“Kamu terbangun?” Avram meletakkan kembali ponselnya sambil bergerak naik ke atas ranjang.Mata Lavira masih tertutup, entah benar terbangun atau perempuan itu hanya sekadar mengigau. Avram langsung menarik leher Lavira dan meletakkan tangan kekarnya di bawah kepala sang istri. Detik berikutnya Avram memeluk tubuh Lavira dan dan mengecup gemas setiap wajah si istri kecil.“Sudah malam, Kak?” tanya Lavira dengan suara seraknya. Sepertinya perempuan itu memang sempat terbangun, tetapi matanya masih berat.Avram sendiri terkekeh kecil menanggapi pertanyaan Lavira, padahal hari masih siang. “Belum, masih siang. Kamu lanjut saja tidurnya, aku temani,” jawab Avram semakin lama suaranya semakin lembuat ketika berbicara dengan Lavira.“Kakak buka baju?” tanya Lavira lagi.“Iya, supaya kamu lebih hangat. Tidurlah.”Tring ... tring ... tring ...Baru saja ingin ikut memejamkan mata, suara telepon genggam Avram menggema memekkan telinga. Avram menggeram, dia sudah menegaskan Rino untuk tak mengg
“Tidak apa-apa, silakan berteriak sesuka hati kalian. Supaya dia keluar, kami tak masalah,” ucap Siara kepada Marni dan Farhan.Tentu tak akan masalah bagi mereka, sebab Siara dan Feria malah senang ketika melihat kedatangan Marni serta Farhan mencari Lavira. Mereka berharap ada pertunjukan menyenangkan untuk mereka. Nampaknya mereka juga berharap jika sepasang suami istri itu membawa pergi Lavira dari sana.“Saya harus cepat, Nyonya. Kembalikan putri saya, dia tak salah, dia pasti ketakutan sekarang,” ucap Marni kepada Siara.“Jangan bicara kepada saya, karena saya tidak tahu menahu masalah itu. Seharusnya Anda memang minta kepada Lavira, bukannya dia yang membuat semuanya jadi begini?” balas Siara tersenyum licik.“Tidak, Nyonya. Lavira juga korban,” balas Farhan kepada Siara.Marni menoleh cepat ke arah Farhan yang baru saja bersuara. Siara pun cukup terkejut ketika mendengar Farhan ternyata membela Lavira. Pria itu memang datang dengan niat baik-baik, bukan untuk merusuh apalagi m
“Apa Tuan Dakasa benar-benar akan menampakkan diri?” gumam Farhan merasa penasaran.Ting ...Suara lift mansion berdenting menarik perhatian semua orang yang ada di sana. Secara otomatis para pengawal yang ada di sana langsung mengambil tempat sambil menunduk. Mereka seakan sudah menebak jika yang berada di dalam kotak lift adalah Avram. Rino pun ikut berdiri menyamping, menunggu pintu lift terbuka dan memperlihatkan Avram.Srett ...Sesuai tebakan, dan benar-benar Avram yang berada di sana. Pria tampan berambut abu-abu dan bermata tajam itu keluar dari dalam kotak lift. Farhan cukup terkejut melihat wajah menantunya. Yah, menantu yang didapat karena hasil menjual putri sendiri sebagai penebus hutang. Ternyata Avran sekarang berakhir menjadi seorang pelindung untuk Lavira.“Dia tampan, meski dingin dan terlihat sangat mengerikan. Papa bersyukur, Nak, kamu mendapatkan pelindung yang jauh lebih berkuasa dari Papa. Papa tahu, kamu mendapatkan orang seperti dia setelah mendapatkan banyak
“Panggil dokter sekarang juga!” teriak Avram sambil mengangkat tubuh istrinya yang sedang begitu lesu.“Laviraaa! Kembalikan Joana!”Lavira terkejut saat mendengar suara teriakan seseorang. Dia yang awalnya memejamkan mata saat Avram membawa tubuhnya ke arah lift. Sekarang dia menggerakkan kepala dan menatap sumber suara di belakang tubuh Avram. Perempuan itu terkejut saat baru menyadari keberadaan Marni, bahkan ada sang ayah pula di sana.“K-kak, mereka ....”“Tidak usah dihiraukan mereka. Kamu harus kembali ke kamar dan diperiksa, kita tunggu dokter dulu,” sela Avram.“Tapi ....”“Kembalikan Joana! Kau akan membunuhnya, dia bisa mati jika terus dikurung disiksa! Kembalikan putriku, kembalikan diaaaa!” pekik Marni lagi.Perhatian Lavira bukan kepada Marni, melainkan kepada sang ayah. Farhan sendiri diam di tempatnya menatap Lavira dengan wajah penuh arti. Lavira mengira jika Farhan ikut marah kepadanya, dan menuntut Joana untuk kembali. Namun, sebenarnya Farhan khawatir dengan keadaa
