Di depan gedung megah Cwell Group, Claudya nyaris tersungkur ke jalan akibat terlalu tergesa-gesa. Ia tak menyangka siang hari ini menerima kabar mengejutkan dari rumah sakit. Kondisi Laras dikabarkan menurun drastis, padahal kemarin tampak segar bugar. Tetesan kristal bening membanjiri pelupuk mata, disusul peluh mulai menghiasi kening dan mengalir pada punggungnya.
“Ibu …”lirih Clau, napasnya pun tersendat-sendat.Cukup lama menunggu, panik tidak mendapatkan taksi online, dirinya gelisah melirik kiri dan kanan sembari meremas gawai depan dada.“Apa aku perlu jalan ke halte? Tapi jauh.”Clau memijat pelipis kian berdenyut nyeri, ditambah sinar matahari musim panas sangat menyorot. Dirinya terus saja menekan aplikasi khusus mencari taksi, hingga akhirnya tangis pun meledak karena ditolak beberapa kali.Menunduk lesu di pinggir jalan, mencoba sekali lagi menggulir layar pada benda pipih. Seketika, Clau terperanjat mendapati satu unit mobil sport keluaran terbaru berhenti tepat di depannya, ia tahu kendaraan itu milik Presdir Cwell Group.“Masuk!” perintah bernada tegas, dingin dan menyeramkan.Claudya hanya diam memandangi mobil berwarna merah itu. Sesungguhnya takut Arjuna hilang kendali karena sempat memaksa keluar ruangan. Tetapi netra coklatnya melebar tatkala Arjuna memaksanya masuk mobil. Pria itu menyempatkan diri memasang sabuk pengaman, membuat jantungnya bertalu-talu.Menghindari kontak mata dengan sang suami, Clau meneguhkan hati bahwa tidak boleh terjebak dengan perasaannya sendiri.“Terima kasih Tuan.”“Hapus keringatmu! Aku tidak mau mobil ini terkontaminasi bakteri.” Seru Arjuna langsung melaju ke rumah sakit tanpa bertanya kepada Claudya.“Siap Tuan.”Sesampainya di rumah sakit, Clau berlari menuju ruang perawatan, ibunya terbaring lemah. Menurut dokter detak jantung pasien sempat tidak normal, tetapi berkat kecanggihan alat kesehatan membuat Laras kembali stabil.Clau mengembuskan napas lega, segera duduk di sofa panjang depan ruangan sembari menyatukan kedua telapak tangan, melambungkan doa agar Laras diberikan kesembuhan. Berharap perjuangannya tidak sia-sia, kelak berakhir manis di kemudian hari.Tak diduga Arjuna turut mendaratkan tubuh di sisi Claudya,bmemandangi wajah yang tampak pucat dengan kedua kaki gemetaran. Kelopak matanya masih tertutup, sehingga tidak menyadari bahwa seseorang itu adalah suaminya.“Tuan?” Caludya hendak menjauhkan raga karena terkejut. Tetapi Arjuna mencekalnya, membuat jarak diantara mereka begitu dekat.“Bagaimana?” tanya Arjuna membuang pandangan menjadi lurus ke depan.Kening Claudya mengerut, tidak mengerti maksud pertanyaan Bos sekaligus suaminya ini. Memberanikan diri mengulang satu kata yang keluar tidak jelas.“Bagaimana apanya, Tuan?”“Keadaan Ibumu! Kau itu gangguan pendengaran sekaligus bodoh.”Sengit Arjuna, ekor matanya melirik tajam sang istri.“Kondisinya sempat lemah, sekarang kembali stabil. Terima kasih atas perhatiannya.”Seandainya Arjuna mencintai Claudya sepenuh hati, pasti pertanyaan ini dijawab dengan nada lemah lembut. Selain itu ingin sekali menyandarkan kepala pada bahu kekar suaminya.Sedangkan dalam ruang rawat wanita paruh baya telah siuman, mendapat kabar dari perawat bahwa Claudya berada di depan ruangan. Sontak Laras kebingungan, karena seharusnya anak bungsunya berada di luar kota sedang bekerja.“Suster, kalau benar Claudya ada di sini, boleh tolong panggil dia?”‘Bisa, Nona Claudya datang bersama seorang pria.’Tidak membuang waktu, perawat segera memanggil Claudya masuk, menyampaikan keinginan Laras. Clau sempat menoleh kepada suaminya, meminta persetujuan.“Masuklah, temui ibumu!”“Terima kasih Bos.”Clau mengangguk kecil lantas melangkahkan kaki mengikuti petugas medis. Tersenyum menatap wanita di atas ranjang pasien, berlari dan memeluk tubuh ringkih itu. Menangis tersedu-sedu, melepaskan rasa gundah yang beberapa waktu menyelimuti.