Semuanya hanya diam seakan sedang larut dalam pikirannya masing-masing, terutama Adam yang tampaknya tidak ingin berdebat lagi dengan Kinanti setelah ini.Namun, melihat wajah Tama pun sepertinya cukup menjengkelkan."Saya rasa tidak ada yang harus dibicarakan lagi, sekarang kita pun tahu mereka berdua masih pada pendiriannya untuk bersama. Dari pada terus-menerus seperti ini, saya sebagai Kakak sulung Nada, sekaligus sebagai perwakilan dari Ayah kami, merestuinya. Asalkan Tama berjanji untuk setia dan membahagiakan adik saya," kata Fikri yang memulai pembicaraan.Semuanya tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Fikri.Begitu juga dengan Adam, dirinya langsung melayangkan tatapan tajam.Kapan Adam mengatakan bahwa dirinya menyetujui hubungan di antara Nada dan Tama?Bahkan merasa dirinya belum bisa menerima Tama sebagai calon suami anaknya.Semuanya benar-benar begitu membosankan, tidak ada keputusan yang dibuatnya seperti yang dikatakan oleh Fikri.Tetapi, saat itu tanpa sengaja
"Aku harap kau tidak menyia-nyiakan kesempatan ini," kata Fikri.Kini keduanya duduk di gazebo kayu tepatnya terletak di bagian belakang rumah, keduanya tampak diam di sana dengan pikiran masing-masing.Menurut Fikri terlalu berkeras pun percuma saja, sebab Nada pun tampak begitu ingin bersama dengan Tama."Terima kasih, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," jawab Tama penuh kebahagiaan.Tentunya Tama sangat bahagia, karena kini semuanya perlahan menjadi lebih baik.Hingga akhirnya Tama pun menepuk pundak Fikri seperti biasanya saat mereka sedang bersama.Namun, Fikri malah melayangkan tatapan tajamnya pada tangan Tama.Membuat Tama pun menghentikannya dengan wajah bingung."Jaga kesopanan, aku calon Kakak iparmu!" Kata Fikri dengan tegasnya.Tama pun terdiam sejenak sambil menatap wajah Fikri, tetapi sepertinya memang begitu adanya.Walaupun ada sedikit geli-geli namun terasa cukup nikmat, Ahahahhaha..... apakah Author ini, otaknya traveling aja.Begitulah pikiran F
Sesampainya di meja makan Fikri dan istrinya Mentari, melihat keluarga lainnya. Hingga,sesaat kemudian muncul Kenan dan juga Diva. Dan yang menjadi pertanyaannya Tama.Di mana pria duda itu sehingga tidak tampak terlihat diantara yang lainnya, bahkan semuanya sudah berada di sana.Termasuk juga Nada yang duduk di kursi meja makan, setelah diminta oleh Kinanti untuk ikut makan bersama dengan keluarga calon suaminya sendiri."Fikri, Tama di mana?" Tanya Kinanti sebab tidak juga muncul sampai saat ini.Fikri pun mengangkat bahunya seakan tidak perduli sama sekali.Lagipula dirinya sendiri tetap bisa makan dengan lahapnya tanpa Tama yang dibutuhkan hanya Mentari."Kenan?" Tanya Kinanti yang beralih pada putra keduanya itu, mungkin saja tahu tentang calon menantunya.Namun, Kenan pun memilih untuk bungkam. Duduk di kursi meja makan dan melihat hidangan yang tersedia jauh lebih baik.Masalah Tama biarkan saja menikmati hari-hari yang baru sebagai calon keluarga baru."Mentari, Diva?" Kinant
Makan berdua saja di dapur, senyum-senyum melihat wajah sang pujaan hati yang kini sedang berada di hadapannya."Om, cuman ada telur dadar aja," Nada pun menunjukan piring berisi nasi, dengan lauk seadanya.Seadanya telur dadar saja, karena semua makanan sudah di hidangkan di meja makan ruang makan keluarga.Seharusnya keduanya juga berada di meja makan keluarga bersama yang lainnya, bukan makan berdua saja di dapur.Tetapi apa?Tama jauh lebih memilih jalur aman dari pada kehilangan harga dirinya, meskipun sebenarnya tidak masalah asalkan demi Nada.Apa lagi yang melakukannya hanya Fikri sahabat setianya selama ini, di tambah lagi ini adalah masa uji coba menjadi calon adik ipar.Sungguh hal yang sangat mendebarkan sekali, tetapi semuanya sirna setelah melihat senyuman manis Nada.Semudah itukah? Tentu, cinta sudah bertahta maka semuanya akan menjadi indah.Kembali pada kedua insan yang sedang jatuh cinta.Duduk di kursi meja makan yang terletak di dapur tempat biasanya para pekerja
Tap tap tap.Terdengar suara langkah kaki yang kian semakin mendekati, membuat Tama dan Nada pun terdiam dan mendengarkan suara langkah kaki tersebut dengan semakin jelas.."Mas?" Nada pun panik."Lari!" Tama juga malah ikut panik, kemudian menarik Nada untuk pergi secepat mungkin dari sana.Kemudian keduanya bersembunyi di bawah jendela.Matanya mengintip sesekali dari celah yang ada, keduanya tepat seperti maling yang akan ketahuan saat sedang beraksi mencuri sesuatu benda berharga.Hingga akhirnya Tama pun mengingat sesuatu dan membuatnya merasa aneh."Sayang--""Sssstttt!" Nada langsung menutup mulut Tama dengan telapak tangannya, karena tidak ingin ketahuan oleh Fikri yang kini sedang berada di dapur.Entah apa yang dilakukan oleh Fikri hingga mendadak menuju dapur, sepertinya dirinya tahu jika Nada dan Tama ada di sana.Jarang-jarang Fikri mau menuju dapur, kecuali ada Mentari di sana."Sayang.""Diam dulu!" Lagi-lagi Nada tidak ingin Tama bersuara, dengan alasan tidak ingin ada
[Kamu sedang apa?] Om Tama.Nada pun tersenyum membaca pesan singkat yang diterimanya, siapa lagi pengiringnya kalau bukan Tama.Dunia ini terasa begitu indah setelah segalanya sesuai dengan apa yang diinginkan.Setelah mendapatkan restu siang tadi, malam ini hati Nada jauh lebih tenang.Tidak lagi ada kekacauan apa lagi kegundahan hati seperti sebelumnya.Bintang di langit yang bertaburan dengan begitu banyaknya pun seakan menjadi saksi kebagian seorang Nada.Mungkin terasa aneh, tetapi rasanya begitu luar biasa.Ting.Sebuah pesan kembali masuk, mungkin karena Nada yang sibuk dengan kebahagiaannya sehingga lupa jika kini dirinya harus membalas pesan dari sang pujaan hati.Pesan pun kembali di lihat, ternyata masih dari orang yang sama.[Kamu sedang apa?] Om Tama.[Lagi di toilet Om] Nada.Nada pun membalas dengan apa adanya, dirinya memang baru saja memasuki toilet.Bahkan membalas pesan sambil mengeluarkan sesuatu yang berwana kuning mungkin.[Lagu mandi ya?] Om Tama.Di seberang s
"Huuueekkk," Diva malah muntah bertepatan dengan Nada yang keluar dari kamarnya.Nada pun menghirup aroma tubuhnya, tetapi merasa baik-baik saja.Tetapi, tetap saja Diva muntah-muntah dan membuat Nada merasa bingung."Kakak, Ipar. Apa aku sangat bau? Aku memang baru buang air, tapi udah cebok, pakai sabun lagi," kata Nada masih dengan bingungnya."Nggak tahu, kenapa. Dari pagi aku muntah terus, ini nggak karena kamu," jawab Diva.Kemudian sesaat kemudian Diva pun kembali masuk ke dalam kamarnya, ingin menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.Nada tentunya merasa kasihan, dengan cepat menyusul Diva, bahkan membantu menggosok punggung Diva dengan minyak angin."Aku panggil Ayah aja ya, buat meriksa keadaan kamu," kata Nada, sebab Nada tahu Ayahnya adalah seorang dokter hebat."Nggak usah, aku segan sama Ayah. Tari aja," kata Diva."Ya udah, tunggu dulu," Nada pun segera menuju kamar Mentari, ataupun kamar Kakak iparnya itu.Dengan seperti biasanya, ugal-ugalan adalah sikap Nad
Kinanti pun kini mengalami serangan darah tinggi dengan mendadak karena apa yang di dengarnya barusan.Bahkan Mentari sampai ketakutan dan tidak tahu bagaimana cara memeriksa keadaan Kinanti lagi karena terlalu panik melihat kondisi Kinanti saat ini.Namun, beruntung Adam juga seorang dokter hebat sehingga langsung memeriksa keadaan istrinya, bahkan mengatasinya dengan segera.Namun, sampai saat ini juga Kinanti masih berbaring di atas ranjang, bahkan belum sadarkan diri.Membuat semua anggota keluarga semakin panik saja.Tapi Adam tahu istrinya itu baik-baik saja, lagi pula mengingat usia yang sudah tak lagi muda tentunya sangat mudah untuk terkena berbagai macam penyakit."Sebaiknya kalian istirahat saja, nanti Bunda akan sadar. Tidak ada yang perlu di khawatir," jelas Adam.Mentari meremas kedua tangannya, dirinya sangat bingung harus bagaimana.Sebenarnya dirinya tidak bisa meninggalkan Kinanti begitu saja sebelum melihat kedua mata Kinanti kembali terbuka maka pikirannya tidak ak
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada