terima kasih kakak semua selalu setia peluk jauh ^^
“Mau ke mana cantik? Di mana suamimu yang berlagak pahlawan itu?”Clara tersentak ketika mengayunkan kaki keluar mansion. Ia pikir Agon telah berangkat ke kantor, karena sejak pagi tidak terlihat batang hidungnya. Ternyata pria ini bersantai di teras depan sembari menghisap nikotin.Ibu hamil ini menyesali keputusan pulang lebih awal dari hotel. Sekarang Clara kebingungan, sebab Andreas tidak ada di mansion, bahkan pelayan yang biasanya hilir mudik mendadak sepi.Merasa kondisinya tidak aman, Clara perlahan berjalan mundur, berharap Agon membebaskan untuk kali ini. Tetapi doa itu tidak terkabul, lantaran pria berusia matang itu malah menghapus jarak. Seringai licik tergambar jelas pada garis wajah Agon.“Jangan mendekat! Aku bisa berteriak!” “Oh silakan saja, bukan urusanku juga. Jangan terlalu percaya diri Clara!”Agon sengaja menyentuh perut buncit Clara, lalu mendorong hingga terantuk pada tepi pintu. Membuat Clara meringis ngilu, lantas menepis tangan Agon dari atas perutnya.“Me
“Kita tinggal di sini?” Clara menunjuk sembari menatap wajah suaminya. Ia menelan ludah karena tempat sederhana yang dibicarakan tidak seperti bayangan Clara.“Hu’um ya, kenapa? Sempit? Untuk sementara kita tinggal di sini, sampai … anak kita lahir.” Andreas mengeelus perut buncit Clara.Ya, Andreas dan Arjuna memiliki rencana terselubung. Tetapi untuk memuluskan itu semua, Arjuna memberikan ide agar Andreas membawa pergi Clara. Jauh dari jangkauan Agon, sehingga tidak perlu cemas akan keselamatan Clara.Mendengar kalimat kekecewaan keluar dari bibir Andreas, menyebabkan Clara menelan ludah. Padahal ia hanya bertanya tidak ada maksud lain. Hanya saja untuk tinggal di tempat yang cukup jauh dari pusat kota ia khawatir dengan letak rumah sakit. Bukan karena rumah tinggal di pedesaan ini. Semua masih tampak alami, ketika membuka pintu dan jendela, pemandangan menyegarkan memanjakan mata. “Ini memang lebih sempit dibanding mansion. Tapi jauh lebih baik, aku pikir sederhana bagaimana, te
Setelah mendengar pertanyaan ayah mertua, Clara selalu menanti Andreas pulang ke rumah. Ya, meskipun tadi pagi bibirnya tertutup rapat, karena lebih memilih mencari aman. Kini Clara bagai seorang pembual, ia melirik menit dan detik pada jam digital.Ditemani tendangan bayi, Clara berdiri ke sekian kali, lalu kembali duduk terus begitu. Sengaja membuka lebar-lebar jendela kamar, ketika mendengar deru mesin mobil melongokkan kepala. Tetapi sangat disayangkan, hingga pukul 11 malam, lelaki itu tidak menunjukkan batang hidung.“Sebenarnya kamu ke mana? Telepon tidak diangkat, benar-benar keterlaluan.” Ucap Clara pada ponsel, mengirim pesan suara kepada suaminya.Clara mencoba menghubungi Clau, berharap Arjuna bersama Andreas. Lantaran ia tidak mungkin menghubungi mantan asisten pribadi suaminya. Andreas sudah tidak menjabat apapun di Mann.Sungguh rasanya tidak enak diabaikan seperti ini, seolah ada benda besar mengganjal rongga dada. Lebih utamanya lagi, Clara cemas, pikirannya ketakuta
Setelah pernyataan cinta dari Andreas, tidak ada pergulatan panas seperti bayangan keduanya. Masing-masing sadar diri untuk menjaga kehamilan Clara. Mereka sangat ingin melihat buah hati lahir dengan selamat.Andreas terus memeluk erat Clara, menyangga dagu pada bahu mulus ini. Menghirup harumnya sabun dan parfum menjadi satu. Mungkin jika saja mengetahui jodoh ada di depan mata, tak akan Andreas menikahi wanita lain dan mengejar cinta istri orang.“Hidupku lucu sekali ya?” suara Andreas berubah parau karena cukup lama terdiam.“Lucu bagaimana? Apa kamu seorang pengusaha yang beralih profesi menjadi pelawak?” gurau Clara, seraya memainkan rambut Andreas, mencubit kecil-kecil seolah mengambil kotoran.Tetapi sebelum menjawab, Andreas malah mendekap Clara lebih erat. Memainkan hidung bangir pada bahu, serta menggigit kulit itu hingga sedikit kemerahan. Tertawa pelan karena takdir selalu bersembunyi, dan membiarkan dirinya belajar lebih dulu.“Bagaimana kalau aku menikahimu lebih dulu? M
