"Ouw," Fikri pun mengangguk, "artinya calon suamimu ini sangat, sangat, sangat baik ya," kata Fikri dengan santainya.Sementara Nada merasa bahagia karena Fikri pun tampaknya sudah sadar bertapa baiknya Tama selama ini."Iya, Kak. Berarti Kakanda nya Nada adalah orang baikkan Kak?" Tanya Nada lagi penuh semangat.Bahkan terkesan bangga bisa diperjuangkan oleh Tama, meskipun seorang duda namun jauh lebih baik tentunya tidak menjadi masalah sama sekali."Iya, tentu," Fikri pun mengangguk, kemudian meneguk mineralnya."Nah, Ayah jangan ragu ya, Kakanda Tama baik kok," Nada pun cengengesan pada Adam, tidak mengerti hati Ayahnya itu sedang terbakar kemarahan."Percaya, Ayah pasti percaya pada," Fikri pun melihat Tama dengan tajam, "Kakanda Tama ini," Fikri tersenyum miring melihat Tama.Rasanya ingin sekali menelan Tama hidup-hidup."Kak Fikri, Nada tanya ke Ayah! Kok, Kakak yang jawab.""Iya, tapi Kakak tahu isi pikiran Ayah. Jadi, Kakak saja yang mewakilinya," jelas Fikri.Sementara Adam
"Semangat Kakandaku tercinta, kamu pasti bisa."Nada terus berseru memberikan semangat pada Tama yang sedang menguras kolam dengan menggunakan gayung.Jas dengan kemejanya kini tidak lagi terpakai ditubuh, hanya ada baju kaos dan celana yang dilipat setengahnya.Itupun sudah basah karena terkena air, perjuangan masih panjang.Bahkan air pada kolam renang pun belum tampak berkurang sedikitpun.Membuat Tama semakin menarik napas dengan beratnya, meratapi nasib yang dialaminya saat ini.Tubuh atletisnya terlihat jelas, rasanya ketampanan Tama pun semakin terpancar.Namun, saat ini dirinya sedang berjuang untuk menguras kolam renang dengan perasaan yang sangat melelahkan.Namun, saat melihat Nada rasanya membuat semangatnya semakin bertambah.Meskipun bocah itu sangat polos dan suka berbicara apa adanya tapi tidak mengurangi sedikit pun cintanya, bahkan hal yang aneh itu membuat Tama merasa jika Nada berbeda dari wanita lainnya.Hingga akhirnya Fikri pun muncul dengan secangkir kopi di ta
Dirinya tahu pasti akan ada kejutan berupa hal aneh dari masakan Nada, sementara Tama tidak mungkin menolak karena dirinya yang akan menjadi kompor yang teramat panas.Sebagai lelaki sejati yang mencintai wanitanya, tentunya Tama akan menuruti keinginan Nada untuk memakan-makan tersebut. Atau Nada akan bersedih hati.Ya ampun Fikri sudah tidak sabar untuk melihat penderitaan Tama semakin bertambah berat."Ayo, suapi Kakanda Tama mu itu!" Kata Fikri.Kenan hanya tersenyum saja, sudah pasti dirinya juga menunggu dengan perasaan was-was karena masakan adiknya yang aneh itu."Kakandaku, Ananda membuatkan Ayah kecap spesial untuk Kakandaku," kata Nada dengan senyuman manisnya.Sementara Tama rasanya begitu bersemangat setelah melihat senyuman manis Nada, sial.Wajah calon istrinya itu memang sangat meneduhkan hati, dalam sekejap saja hanya karena senyuman bisa membuatnya mendapatkan energi kembali.Tapi bagaimana dengan masakan Nada, apakah senikmat kopi buatannya.Jika membuat kopi Nada
"Semangat Kakandaku," Nada terus saja memberikan semangat pada Tama.Meskipun sebenarnya Tama sudah sangat kelelahan, jangankan untuk setengahnya terkuras. Untuk seperempat dari isi kolam juga belum ada.Padahal hari sudah malam, perasaan Tama benar-benar kacau karena memikirkan Nada yang mungkin nantinya sulit untuk bersatu."Tama, ayo makan malam," Kinanti pun menghampiri Tama, merasa kasihan pada calon menantunya tersebut."Iya, Bunda. Tapi, bajunya basah. Biarkan saya di sini saja," kata Tama.Kinanti pun melihat pakaian Tama yang basah, kemudian memikirkan sesuatu.Hingga akhirnya Kinanti pun pergi kemudian kembali dengan handuk dan juga pakaian bersih milih Fikri yang sengaja di pinta oleh Kinanti."Tama, ganti baju mu. Setelah itu kita makan malam bersama. Bunda, tunggu di meja makan," setelah mengatakan itu Kinanti pun pergi.Tidak lupa untuk mengajak Nada juga ikut bersama dengan dirinya terlebih dahulu menuju meja makan.Tama pun melihat handuk dan pakaian bersih di tanganny
Tama duduk di kursi dengan menatap masakan di hadapannya, pikirannya benar-benar tidak baik-baik saja.Bahkan terkesan tidak bersemangat sama sekali, apa lagi nantinya akan mendengarkan sesuatu yang akan dikatakan oleh Adam.Tama sudah dapat menebak apa yang akan di bahas, sungguh membuatnya tidak bersemangat sama sekali."Makan," kata Kinanti.Lagi-lagi Kinanti mengisi piring Tama, tidak ingin terus merasa tidak enak.Kinanti masih mengerti dengan Tama yang masih butuh waktu untuk lebih dekat dengan keluarnya."Kinanti!" Kata Adam.Adam melihat istrinya sedang mengisi piring Tama lagi-lagi seperti sebelumnya.Membuat Kinanti pun sejenak terdiam dan beralih melirik Adam penuh tanya."Ya Mas?""Biarkan saja dia yang mengisi piringnya, dia juga harus menyesuaikan diri dengan keluarga kita," jelas Adam.Kinanti pun tersenyum bingung, kemudian kembali melihat Tama.Sesaat kemudian beralih melihat Adam."Nggak papa Mas, mungkin Tama masih segan," kata Kinanti lagi.Lagi-lagi berusaha untuk
Haaaaatchihhhhh....Tama merasa semakin tidak nyaman saja, bahkan sampai bersin beberapa kali."Dasar jorok!" Kesal Fikri yang sedang menikmati makanannya."Fikri!" Kinanti pun menegur putranya, kemudian beralih melihat Tama, "sepertinya kamu kedinginan, mungkin karena seharian ini terus saja berada dalam kolam renang," Kinanti pun menatap iba pada Tama."Maaf Bunda," kata Tama sambil menggosok-gosok hidungnya."Tidak apa," Kinanti segera meminta Bik Sumi membuatkan secangkir teh hangat untuk Tama, hingga akhirnya secangkir teh pun tiba."Silahkan Tuan," Bik Sumi meletakkannya pada meja."Nada, berikan Tama obat. Ya, sekalian minumnya di sofa saja biar lebih santai, berikan selimut juga agar lebih hangat," kata Kinanti memberikan saran.Karena dia tahu Tama merasa canggung bila ada Adam di dekatnya, wajar saja. Mengingat keduanya adalah calon mertua dan calon menantu."Siap Bunda," jawab Nada dengan penuh semangat."Jangan ke kamar!" Tambah Fikri.Nada pun beralih melihat Fikri."Kena
"Umi," Diva langsung saja memeluk Serena, lama tidak bertemu membuatnya merasakan rindu yang teramat berat."Anak Umi," Serena juga memeluk Nada tidak kalah eratnya, sebab rindu akan putri kecilnya yang kini sudah dewasa bahkan sudah menikah juga."Diva kangen.""Kangen? Memangnya masih ingat sama Umi setelah menikah? Bukannya udah sayang ke suami," goda Serena."Umi apaasih," kesal Nada."Diva, hati-hati jangan terlalu kuat peluk Umi Tante Serena, nanti adik bayi di perut Tante Serena kecepit," kata Nada khawatir.Nada memang khawatir, tetapi Diva malah dibuat shock mendengarnya."Umi?" Tanya Diva tidak mengerti."Iya, kayaknya kalian bakalan lahiran barengan deh. Ish, gemes, Nada juga pengen. Bunda, bikin adiknya sekalian ya, pas Nada udah nikah nanti, terus kita lahiran sama-sama," kata Nada dengan ide yang begitu cemerlangnya.Mentari geleng-geleng kepala sambil menahan tawa mendengar apa yang dikatakan oleh Nada barusan, memang adik iparnya itu sangat aneh.Beruntung Tama mencint
Akhirnya pagi ini Kinanti pun bersiap-siap untuk pergi ke sebuah butik langganannya, beruntung ada Serena yang menemani karena Mira sedang kurang enak badan.Apa lagi Kinanti sudah tahu tentang penyakit yang di deritanya, membuatnya juga merasa kasihan.Bahkan Mira mengatakan langsung menyerahkan semuanya pada Kinanti, karena Mira sadar dirinya tidak bisa terlalu aktif dalam hal mempersilahkan pernikahan anaknya sendiri.Meskipun sebenarnya dirinya juga ingin mempersiapkan semuanya, tetapi Mira lebih menyayangi dirinya dan kesehatannya. Karena, jika terlalu lelah maka, nantinya bisa drop. Bahkan, bisa membuat pernikahan anaknya menjadi rusak, Mira tidak mau membuat hari bahagia anaknya harus dilakukan dengan terburu-buru karena Tama memikirkannya yang sedang terbaring."Nada, ikut nggak?" Tanya Serena."Seharusnya ikut, Tama juga ikut. Karena, mereka yang akan memilih gaun pengantinnya nanti.""Em, iya juga sih," Serena mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Kinanti.Sampai akhirnya
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada