Shiena dan Arash memasukkan berapa box kue yang tadi dibuat, untuk dibagikan ke anak-anak panti, sesuai yang Shanaya minta.Mau tidak mau, Arash mengiyakan saja perkataan Ibunya, meminta Arash mengantar Shiena ke sana.Mereka berdua masuk mobil, menikmati segarnya udara sekitaran, karena tidak ada obrolan apapun."Mommy terlihat bahagia bersama denganmu, sedangkan dengan Zeva, Mommy menampilkan raut tak suka. Entah kenapa," ujar Arash.Tidak terlalu penting sih membahasnya, hitung-hitung pemecahan keheningan saja selama di perjalanan agar tidak bosan.Shiena beralih, memandangi sang suami sebentar, lalu menatap lurus ke depan. "Kau menanyakan padaku yang jawabannya tidak kutahu, Mas."Benar juga, harusnya dia menanyakan ini pada Ibunya sendiri, yang lebih tahu jawabannya."Dari dulu Mommy ingin punya seorang anak perempuan, tetapi adikku meninggal saat dilahirkan," kata Arash, bibirnya tiba-tiba berkata demikian.Ah, agar tidak canggung-canggung amat 'kan?Pertama kalinya, Shiena mend
Selang beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sudah sampai ditempat tujuan. Mobil Arash terparkir, di pekarangan panti asuhan, tempat istrinya dibesarkan.Arash dan Shiena turun. Mereka berdua jalan beriringan, tetapi memberi jarak. Kala keduanya memasuki halaman, semua anak-anak di panti berseru riang, kedatangan Shiena pagi ini.Shiena menyapa para adiknya, yang sedang belajar. Melihatnya, Arash hanya bisa diam, memerhatikan interaksi istrinya, tampak dekat pada mereka."Horee! Kakak datang lagi!" seru mereka, dengan riang gembira."Kakak rindu kalian."Namun, para bocah kecil itu menatap bingung pada pria yang berada di samping Shiena. Pasalnya mereka belum mengenal Arash.Shiena tersenyum kecil, gemas dengan kebingungan mereka. "Perkenalkan, Dek. Ini Kak Arash, suami kakak."Dada Arash berdesir, ada rasa senang saat Shiena memperkenalkannya pada anak kecil di hadapannya.Serempak, mereka mengangguk kompak dan tersenyum ke arah Arash."Kak Arash tampan sekali," puji me
Di kediaman Arash.Sebuah mobil mewah berwarna merah terparkie di pekarangan rumah saat Arash menepikan mobilnya di garasi. Shiena yang tak tahu, hanya diam saja.Hinggalah terlihat seorang wanita berpakaian terbuka dan ketat turun dari mobil, menghampiri Arash dan lancang memeluknya."Sayang, aku rindu," ungkap Zeva dengan manja, mencium bibir Arash di hadapan istrinya. Kurang tidak tahu diri bagaimana lagi Zeva ini.Dan parahnya, Arash hanya diam saja dan senang disosor seperti itu. "Kau sudah lama di sini?" tanya Arash, sekilaa melirik Shiena yang mendelik dan melangkah masuk.Malas sekali, dihadapkan dua sejoli tak tahu diri, bisanya hanya membuat hati sesak bak dihantam tombak berlama-lama dengan keduanya."Baru saja. Ponselnya tidak aktif, mangkannya aku datang, ternyata tidak ada siapa-siapa di sini," kata Zeva, berhadapan dengan sang kekasih dan melingkarkan tangannya di leher Arash.Beruntung Shanaya dan Farraz sudah pulang sejak pagi, Arash tidak perlu takut hubungannya dike
Arash membawa tab-nya ke meja makan pagi ini, karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan karena tertinggalkan. Pria bertubuh atletis itu menatap meja makan, tidak ada satu pun makanan yang dihidangkan. Hanya ada segelas kopi hitam.Zeva menyusul Arash, rambut wanita itu masih basah sehingga aroma shamponya begitu menyeruak, menyengat di hidung."Lho kok tidak ada makanan, Sayang?" tanya Zeva.Dengan tidak tahu diri dan tanpa kenal malu, Zeva melingkarkan tangannya di bahu Arash dan menumpukan dagunya di kepala sang kekasih. Arash tampak serius sekali."Makan saja yang ada, jika pesan takut kelamaan," kata Arash, tak mengalihkan tatapan pada layar tab.Bibir merah Zeva yang dipolesi lipstik itu mengerucut, dia pikir Arash akan marah-marah pada Shiena dan menyuruhnya masak."Tapi aku lapar, Sayang. Si kumal kenapa pemalas sekali jadi istri? Cih, benar-benar tidak berguna sekali dia!" maki Zeva, mendaratkan bokongnya di sebelah paha Arash dan memeluk lehernya.Arash menghela
Selagi ada waktu, Shiena ingin menghabiskan waktu dengan sang suami sebelum akhirnya mereka mengakhiri pernikahan ini. Ada rasa tak rela yang dirasakan Shiena. Sebagai nalurinya berkata, ingin mempertahankan saja.Naasnya, Arash kekeuh akan mengakhiri. Jadi, tidak ada gunanya Shiena memprotes jika keinginan melanjutkan hubungan hanya diinginkan sepihak saja."Kenapa kau ceria sekali pagi ini."Shiena menoleh, pada Arash. Pria itu menatap nasi goreng buatannya dan memakannya, Shiena bersyukur jika Arash suka dengan masakannya."Hari ini aku akan kontrol, Mas. Kau akan mengantarku, 'kan?" tanya Shiena. Antusias, ingin segera mendengar perkembangan buah hatinya.Sementara Arash diam, dia lupa sekarang adalah jadwal kontrol istrinya. Akan tetapi, sepertinya Arash tidak bisa, lantaran ada janji dengan Zeva.Rencana ini sudah dibahas lebih awal, Arash tidak mungkin membatalkannya begitu saja. Zeva pasti akan marah padanya."Mas, kok diam?" ulang Shiena.4 bulan ini, sikap Shiena berubah, se
Makan siang sudah selesai. Setelah asik berbincang-bincang, Arash membopong tubuh sintal sang kekasih untuk dipindahkan ke atas ranjang yang sudah ditaburi banyaknya bunga mawar.Arash membaringkan tubuh Zeva ke ranjang, meletakkan dengan hati-hati seolah Zeva adalah benda yang mudah pecah. Arash menyampirkan anak rambut Zeva yang menghalangi wajah cantiknya, keduanya tersenyum, menatap dengan puja, lalu menyatukan bibir mereka.Zeva membuka mulut, memberikan akses kemudahan agar Arash bisa mengekspolari mulutnya dengan leluasa, Zeva yang sudah terbiasa dengan ini tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk membalas ciuman.Sepasang kekasih itu terus bertukar saliva. Membelit, menyesap dan mencecap mencari rasa manis dari bibir mereka. Zeva mengalungkan tangannya di leher, sementara Arash menekan tengkuk Zeva untuk memperdalam ciumannya.Arash melepas pagutan, napas keduanya terengah-engah ketika engap menghinggapi. Keduanya menetralkan pernapasan, meraup udara dengan rakus."Cantik," puji
Tepat di usia 7 bulan kandungan Shiena, namun tidak ada perubahan dihubungan mereka. Keduanya bahkan sudah seperti orang asing yang tidak mengenal, bertemu saat makan lalu kembali ke aktivitas masing-masing.Shiena lebih mendiamkan Arash, karena pria itu sudah membuatnya porak-poranda. Shiena ingin membentengi hati, jika saat bercerai nanti ia tidak memiliki perasaan apa-apa pada suaminya.Pagi hari seperti biasa, Shiena menyiapkan sarapan dalam diam. Masa-masa kehamilan selama ini ia pewati sendiri. Tidak sekali pun ditemani suaminya sendiri."Malam ini Zeva akan menginap di sini," ujar Arash tiba-tiba.Gerakan Shiena terhenti, tidak menoleh dan mempersiapkan kebutuhan sang suami."Apakah itu berita penting? Untuk apa kau memberitahukannya padaku? Jika aku melarang pun, kalian akan terus kumpul kebo," timpal Shiena.Ya, hubungan Arash dan Zeva masih terjalin hingga sekarang. Meski sudah melihat Shiena terluka dengan sikap keduanya, sepasang kekasih itu masih saja berhubungan, bahkan
Dengan diantar sopir kediamannya, mobil hitam itu melaju ke kediaman Arash, untuk menjemput Shiena terlebih dahulu. Mobil yang Shanaya tumpangi berhenti, tepat di pekarangan rumah megah ini.Ia membuka pintu mobil, tidak sabar untuk bertemu dengan sang menantu. Di depan teras, terlihat seorang wanita cantik berperut buncit sedang mengusap tonjolan besar itu. Dia shiena, menantunya.Shiena mengembangkan senyum, bertemu ibu mertuanya. "Hai, Sayang. Apa kabar? Ya ampun. Mommy rindu sekali pada menantu dan cucu Mommy ini," Shanaya mencubit gemas pipi chubby Shiena yang berisi, seiring usia kehamilan, berat badannya pun bertambah."Aku baik, Mom. Mommy cantik sekali," puji Shiena. Takjub pada Shanaya yang selalu cantik memakai pakaian apapun, memang sudah alami kecantikannya.Shanaya tersipu malu, malu karena disebut cantik oleh anak muda seperti Shiena. "Kau juga cantik, Mommy tidak sabar menunggu Baby lahiran. Kau sering mengalami keluhan tidak, Sayang?"Sebelum pergi, ibu mertua dan men
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t