Setelah selesai dengan drama kedatangan yang berteriak bak orang gila. Sekarang seorang dokter berada di dalam kamar Lavira dan Avram. Dokter itu memeriksa keadaan Lavira, sehingga membuat Avram tak sabar ingin mendengar penjelasan tentang kesehatan sang istri.“Bagaimana? Ada apa dengan istri saya?” tanya Avram kepada dokter setelah dia melihat dokter selesai memeriksa Lavira.Dokter itu menoleh ke arah Avram sambil menunduk pelan. Detik berikutnya dokter perempuan itu menatap Lavira dengan senyum ramah. Perlahan Dokter tersebut mundur supaya dia bisa melihat wajah Avram serta Lavira secara bersamaan.“Istri Anda baik-baik saja, Tuan. Malah, Anda dan Nyonya Dakasa akan segera menjadi orang tua. Selamat.”Deg ...Avram dan Lavira terkejut serta terdiam mendengar kalimat dokter tersebut. Mereka saling tatap dengan wajah sama-sama cengo. Bahkan Avram masih diam dengan mata tak berkedip. Dokter yang ada di sana melipat bibir menahan senyum melihat ekspresi sepasang suami istri muda terse
“Jadi bagaimana sekarang? Bukannya seharusnya kita membalas. Avram sudah sangat keterlaluan. Kamu akan terus diolok oleh karyawan, lihatlah sekarang. Bahkan ada yang berani pajang foto kamu di mading perusahaan,” geram Siara menatap putranya dengan wajah prihatin.Fero pulang dari kantor dengan keadaan kelelahan. Pasalnya sudah satu minggu ini dia selalu dijadikan bahan olokan para karyawan kantor. Mereka tentu merasa tak terima karena dengan itu secara tak langsung harga diri Fero sudah sangat jatuh di mata karyawan. Hal itu pula membuat Siara serta Fero merasa marah dan ingin membalas dendam kepada Avram.“Aku pasti akan membalas dendam atas semua penghinaan ini. Dia secara tak langsung sudah merendahkan aku,” geram Fero.“Lalu kita harus apa? Mama juga sudah muak, dia bersenang-senang dengan istri kecilnya itu. Cih, memuakkan,” tambah Siara.“Bagaimana kalau kita targetkan Lavira. Dia ‘kan sedang hamil dan itu semakin gak baik dong buat kelansungan kita di mansion ini,” celetuk Fer
“Enghh.”Lavira melenguh di tengah gelapnya kamar utama. Dia menoleh ke samping dan melihat wajah tampan sang suami sedang memeluk tubuhnya. Lavira merasa tak nyaman, tenggorokannya juga terasa kering. Hari masih begitu gelap di luar sana, tetapi perempuan yang tengah hamil muda itu sudah terjaga.“Kak,” panggil Lavira dengan suara seraknya.Avram yang memang tidur sangat tipis, langsung terganggu. Dia bergerak pelan ketika merasakan tubuh orang yang dipeluknya juga bergerak. Perlahan kedua mata tajam Avram terbuka dan melihat istrinya sudah duduk di atas ranjang. Avram pun langsung ikut duduk dan menatap wajah cantik Lavira di sela remangnya lampu tidur.“Kenapa? Kamu ingin buang air kecil?” tanya Avram kepada sang istri.Lavira menatap Avram, kemudian dia menggelengkan kepalanya. Melihat itu Avram mengerutkan kening bingung. “Lalu apa?” tanya Avram lagi.“Aku lapar,” jawab Lavira setengah merengek.Avram cukup terkejut, dia melirik jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjukkan puku
“Hai, Lavira.” Lavira menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat kedatangan Feria mendekat ke pondok kecil taman, di mana dirinya berada saat ini. Feria datang dengan senyum, dan itu cukup membuat Lavira terkejut dan keheranan. Feria perlahan duduk di sampingnya dan masih menatap Lavira dengan senyum manisnya. “Aku dengar kamu sedang hamil sekarang. Aku ikut senang, mendengar kamu hamil membuat aku merasa jika apa yang selama ini aku lakukan itu salah. Kamu itu adalah bagian dari keluarga kami juga, tapi kami malah seperti itu. Sekarang aku sadar, karena aku senang akan segera bisa memiliki keponakan. Kamu memaafkan aku ‘kan?” Feria bersuara sambil menglurkan tangannya ke arah Lavira. Perempuan yang tengah hamil muda itu menatap Feria cukup ragu. Hari ini Avram tak menemaninya di taman, sebab pria itu akhirnya datang ke kantor perusahaan Dakasa dan benar-benar memperlihatkan dirinya kepada semua orang. Namun, bukan berarti Lavira sendirian di sana, dia dijaga ketat oleh para pengawal
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak