"Aku ini istri mu Mas, aku berhak menuntut hak ku sebagai istri. Aku mau hak ku!""Hak apa? Uang? Harta? Nanti aku berikan, buka pintunya!"Keyla pun menggelengkan kepalanya, karena berharap Tama mau mengerti akan apa yang dia maksud saat ini."Mas, aku nggak butuh uang. Aku mau kamu!""Oh, sejak kapan seorang Keyla tidak butuh uang. Kau itu ku pungut dari jalanan, kemudian ku berikan harta dan juga jabatan di perusahaan ku. Kemudian ku nikahin dan ku berikan rumah untuk orang tua mu. Lalu, ku jadikan istri dan ku perlakukan seperti seorang ratu. Dan, balasan mu pada ku adalah PENGHIANATAN!" Tama pun menekankan kata - Pengkhianatan- di akhir kalimatnya agar Keyla tahu bahwa luka itu tak pernah bisa hilang dari benaknya.Bahkan hanya sekedar memudar saja tidak, semuanya masih bisa di ingat dengan jelas tanpa ada yang terlupakan sedikitpun.Benar saja dada Keyla langsung naik turun seiring dengan peluh yang bercucuran menahan perasaan penuh penyesalan.Sayangnya penyesalan itu tidak ber
Apa yang membuat mu paling menderita dan tersiksa?Mungkin sesuatu yang paling besar tempatnya di hati mu, begitu pun dengan Nada yang memilih untuk menempatkan seseorang yang di cintainya di hatinya.Sampai hari ini pun Nada masih sangat merindukan suaminya.Suaminya?Mungkinkah itu?Bukankah keduanya sudah sah bercerai?Ya, tapi tidak bagi Nada. Sebab, masih mengandung anak dari Tama.Apapun alasannya Nada tetap saja menganggap Tama masih sebagai suami sahnya, kecuali anak itu sudah tidak ada.Baiklah, untuk hari ini Nada tak ingin lagi duduk berdiam diri larut dalam kesedihan dan menunggu dengan harapan Tama akan kembali.Dirinya bahkan belum percaya jika saat itu Keyla mengatakan sudah menikah dengan Tama.Nada butuh penjelasan dari Tama, sebuah pengakuan yang nyata.Karena saat itu Tama hanya diam saja saat dirinya bertanya.Meskipun sebenarnya Nada tidak ingin mendegar jawaban kebenaran, tapi bagaimana pun juga mulut Tama harus menjelaskan. Mengapa mencampakkan begitu saja.Hing
"Nada!" teriak Tama dengan suara yang menggelegar.Sesaat kemudian Tama pun menjatuhkan botol minuman ada di tangannya, kemudian berlari dengan secepat mungkin.Masuk pada kerumunan orang yang sedang melihat seorang wanita yang menjadi korban kecelakaan.Tapi, yang menjadi korban bukan Nada melainkan Keyla.Tama pun tidak mengerti mengapa itu bisa terjadi, sebab dirinya terlalu fokus melihat Nada. Seorang wanita yang sangat di rindukannya.Beberapa saat yang lalu, Keyla melihat apa yang membuat Tama tampak begitu bahagia.Ternyata Nada yang sedang melambaikan tangannya di sebrang jalan sana.Membuat perasaan Keyla menjadi tidak karuan dan juga merasa sakit, sadar ternyata Tama benar-benar sudah melupakannya.Hingga akhirnya Keyla pun melihat sebuah truk yang melaju ke arah Nada yang sedang menyebrang.Mungkin terlalu takut Tama lepas dari tatapan matanya. Sehingga, tanpa ingin melihat sekitarnya memilih untuk menyebrang jalan dengan secepat mungkin.Padahal keselamatan Nada sedang ter
Meskipun Keyla hanya orang lain bahkan, adalah seseorang yang baru dikenalnya. Tetapi apa yang terjadi membuatnya seakan begitu terharu. Sehingga, tidak dapat melupakan apa yang sudah Keyla berikan padanya.Bukan sebuah kejayaan, apa lagi kekayaan. Tetapi, lebih dari itu semua yang belum tentu bisa di berikan oleh orang lain.Apalagi orang yang baru dikenalnya, ini sungguh luar biasa hingga membuatnya sulit untuk berpikir.Jangan lupakan apa yang dikatakan oleh Keyla sebelum akhirnya benar-benar tiada, dirinya melakukan itu karena ingin menebus kesalahannya terhadap seseorang yang pernah dia sakiti.Tama.Nada pun menatap seseorang yang masih tampak berdiri di sana, meskipun semua orang sudah pergi. Tapi alasan yang membuat Keyla lebih memilih untuk pergi demi menyelamatkannya itu demi pria itu.Pria yang sangat dia cintai sampai detik ini, tapi entah mengapa bibir Nada begitu sulit mengungkapkan bahwa dirinya sedang mengandung.Rasanya seperti tidak memiliki tenaga untuk menggetarka
"Ada apa kau datang ke rumah kami?" tanya Adam saat melihat seseorang yang datang bertamu ke kediamannya, siapa lagi kalau bukan Tama.Tama yang berada di ruang tamu pun langsung bangkit dari duduknya, melihat Adam yang berdiri di hadapannya."Ayah, aku hanya ingin bertemu Nada," kata Tama secara langsung, mengatakan apa tujuannya.Meskipun sebenarnya tidak perlu mengatakan itu semua orang sudah tahu apa tujuan Tama datang ke sana.Hingga Adam pun melihat Kinanti yang juga ikut menyusulnya ke ruang tamu."Nada, sepertinya tidak mau bertemu dengan mu," jelas Kinanti.Membuat Tama pun terkejut, lagi pula tidak mungkin Kinanti berbohong ini semua."Kenapa Bunda?" tanya Tama lagi.Kinanti pun menggelengkan kepalanya, kemudian segera pergi dari sana. Karena, ingin melihat putrinya.Hingga akhirnya Tama pun kembali melihat wajah Adam yang tampak serius melihat dirinya."Ayah, aku mohon jangan pisahkan kami berdua," pinta Tama dengan penuh harap.Namun, bertepatan dengan itu tiba-tiba terden
Tama pun memilih mengalah untuk saat ini, bagaimana pun juga saat ini Nada sedang butuh waktu beristirahat.Bukan hanya sekedar istirahat semata, melainkan ketenangan juga.Lagi pula apa yang dikatakan oleh Fikri memang benar adanya, meskipun demikian Tama tak akan pernah bisa untuk tenang.Dirinya akan berusaha untuk membuat Nada kembali padanya.Pikiran Tama benar-benar tidak baik-baik saja, hingga memutuskan untuk pulang ke apartemen yang pernah ditinggalinya dan juga Nada.Perlahan Tama mendorong pintu masuk, kemudian menutupnya kembali.Tama melihat sekiranya yang tampak begitu bersih, artinya tempat tersebut belum lama kosong.Memang begitu keadaannya bukan, bahkan baru malam ini Nada tidak di sana.Tama yang memutuskan untuk tidak mencaritahu tentang Nada lagi pula tak pernah berpikir jika Nada masih berada di apartemen.Tapi, sepertinya semuanya memang benar. Tampak lemari pendingin yang di penuhi dengan bahan makanan, bahkan ada masakan di sana.Masakan itu masih layak untuk
Setelah malam tadi, hari ini Tama pun kembali mengunjungi kediaman Nada, memastikan apakah keadaannya sudah baik-baik saja.Bagaimana pun juga dirinya adalah Ayah dari janin yang ada di kandungan Nada.Sejak kembali dari kediaman Nada, semalaman Tama tak dapat lepas memikirkan Nada. Apa lagi tahu tentang kehamilan Nada dengan cara yang tidak seharusnya.Mungkin jika saja malam itu Nada tidak pendarahan Tama belum juga tahu sampai saat ini."Bunda," Tama pun melihat Kinanti yang sedang berada di teras, melihat bunganya yang tampak sudah mekar.Kinanti pun beralih melihat Tama, bahkan ada banyak sekali paperbag yang di pegang oleh Tama."Bunda, bagaimana keadaan Nada?" tanya Tama lagi.Kinanti pun melihat ke atas, tampak Nada yang sedang berjemur duduk di balkon kamarnya.Semetara selang infus masih terpasang pada tangannya.Matanya juga melihat Tama di bawah sana hanya saja tampak tak ada ekspresi sama sekali.Entah Nada sedang merasa bahagia ataupun sedang bersedih karena melihat Tama
Tama pun memutar gagang pintu, kemudian mendorongnya dengan perlahan.Tampak Nada sedang berbaring sambil menunggu arah pintu hingga tak melihat kehadirannya.Sesaat kemudian Tama pun menutup pintu kembali, menatap Nada yang masih saja berbaring di sana."Bunda, Nada haus," kata Nada yang menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya, hanya saja dirinya mengira jika itu adalah Kinanti.Tama pun melihat mineral yang ada pada meja, kemudian memberikan pada Nada.Hingga akhirnya Nada pun melihat siapa yang kini ada di hadapannya.Seseorang yang sangat dirindukannya selama ini, seseorang yang juga masih memiliki tempat istimewa di hatinya.Hanya saja Nada merasa jika cintanya yang begitu besar tak terbalaskan, karena Tama yang menyakitinya tanpa berpikir sama sekali."Minum," Tama menggerakkan gelas di tangannya.Nada pun mengangguk, kemudian setelah duduk dan meneguk mineral yang diberikan oleh Tama padanya.Setelah itu Tama pun kembali meletakkannya pada meja, sementara Nada kemb
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada