Alvaro berulang kali mengembuskan napas panjang karena Cara tidak mau berhenti menangis setelah bertemu lagi dengan Jafier di rumah sakit. Bahkan ketika tiba di rumah pun Cara masih tetap saja menangis.
Alvaro benar-benar muak melihatnya.
Alvaro bukan pria bodoh. Sepenuhnya dia tahu alasan yang membuat Cara menangis. Gadis itu pasti merasa sangat terkejut sekaligus terpukul setelah tahu jika Jafier ternyata kakak kandungnya.
Namun, tidak bisakah Cara berhenti menangis agar tidak membuatnya khawatir.
"Sudahlah, berhentilah menangis, Caramell!"
Cara tidak menghiraukan ucapan Alvaro sama sekali. Gadis itu memilih larut dalam kesedihannya karena ucapan Jafier beberapa jam yang lalu terus berputar di otaknya.
Cara mengerjabkan mata perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Gadis itu tertidur setelah lelah menangisi kenyataan pahit jika dirinya ternyata adik kandung Jafier. Cara sulit sekali menerima kenyataan jika dirinya ternyata bersaudara dengan Jafier. Dia masih butuh waktu untuk menerima semuanya. Namun, mau tidak mau dia harus menerima kenyataan tersebut. Lagi pula dia tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan karena ada hal yang harus diproritaskan. Yaitu bayi yang berada di dalam kandungannya. Cara pun beranjak dari tempat tidurnya. Dia ingin menemui Alvaro untuk meminta maaf karena kemarin sudah bersikap kurang baik pada lelaki itu. Cara merasa amat sangat menyesal dan bersalah, padahal Alvaro hanya ingin menunjukkan rasa k
Cara sengaja bangun lebih awal karena ingin menyiapkan sarapan untuk Alvaro sebab selama satu minggu ini lelaki itu yang menyiapkan sarapan untuknya. Walaupun hanya setangkup roti bakar dan segelas susu tapi entah kenapa rasanya begitu istimewa.Alvaro sangat terkejut melihat Cara sudah duduk manis di meja makan. Padahal dia sengaja bangun lebih pagi karena ingin membuat roti bakar dan segelas susu untuk gadis itu."Selamat pagi, Tuan," sapa Cara dengan senyum lebar. Padahal kesedihan masih tergambar jelas di wajah cantiknya.Alvaro mendesah panjang, lalu cepat-cepat berbalik meninggalkan ruang makan, tapi Cara malah mencekal pergelangan tangannya."Hari ini saya memasak nasi goreng kesukaan, Tuan. Apa Tuan tidak ingin sarapan dulu sebelum berangkat ke kantor?"Alvaro melepas tangannya dari genggaman Cara. "Aku tidak lapar," jawabnya terd
Cara berjingkat. Gadis itu begitu terkejut karena Alvaro membanting pintu ruangannya dengan cukup keras. Cara yakin sekali Alvaro pasti baru saja melihat hal yang membuatnya marah.Tapi apa?Cara tidak tahu.Cara segera beranjak dari tempat duduknya karena ingin mengejar Alvaro. "Tuan, tunggu!" teriaknya.Namun, Alvaro terus saja berjalan tanpa menghiraukan panggilannya. Isi pesan tersebut membuat darah di dalam tubuhnya seketika mendidih. Alvaro sangat marah hingga ingin menghancurkan benda apa pun yang berada di sekitarnya.Namun, dia berusaha keras menahan amarahnya karena sedang berada di kantor.Cara akhirnya berlari kecil agar bisa menyusul Alvaro. "Tuan, tunggu!"Alvaro sontak berhenti melangkah karena Cara menghadang jalannya. Napas lelaki itu tampak terengah. Amarah tergambar jelas di wajah tampannya."Tu
Alvaro dan Angela kembali bersulang sebelum menyesap segelas wine yang ada di tangan. Alunan musik membuat suasana terasa semakin romantis. Alvaro menatap Angela yang duduk di atas pangkuannya dengan lekat. Aroma vanilla yang menguar dari tubuh wanita itu tercium jelas di indra penciumannya karena jarak mereka sangat dekat."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Angela seraya mengalungkan kedua lengannya di leher Alvaro."Kamu sangat cantik."Wajah Angela sontak dijalari rasa panas, meninggalkan semburat merah di kedua pipinya. "Benarkah?"Alvaro mengangguk sementara tangannya perlahan bergerak, membelai punggung Angela yang terbuka dengan lembut.Alvaro tidak memungkiri jika dirinya mendamba tubuh Angela karena mereka tidak pernah bertemu hampir tiga minggu.Angela menatap Alvaro dengan lekat. Jantung keduanya sontak berdegup cepat. Pelan, dia mendekat, menepis jarak
