang tepat. Lantaran Clau terlihat sepakat dan menimbang-nimbang penggunaan baju pengaman.Gilanya lagi, tanpa memerlukan persetujuan lebih dulu. Pria rupawan berjuta pesona ini membeli banyak pelindung untuk organ vitalnya. Memerintah Givano memborong langsung dari pabrik, karena stok yang diinginkan Arjuna tidak tanggung-tanggung.“Apa kamu tidak waras?” Clau menganga, alisnya terangkat dan mata melotot.“Tes kesehatan baik, tidak ada gangguan kerusakan saraf.” Jawaban menyebalkan ini keluar begitu saja dari bibir Arjuna. Membuat Clau mengusap wajah secara kasar, karena suaminya selalu tak terbantahkan.“Sehari dua sampai tiga kali dilakukan selama tiga minggu dalam setahun, tentu ini cukup Claudya
Arjuna mengembuskan napas, meletakkan gawai dalam saku mantel lalu mendongak. Tatapan tajam manik abu-abu menusuk seolah membelah asisten pribadi itu. Mengingat pentingnya pertemuan ini sehingga tidak boleh ada satu berkas yang tertinggal. Buku jari Arjuna siap menarik kerah kemeja Givano, bahkan urat pada punggung tangan tak sabar melayangkan tinju. Sungguh keadaan ini ditakuti oleh Givano yang gemetaran, dan keringat dingin.“Maaf Tuan, saya lupa.” Lirih pria berkacamata itu.“Katakan! Apa itu? Perlukah aku mengirim ke Zurich sekarang juga?”“Kamarnya penuh Tuan, saya tidak bisa memesannya.” Givano menundukan kepala siap dicaci maki oleh sang Bos.Seketika Arjuna berdiri, menghentak raga atletis, mengibas mantel berwarna coklat susu. Menggerakkan dagu kepada pengawal berjas hitam di sampingnya, kemudian berjalan menuju pintu utama.“Tuan tunggu.” Givano berlari mengejar langkah lebar Arjuna. “Maksudnya kamar untuk saya, Tuan. Saya lupa tidak reservasi. Bagaimana ya Tuan?” “Ku piki
Hacyihh…[Itu suara siapa? Kamu tidur sama siapa? Jawab Arjuna!] Sebelum keluar kamar hotel, Arjuna melakukan panggilan video dengan Clau. Semalam tidur terpisah sangat tidak baik bagi kesehatan, karena Arjuna tidak nyenyak sama sekali. Alhasil menyalurkan rasa rindu dengan menelepon Clau.“Ah itu Givano. Bocah itu lupa reservasi kamar terpaksa tidur di sini. Kamu mau lihat? Dia sedang flu.”[Flu di awal musim semi cukup aneh.]“Bagaimana tidak flu, Nyonya. Tuan Muda sangat jahat, tengah malam mengguyur saya dengan air dingin.” Teriak Givano lantas keluar kamar meninggalkan Arjuna. Mengamankan diri sendiri dari amukan amarah Presdir Cwell Group.Dari layar ponsel, manik abu-abu Arjuna menangkap tatapan tidak suka dari Clau. Wanita cantik ini juga dipenuhi tanda tanya, karena suaminya terbilang jahil.“Dia melindur sayang, berjalan sendiri ke kamar mandi. Ya sudah aku siram sekalian. “Arjuna tertawa kecil tetapi tidak dengan Clau. Nyonya Muda Caldwell ini membeliak tidak menyangka sua
Meskipun kedua matanya rapat dan sulit dibuka, Clau memaksakan diri mengesampingkan rasa pusing. Penglihatannya juga tidak jelas, tampak semua benda bergerak dan membelah menjadi dua. Clau meremas kepalanya yang sakit, semakin membuka kelopak bertambah pula denyut pada kepala.“Ssshhh … apa yang kamu berikan kepadaku? Mau mu apa? lepaskan aku!” hardik Clau.Demi apapun saat ini Clau ingin melemparkan diri dan memukul orang itu. Ia tidak menyangka perasaan buruknya benar-benar kenyataan. “Dewa?” hatinya teringat buah hati yang sedang tidak sehat. Clau meraba bagian ranjang, hendak turun dari tempat terkutuk ini. Ia akan menggunakan kedua kakinya untuk berlari sejauh mungkin. “Mau ke mana cantik? Bukannya kamu kesakitan, tidurlah di sini!”“Bukan urusanmu! Arjuna pasti mencari ku dan menghukum kamu karena telah lancang!” teriak Clau sembari memegang kepala.“Ssstt … bibir seksi ini sebaiknya digunakan untuk berciuman bukan mengumpat.”“Singkirkan tangan kotormu itu Tuan Lehman!” Clau
Satu hari yang lalu ketika Andeas baru saja menginjakkan kaki di negera tetangga. Pria itu terkejut karena tidak mendapati Clau mendampingi Arjuna. Usai diselidiki, Andreas menemukan jawaban sekaligus rencana licik.Lelaki ini mengatur rencana untuk merebut Clau secara paksa. Terlalu lelah menunggu karena beragam upaya untuk menghacurkan Arjuna selalu gagal. Maka Andreas menempuh jalan pintas dengan membawa Clau pergi.Menjelang pagi hari, pria ini rela bangun lebih awal. Andreas menyewa pesawat lain yang akan ditumpanginya bersama Clau. Tepat mentari terbit, ia telah siap menjalankan aksi.Nampaknya angin segar berpihak kepada Andreas, tidak perlu susah payah menarik Clau keluar dari mansion. Lantaran pujaan hati keluar sarang tanpa pengawasan ketat. Rencana Andreas pun berubah secara mendadak.“Kamu milikku Claudya, hanya aku! Sejak awal aku menyukaimu lebih dulu. Kenapa kamu menikah dengan Arjuna?” lirih Andreas mengusap pipi mulus Clau dengan jemari.“Cinta bisa datang karena terb
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“