Adam pun sampai di apartemen milik Fikri, matanya melihat Fikri yang duduk di sofa sambil menyeruput secangkir kopi.Seketika Adam mengedarkan pandangannya, seakan mencari sesuatu.Tetapi, tidak ada yang janggal, semua terlihat biasa saja."Bagaimana pekerjaan mu di kantor?" Tanya Adam."Baik," jawaban Fikri singkat dan jelas, wajahnya pun tampak biasa.Adam terus menatap wajah putranya, merasa tidak ada yang mencurigakan Adam pun memilih pergi.Menyimpulkan bahwa, tidak benar Fikri menemui Mentari di rumah sakit.Meskipun demikian, Adam tetap waspada dan tidak ingin kejadian itu terulang kembali.Sesampainya di rumah Adam melihat Diva.Pakaian mini dan ketat melekat di tubuhnya, membuat Adam menghentikan langkah kaki putrinya tersebut."Ayah udah pulang," Kinanti tersenyum menyambut suaminya.Adam pun membalas senyuman dan mencium kening Kinanti, kemudian kembali menatap wajah Nada."Duduk!" Adam menunjuk sofa pada ruang tamu, meminta putrinya untuk segera melakukan perintahnya.Nada
Diva menghela napas panjang, ternyata masalah yang ia buat masih berlarut-larut sampai saat ini pun.Bahkan Bayu marah besar saat mengetahui bahwa dirinya mabuk-mabukkan bersama dengan Nada saat malam itu.Hari ini Diva mendapatkan amukan kemarahan dari kedua orang tuanya, belum lagi teror yang beberapa hari ini terus saja menghantuinya.Diva benar-benar tidak mengerti, tentang asal usul teror tersebut.Malam-malamnya terasa tidak nyaman, bahkan untuk beristirahat saja begitu sulit.Diva ingin memberitahukan kepada kedua orang tuanya, sayangnya baik Bayu maupun Serena tidak mau mendengarnya berbicara.Sebab, terlalu kecewa padanya.Malam ini Diva di rumah, kedua orang tuanya pergi ke luar kota.Menghadiri beberapa acara di sana, untuk beberapa hari kedepan.Diva tidak bisa ikut, sebab dirinya sedang masa hukuman.Sehingga di rumah hanya bersama beberapa Art dan satpam yang tinggal di rumah.Ting!Ponsel Diva pun berbunyi, kemudian melihatnya.Lagi-lagi pesan teror masuk membuatnya men
"Kamu minum dulu," Kenan pun mencoba untuk memberikan mineral pada Diva, berharap setelah itu bisa lebih baik.Diva pun mencoba meneguknya dengan tangan yang bergetar, dirinya juga ingin menjadi lebih tenang."Kamu sudah sarapan?"Diva pun menggeleng, dirinya bahkan belum makan dari kemarin.Pikirannya benar-benar kacau karena ancaman tersebut."Kita cari sarapan dulu," Kenan mengusap rambut Diva, kemudian kembali mengemudikan mobilnya hingga kini keduanya sudah berada di kampus.Duduk di kantin dan mulai memesan makanan."Kenan, aku nggak lapar," kata Diva dengan berbohong, padahal dirinya sedang tidak memiliki uang. Sebab, dirinya kini sedang masa hukuman. Sebenarnya Diva masih memiliki uang di dompetnya, tetapi itu untuk membayar ojol saat pulang nanti.Jika dirinya memakainya sekarang, mungkin dirinya akan pulang dengan berjalan kaki."Kamu harus makan," kata Kenan dengan memaksa.Diva memang sangat lapar, tetapi dirinya tidak ingin mengatakan tidak memiliki uang."Aku, ke toilet
Sejenak keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.Memendam rasa yang begitu sulit untuk mengungkapkan, menjaga perasaan yang tidak seharusnya saling membenci.Kenan tidak ingin menghancurkan pertemanan mereka yang begitu baik, selama ini keduanya begitu akrab.Kenan tidak ingin ada kecanggungan yang terjadi di antara keduanya, jika saja Kenan mengungkapkan perasaannya.Saat ini Kenan sudah cukup bahagia bisa begitu dekat dengan Diva.Meskipun cinta yang tak bisa memiliki."Aku antar kamu pulang, lebih baik istirahat di rumah," kata Kenan yang akhirnya bersuara.Diva hanya diam, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kenan saat ini.Hingga akhirnya keduanya kini sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah.Diva mencoba melirik Kenan yang tengah mengemudikan mobil."Kenan, aku bisa minta tolong?" Tanya Diva dengan ragu."Apa!" Kenan melirik Diva sekilas."Aku ingin ke bukit saja, aku tidak ingin pulang. Aku sedang ingin mencari sedikit kenyamanan," jelas Diva sambil terus saja men