Allendra langsung mendorong tubuh Angela hingga membentur dinding yang berada tepat di belakangnya lalu melumat bibir wanita itu dengan kasar. "Mmhh ...." Angela memukul lengan Allendra dengan kuat agar lelaki itu melepas ciumannya karena dia kesulitan bernapas. Namun, Allendra malah menahan tengkuk Angela dan semakin memperdalam ciumam mereka. Aroma alkohol menguar jelas dari tubuh Allendra. Lelaki itu benar-benar kesal karena Angela tiba-tiba membatalkan acara makan malam mereka. Dengan sekuat tenaga Angela berusaha mendorong dada Allendra hingga ciuman mereka akhirnya terlepas. Napas keduanya tampak terengah. Angela segera menarik napas sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya karena Allendra tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas. "Apa kau sud
Alvaro senyum-senyum tidak jelas sambil memandangi layar ponselnya yang menampilkan foto Cara. Beberapa menit yang lalu Felix mengirim sedikitnya lima belas foto Cara saat sedang makan pizza pemberiannya.Gadis itu makan dengan lahap hingga membuat bibirnya belepotan terkena saus. Sangat menggemaskan. Bagaimana mungkin gadis berusia hampir 21 tahun itu tingkahnya masih seperti gadis berusa belasan.Kekanakan.Cara benar-benar terlihat sangat menggemaskan.Andai saja Alvaro sekarang berada di rumah, dia pasti akan membersihkan bibir Cara dengan bibirnya.Tidak hanya itu. Dia akan melumat bibir manis milik gadis itu hingga membengkak dan kehabisan napas. Cara akan protes dan mengerucutkan bibir seperti anak kecil karena dia selalu hilang kendali jika mencium bibir gadis
Layar monitor EKG Ibu tiba-tiba menunjukan garis lurus asistole. Wanita yang melahirkan Cara itu mendadak mengalami henti jantung. Kafka pun segera menangani Ibu."Siapkan RJP!" Perintah Kafka pada perawat yang berada di sampingnya. Dengan sigap dokter muda itu mengambil tempat di sisi kanan Ibu dan melakukan pijat jantung dari luar.Kafka dan seorang perawat laki-laki bergantian melakukan pijat jantung pada Ibu. Namun, sudah sepuluh menit berlalu Ibu belum juga respon apa pun.Sementara di luar ruangan ICU Cara tidak pernah berhenti berdo'a agar sang ibu bisa selamat. Cara benar-benar takut akan ditinggal pergi oleh Ibu untuk selamanya.Dia benar-benar takut.Setitik keringat turun membasahi pelipis Kafka. Sudah lima belas menit berlalu, akan tetapi Ibu tidak juga mem
Kafka menghentikan Audy RS7 miliknya tepat di depan rumah. Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya ketika melihat seorang gadis yang tertidur lelap di sampingnya. Sepertinya Cara tertidur karena lelah menangis. Lagi pula sejak tadi siang tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam lambung gadis itu.Kafka akhirnya menggendong Cara ke kamar. Dia membaringkan gadis itu dengan hati-hati di atas tempat tidur begitu tiba di sana. Tatapan kedua matanya terlihat sangat sendu saat menatap Cara. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka gadis sebaik Cara mendapatkan ujian yang begitu berat dalam hidupnya.Namun, Kafka sangat yakin Cara pasti bisa melewati semuanya karena gadis itu sangat kuat dan memiliki hati yang berjiwa besar."Ibu, jangan tinggalin, Cara ...," gumam Cara dalam tidurnya. Isakan kecil pun kembali lolos dari bib
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di