“Syukurlah Ibu baik-baik saja. Terima kasih Bu.” Menyeka air mata menggunakan punggung tangan, lalu duduk tepat di sisi ranjang.Menekan tombol pada remote, membantu Laras mendapatkan posisi ternyaman. Laras mengulurkan tangan keriput, meminta Clau mendekat untuk membahas hal yang membuat penasaran. Senang hati Clau menggeser kursi, meraih jemari ibunda terncinta, mengecup berkali-kali.“Suster bilang, kamu datang bersama teman laki-laki? Siapa dia? Apa pacarmu? Dia mengantar ke sini?” serbuan pertanyaan ini mampu merubah sikap Clau tidak tenang sekaligus khawatir.“Oh … itu, hanya teman satu kantor Bu. Kebetulan beliau menuju ke sini, aku bisa bareng.” Clau mengatakan penuh kehati-hatian.“Lalu kenapa kamu masih ada di Zurich?”Claudya susah payah menelan air liur, tersenyum kaku sebab tidak mempersiapkan jika pertanyaan ini meluncur dari bibir ibunya. Manik coklatnya pun berputar ke atas, otaknya berpikir keras menemukan jawaban tepat agar Laras tidak menaruh curiga.“Umm … itu Bu, Asisten Manager bilang ada pekerjaan di kantor pusat.” Lagi-lagi kalimat dusta Clau layangkan demi menutupi rahasia besar.“Aku bantu Ibu mak—“Kalimat Clau tertahan karena Laras mencengkeram kuat pergelangannya. Wanita itu tanpa sengaja menangkap sekelebat bayang pria yang dikenali. Mata hitam legam ibunya mengarah pada kaca kecil di pintu, membuat atensi Clau terarah mengikuti.“Ada apa Bu?”“Ada hubungan apa kamu dengan Arjuna Caldwell? Katakan Nak!” tiba-tiba saja Laras menitikan air mata, meremas kuat kedua tangan Claudya.“Ma-maksud ibu ap-apa?”Belajar dari situasi beberapa menit lalu, kali ini Clau tidak menunjukkan raut wajah ketakutan. Melainkan lebih tenang dalam menanggapi, berhasil menguasai kegelisahan berkecamuk dalam dada. Ia yakin ibunya memiliki trauma tersendiri berkaitan dengan Tuan Muda Caldwell.Hatinya begitu perih teramat dalam, suatu saat nanti ketika semua terbongkar Laras pasti kecewa karena Clau tega membohongi. Menjual tubuh, harga diri serta kebebasan hanya untuk mendapatakan uang. Sungguh tidak siap hari itu datang, terlebih kondisi ibunya belum membaik.“Ibu … Ibu dengarkan aku! Jangan cemas ya, Pak Arjuna belum tahu kalau aku dan Clara saudara kandung. Lagipula tugasku sekarang di Jenewa. Jauh dari jangkauan Bos.” Intonasi melegakan diberikan Claudya sebagai pengobat kekhawatiran.Setelah Laras makan dan minum obat kemudian tidur lelap, Claudya segera undur diri. Tidak tahan mendapat teror dari suaminya melalui pesan singkat. Ia berjalan tepat di balik punggung Arjuna, menyembunyikan wajah dari pengamatan orang-orang. Namun keduanya tidak menyadari sepasang manik coklat mengamati dari sudut lorong lain.Arjuna membawanya pulang menuju griya tawang, sepanjang perjalanan Clau hanya melamun. Satu tangannya merogoh saku sebelah kiri, menggenggam sebuah benda di dalamnya. Sesekali Claudya menoleh kepada Arjuna yang serius memutar setir mobil.“Apa lagi?” suara dingin menyambar gendang telinga Claudya.“Tidak Tuan. Terima kasih sudah mengantar, maaf merepotkan dan membuang waktu Anda.” Tutur Clau, bagaimanapun dirinya tiba dengan cepat di rumah sakit atas bantuan Arjuna.“Bagus! Kau sadar diri. Lembar 1 poin 1!” tanggapan Arjuna selalu berpegang teguh pada kontrak pernikahan.Clau mengalihkan pandangan lurus ke depan, mengangguk pelan dan mengingat isi setiap lembarnya. Lantas memejamkan mata terngiang kata-kata Laras ketika memberikan benda berharga.“Keluar dari Cwell group!”“Apa?” “Iya Tuan benar, saya bingung bagaimana menolaknya.” Claudya terperanjat di ujung tangga, semula berniat berangkat pagi-pagi sekali terpaksa menghentikan pergerakan, karena suaminya terdengar memarahi Givano. Rasa penasaran membawa kaki melangkah pelan menuju pintu ruang kerja yang terbuka.Merapatkan diri pada dinding, berusaha menangkap dan mencerna isi dari percakapan kedua orang itu. Namun Clau dibuat senam jantung oleh teriakan Arjuna dari dalam. Presdir Cwell Group mengetahui bahwa seseorang berada di depan ruang kerja.“Skors atau potong gaji bagi pegawai yang menguping.” Bentak Arjuna seraya melemparkan pena ke arah pintu.“Ma-maaf Tuan, tidak sengaja.” Clau memejamkan mata dan menunduk, menghirup oksigen sebanyak-banyak, siap menerima kalimat pedas Arjuna. Sampai satu menit menunggu, jantungnya tetap aman terkendali, karena Arjuna hanya memerintahnya duduk di ruang tamu, melarang keluar penthouse.Pagi ini Clau mengenakan rok span di sebatas lutut, kemeja panjang be
Claudya segera membungkuk merapikan semua barang-barang berjatuhan, dirinya seolah bersembunyi di balik tubuh tinggi menjulang seorang Arjuna Caldwell. Mendongak sedikit ke atas, Clau menelan air liur karena kedua tangan Bosnya terkepal kuat, guratan urat pada pergelangan tercetak jelas. Dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja, sebab Clau tidak ingin terjadi konflik apapun.“Kau bantu dia membereskan semua!” Perintah Arjuna kepada seorang petugas keamanan, membuyarkan lamunan Claudya. Ekor matanya tetap tak bisa lepas dari sepasang kaki bercelana panjang dan pantofel hitam itu. Bahkan Clau memasang telinga sebaik mungkin, demi mencuri dengar semua percakapan Arjuna.“Cepat juga. Aku rasa pembahasan kita sudah selesai!” Arjuna naik pitam, pasalnya Andreas lebih dulu tiba di gedung Cwell Group tanpa membuat janji temu.“Tentu saja aku harus cepat. Calon istriku menunggu.” Andreas memasukan satu tangan pada saku celana, lalu merapikan dasi dan rambut.“Ck, ini kantor bukan biro
Malam ini juga Andreas memaksa anak buahnya menyelidiki hubungan Arjuna dan Claudya. Tetapi tidak ada jejak sama sekali, semua bersih dan tertutup rapi hingga mengalami jalan buntu. Tidak menyerah, akhirnya pria casanova yang terobsesi pada Claudya itu menemukan data unik mengenai pegawai, seringai licik pun tercetak jelas pada wajah Andreas. Segera menggulir jari pada gawai untuk menjalankan rencana.“Tunggu kejutan istimewa dariku Arjuna.”Sementara di penthouse, Clau menunduk karena amarah seorang Arjuna Caldwell tak kunjung reda. Bahkan Clau belum mengganti pakaian, masih menggunakan jaket kulit milik suaminya. Ia duduk di tepi ranjang, meremas kain seprei, mendengar setiap untaian kata dari mulut tajam dan berbisa.Clau menyadari kesalahan, terlalu gegabah mengambil tindakan tanpa memikirkan resiko. Sehingga mengakibatkan hubungan kedua pengusaha merenggang, menyisakan sikap saling mencurigai satu sama lain.“Maaf Tuan. Aku hanya tidak mau merepotkan Tuan.” “Tapi kau mempunyai o
Setelah pertemuan tak terduga tempo hari, Clau mendapat fakta baru mengenai suaminya. Ia pun bingung harus mempercayai siapa, harus berada di pihak siapa.Antara Arjuna dan Clara memiliki alibi tertentu. Claudya segera pulang ke penthouse, memilih merebahkan diri untuk menyambut esok hari.Kenyataannya mata hanya tertutup tanpa bisa menghentikan pikiran buruk. Clau turun dari ranjang, meraih sling bag di atas kursi kecil. Membuka perlahan amplop putih berisi kertas hitam putih dan kedua benda bergaris merah.Clau menyentuh dadanya yang berdenyut nyeri, menangisi sebuah foto kecil pemberian Clara. Membaca data yang tertulis, baik tanggal dan identitas. Mencocokkan dengan kejadian beberapa bulan lalu ketika Clara menghilang.“Tidak mungkin.” Lirihnya.Mencoba menampik kenyataan pahit bahwa Clara pernah mengandung anak Arjuna. “Arjuna itu jahat! Sebaiknya kamu pergi! Dia memaksa aku menggugurkan kandungan.”Kalimat Clara terpatri kuat dalam benak Claudya, seketika teringat akan isi perj