"Sebaiknya kamu istirahat dulu, itu kamar mu. Dan, ini kamar ku," Kenan menunjukkan kamar yang digunakan untuk tempat beristirahat sejenak, "sambil menunggu makan malam dipersiapkan.""Iya," Diva pun perlahan melangkah menuju kamar yang sudah diarahkan oleh Kenan.Sesaat kemudian Kenan pun memasuki kamarnya, memberitahu pada Bayu jika Diva bersama dengan dirinya.Kenan pun meyakinkan jika Diva baik-baik saja, dan berjanji tidak akan terjadi hal-hal yang dapat merugikan Diva maupun dirinya.Kenan pun mengatakan bahwa Diva sedang stress menyelesaikan skripnya. Sehingga, memintanya untuk jalan-jalan ke puncak, hingga akhirnya hujan turun dan akan sangat berbahaya jika memaksakan untuk pulang.Bayu pun mengijinkannya, bahkan merasa tenang dengan penjelasan Kenan.Sampai saat ini Bayu merasa percaya pada Kenan, hingga dirinya memberikan kepercayaan sepenuhnya.Setelah itu Kenan pun meletakkan ponselnya pada ranjang, kemudian berniat untuk menemui Diva untuk mengajaknya makan malam.Namun,
Kenan masih terdiam dan merasa bingung, hingga akhirnya menyusul Diva yang kini sudah menuju kamar.Kenan mengetuk pintu terlebih dahulu, setelahnya masuk dengan perlahan.Matanya melihat Diva yang kini menangis tersedu-sedu sambil duduk di sisi ranjang.Kenan tahu kini Diva tengah menyimpan luka yang cukup dalam, tapi entah luka yang seperti apa, tidak diketahui sama sekali.Kenan pun tidak memiliki keberanian untuk bertanya lebih jauh, dirinya memutuskan untuk pergi.Memberikan waktu kepada Diva menyendiri, mungkin setelah itu bisa menjadi lebih baik.Namun tiba-tiba Diva bersuara, hingga membuat langkah kaki Kenan pun terhenti seketika itu juga."Kenan.""Maaf, aku masuk ke kamar ini. Aku bukan berniat tidak sopan atau pun bagaimana," jelas Kenan.Diva pun mengusap air matanya, kemudian berusaha untuk tidak lagi menangis."Kenan, maaf ya. Sepertinya aku terlalu cengeng, akhir-akhir ini aku merasa sendiri, kedua orang tua ku pun sedang menghukum ku. Aku rindu mereka," air mata Diva
Suara benda jatuh membuat Diva merasa takut, seketika itu mendudukkan tubuhnya. Kedua tangannya meremas selimut dan matanya melihat seluruh sudut kamar.Rasa takut begitu membayanginya, sehingga begitu sensitif terhadap apa saja.Diva pun memilih keluar dari kamar, mencari keberadaan Kenan yang mungkin bisa membuatnya lebih baik."Kamu mau ke mana?"Diva pun tersentak, melihat Kenan ternyata duduk di sofa tepat berada di depan kamar yang ditempati olehnya."Kamu di sini?""Aku nanya, kamu kenapa bertanya kembali," kata Kenan sambil melihat Diva dari bawah sampai ke atas.Sebab Diva terlihat seperti ketakutan."Aku takut, barusan aku dengar suara kencang banget," Diva pun mencoba melihat ke dalam kamar dari pintu yang masih terbuka lebar.Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan memasuki kamar Diva.Lampu menyala dengan terangnya, "Apa kamu selalu tidur dengan lampu terang atau bagaimana?""Aku takut, jadi aku tidur dengan lampu yang menyala."Sesaat kemudian Kenan pun meliha
"Diva, aku bisa bertanya satu hal? Aku tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan mu, tapi aku hanya ingin tahu saja."Diva melihat keseriusan dari wajah Kenan, entah apa yang akan ditanyakan oleh seorang Kenan saat ini padanya."Kamu mau tanya apa?" Kenan sejenak terdiam, menimbang pertanyaannya.Membuat Diva yang malah penasaran dengan pertanyaan Kenan."Kamu mau tanya apa sih? Kenapa aku jadi mendadak penasaran," kata Diva.Kenan pun tersenyum, di saat dirinya baru untuk mengutarakan pertanyaan nya malah Diva yang penasaran."Kamu mau nanya apa sih? Kok, serius banget kayaknya?" Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan beberapa langkah mendekati bunga yang begitu indah.Diva juga mengikuti langkah kaki Kenan, hingga Kenan pun berbalik dan malah bertabrakan dengan Diva.Bruk!Diva pun terjatuh seketika itu."Maaf," Kenan mengulurkan tangannya, "aku tidak tahu kamu ada dibelakang ku.""Hehe," Diva menyadari kesalahannya, memang dirinya yang aneh, "Kenan, kamu mau tany