“Yakin pergi sekarang?” suara serak Clara baru bangun tidur, selimut tebal masih menutupi hampir seluruh tubuh, lalu merubah posisi menjadi duduk.“Hu’um, aku dan Paman Agon memiliki janji temu. Sudah ku bilang kalau dia tidak akan bisa berdiri sendiri.” BIbir Andreas melengkung senang.Setelah kondisinya cukup membaik, Andreas mulai menjalankan rencana yang disusun rapi oleh Arjuna. Lelaki ini sukarela menjalani, sebab Agon tidak bisa dipercaya mengelola Mann dengan baik.Pagi ini, ketika salju pertama turun, Andreas bertolak ke Kota Zurich. Ia harus memerankan sebagai pria biasa, maka dari itu menggunakan pakaian seadanya dengan jaket sederhana, yang dibeli beberapa hari lalu.Clara memandangi suami tanpa berkedip. Dilihat dari berbagai sudut, Andreas memiliki paras rupawan tidak kalah dari Arjuna. Postur tubuh tinggi tegap dan memiliki bentuk otot sempurna, menabah penampilan kian paripurna.“Clara? Kamu sakit?”“Aku? Tidak … yang besar saja, aku ini sehat, lihat ‘kan?” tutur Clara
Clara menjerit histeris ketika suara itu semakin jelas di telinga. Air mata bercucuran memberi jejak pada pipi, sungguh tidak ingin kehilangan Andreas.“Cepat katakan, apa yang telah kamu lakukan, hah?!”[Aku tidak tahu. Itu spontan, aksi membela diri. Aku harap statusmu segera berubah menjadi janda, ah rasanya tidak tahan hari itu datang.]Rupanya Agon sengaja menghubungi Clara untuk memberikan rekaman suara kesakitan Andreas. Kemarin, terjadi baku hantam disertai letupan senjata api. Agon geram ketika mengetahui Arjuna dan Andreas berkeja sama untuk membuatnya hancur. Saat itu juga ia meraih sebuah benda dari dalam laci dan mengarahkannya kepada Andreas. Tanpa pikir panjang menekan pelatuk hingga dua timah panas bersarang di bahu Andreas. “Aku bersumpah akan membalasmu Agon. Jangan harap mimpimu itu menjadi nyata, karena tidak akan terjadi!”[Benarkah sayang? Jangan begitu Clara, biar bagaimanapun, kita ini pernah menjalin kasih. Ucapkan selamat tinggal kepada suamimu itu. Tidak l
“Kasihan sekali Andreas, memiliki istri pengeruk harta sepertimu.” Cibir Agon menatap jengah kepada Clara.Tentu saja Clara tidak ingin diberi sebatas tanah perkebunan, rumah mewah serta mobil. Ia menginginkan sesuatu yang lebih besar lagi, sangat mahal dan menjadi rebutan antara sang suami dengan Agon.“Tidak mampu memberikannya? Ya sudah, kalau begitu. Kesepakatan kita gagal.”Agon kembali tergelak dan mengikuti Clara, melipat tangan depan dada. Menyandarkan punggung kokoh pada sandaran sofa, lalu kembali meraih lembaran kertas di atas meja. Membaca dengan lantang dan mengulang hingga beberapa kali. “Hanya perempuan bod*h yang menolak semua harta ini. Aku bisa membalik nama sekarang juga. Kamu bebas pergi sesuka hati Clara. Tidak perlu melayani suami miskinmu itu.” Agon berdiri memutari meja. Kemudian berdiri tepat di belakang Clara mengendus aroma tubuh mantan wanitanya. Memainkan helaian rambut panjang dan sedikit menarik perlahan, lama kelamaan berubah kasar dan menyakiti kulit
Sementara itu di rumah sakit, Clau menyingkir sejenak dari sisi suaminya. Ia melirik nama tertera pada layar ponsel, sesuai permintaan Tuan Besar, Clau tidak mau kakaknya stress dan berakibat fatal pada kondisi kesehatan.Akan tetapi, baru saja tiba di luar ruangan, serta ibu jari hendak menggeser ikon berwarna hijau. Mendadak sambungan telepon terhenti, Clau memiliki firasat tertentu. Segera menghubungi lagi Clara, sangat disayangkan berubah menjadi tidak aktif.“Di mana Clara? Apa mungkin kehabisan daya?” gumam Clau sembari masuk ke kamar.Baik Arjuna atau Andreas tidak mengetahui sesuatu telah terjadi kepada Clara. Tuan Besar Lehman sengaja merahasiakan, karena Andreas baru saja keluar dari ruang operasi. Meski telah siuman, kondisinya belum stabil, luka bekas bersarang timah panas belum tertutup sempurna.“Kamu kenapa? Siapa yang menelepon?” tanya Arjuna melihat Clau meremas ponsel dengan gelisah.“Umm … itu.” Clau melirik suami dan kakak ipar secara bergantian. Ia bingung bagaima
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“