Clau susah payah menelan ludah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Ingin sekali hatinya berteriak dan menumpahkan segala amarah. Membutuhkan penjelasan lebih terkait keadaan yang membelenggu, tetapi batinnya belum siap menerima kenyataan.“Kenapa Tuan diam saja?” tantang Clau, menahan gerakan kelopak mata agar bulir bening tidak menetes.“Ayo tunjukan sifat aslimu Arjuna! Aku ingin tahu seberapa jahatnya kamu!” lirih Clau dalam hati.“Permisi Tuan.”Clau melepas sabuk pengaman, menekan ikon kunci otomatis pada layar. Segera keluar dari mobil dan berjalan masuk seorang diri.Sedangkan Arjuna tersenyum masam sembari memukul setir mobil karena Clau meninggalkannya sendirian. Sama halnya dengan Clau, Arjuna mengepalkan kedua tangan, menggeram marah pada situasi dan kondisi.“Dasar perempuan tidak tahu balas budi.” Umpat Arjuna menatap pintu utama gedung.Tidak tinggal diam, Arjuna menyusul Claudya, membanting pintu mobil begitu keras. Menghentak setiap langkah kaki menuju penthouse,
Clau urung bertanya kepada Clara, tidak mungkin membongkar rahasia di depan Laras. Acuh tak acuh adalah sikap paling baik untuk saat ini. Tepat pukul 7 malam, Clau berpamitan kepada Laras, bergegas keluar dari rumah sakit.Dadanya sesak sekali menghirup aroma parfum Clara, dapat dipastikan Arjuna dan Clara menjalin hubungan di belakangnya. Keyakinan bertambah besar bahwa peliknya masalah antara Arjuna dan kakaknya didasari oleh kehadiran janin tak bersalah.Sepanjang perjalanan pulang Clau melamun, menatap keluar jendela. Mengabaikan dering gawai yang berulang kali mengganggu. Khawatir emosinya meluap, sebelum puas menuntaskan rasa penasaran karena tidak bisa menahan diri.“Tuan Muda di mana?” tanya Clau setibanya di griya tawang.“Kebetulan Nyonya. Tuan menunggu di ruang kerja.” Asisten rumah tangga membantu membawa tas dan mantel Clau.Clau membuka pintu ruang kerja Arjuna, menghampiri pria yang memang menunggu kedatangannya. Duduk di sofa panjang depan meja, menarik napas guna mene
“Arjuna …” lirih Clau.“Diam! Dan tahan sebentar.” Suara Arjuna merambat parau.Clau memandangi wajah tampan suaminya , gurat kecemasan begitu tampak pada rahang yang ditumbuhi rambut halus. Arjuna segera membawa Clau menuju mobil, mengendarai dengan kecepatan sedang. “Terima kasih.” Clau melengkungkan sedikit senyum manis.“Tugasku melindungi semua pegawai. Bukan hanya dirimu!”Arjuna tetaplah Arjuna, usai melambungkan Clau ke angkasa, kini menghempaskannya melalui kata-kata menusuk. Desah putus asa keluar dari bibir sensual itu, Arjuna menatap pada rambu lalu lintas lalu beralih kepada Clau yang meringis perih.Kendaraan roda empat ini memutar arah, bertolak ke penthouse karena jaraknya lebih dekat dibanding rumah sakit. Dalam perjalanan pulang Arjuna menghubungi dokter sekaligus sahabatnya di salah satu rumah sakit besar Kota Zurich.Pria berjuta pesona ini tak mengizinkan Clau berjalan seorang diri, menggendong ala bridal sampai memasuki kamar utama. Membaringkan penuh kehati-hat
“Tuan tunggu! Kakakku kenapa?” “Tidak lihat kalau aku sibuk, hah?” Arjuna berlari keluar ruang kerja.Clau mengejar Arjuna ke lantai 2, memerhatikan secepat kilat suaminya mengganti pakaian jauh lebih rapi. Blue jins, kaos putih polos dan jaket kulit serta sepatu kets, melekat dan menyempurnakan ketampanan seorang Arjuna. Berdiri di ambang pintu, Clau menelan ludah, menggigit bibir bawahnya. Menunggu pria di dalam kamar selesai menghubungi seseorang. Dirinya pun penasaran, apa yang terjadi dengan Clara, sampai Arjuna sepanik ini.“Apa yang terjadi? Boleh aku ikut?”Arjuna tidak bersuara, gerakan dagu menjadi tanda persetujuan. Tanpa mengganti baju, Clau mengikuti sang suami. Clau juga tidak berani banyak bertanya, mengingat wajah tegas dan sorot mata Arjuna menunjukkan ketegangan.Sebesar apapun Clau membenci Clara, tetap tersimpan setitik rasa sayang terhadap kakaknya. Apalagi Clara dulu selalu melindungi Clau dari bullying di sekolah. Semua jasa itu tak akan pernah terlupakan wala
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“