"Khawatir amat diabaikan, hahaha." Ciara tertawa lepas."Diabaikan itu gak enak, enaknya juga gendong kamu!" Tanpa persiapan Haidar langsung mengangkat tubuh istrinya."Awwww!" pekik Ciara."Apasih aw aw, kayak disakitin aja," sahut Haidar."Nggendongnya gak bilang-bilang. Gak tahu arti kaget, hah?""Tahu, kaget itu definisi dari aku mencintaimu."Mau marah pun tidak jadi. Lontaran manis Haidar kembali meluruhkan amarah istrinya. Ciara hanya ikutan iseng saja. Pura-pura mau mengabaikan Haidar, tetapi dapatnya malah keromantisan."Isbay pengen ikut beli bukunya, tapi---" kata Ciara."Ya ikut aja dong, Sayang. Kenapa masih ada tapinya?""Karena---" Ciara mendadak gugup, ia takut akan suatu hal.Setelah subuh itu, Haidar jadi heran dengan istrinya. Tiba-tiba terlihat ketakutan. Perasaan, tadi tidak terjadi apa-apa. Justru tersenyum lebar ketika akan sholat s
"Ada apa, Pa?" tanya Sita. Semua sontak membulatkan mata. Jarang-jarang Bunder sepanik itu. Sampai telur yang digoreng oleh Sita dibiarkan begitu saja. Bunder menyebalkan, ia malah diam dan berlagak panik. Namun, Haidar sepertinya sudah mengerti, ini trik yang sama seperti istrinya tadi. "Apa, Pa?" tanya Haidar. "Iiih, Papa cuma prank kah? Kenapa malah diam!" bentak Sita. "I-itu, tempat yang mau dipakai jamaah jadinya di rumah kita, hari ini mendadak gak bisa. Terus dipindah katanya, tadi Papa suruh nyampain ini ke Mama," kata Bunder. "Astagfirullahal'adzim! Gitu doang kok ngajak senam jantung!" "Bukannya Mama suka senam jantung dalam kegelapan sama Papa?" "Ehmm! Ada anak kecil. Kita ke kamar aja, Sayang. Yuk, Om suapin!" Haidar merangkul Ciara dengan senyum merekah. "Gayamu Hai-Hai, nggak lihat perut istrimu sudah mengembang itu," timpal Bunder. "Hahaha, aduh-aduh!" Sita tersenyum dengan cengengesan mereka. "Entar aja makannya, Cia bantu beresin ruang tamu dulu," kata Ciara.
"Maksudnya?" tanya Haidar. "Gini-gini, Isbay perinci dari awal. Ulang ya pertanyaannya," kata Ciara. "Monggo, Cantikku," jawab Haidar. "Chat atau ngobrol langsung dengan bukan mahram, niku ada batasnya kan?" tanya Ciara. "Ada dong, yang bisa batasi itu nggih diri sendiri," jawab Haidar. "Seberapa batasnya, biar tidak berpotensi dosa? Jangan bilang jawabannya yang tahu diri sendiri, ngoten?" Ciara mengerutkan jidatnya. "Itu pasti, hahaha." Haidar tidak menyadari apapun di ponselnya, justru ia tertawa dengan pertanyaan istrinya. "Sekarang masuk contoh, ketika ada 2 menusia laki-laki dan perempuan, sering ngobrol dan kumpul berdua, bukan karena pacaran, bukan karena mereka saling mencintai juga, tapi curhat masalah masing-masing isi hatinya atau permasalahannya. Itu masuk berlebihan, mboten? Biasanya mereka itu melangsungkan hal tersebut dengan alasan, 'kan nggak ada perasaan cinta, cuma sahabat'." "Kembalinya ke pelaku ... kalau menurut syariat itu sudah termasuk berlebih
"Iya, motor kesukaan kamu." Ciara kegirangan, sudah lama motornya disembunyikan karena tekad Ciara pakai motor sendiri. Sepanjang jalan istrinya terus tersenyum. Haidar bahagia, menengok senyum manis tersebut tidak hiiang-hilang. "Suka?" tanya Haidar. "Ehmm, suka sekali!" sahut Ciara. "Masyaallah, cantiknya Isbayku." Haidar melirik dari spion motor istrinya. Ciara mengeratkan pegangannya ke Haidar dan menyandarkan dagunya ke pundak sang suami. "Kan dirawat sama Paksunya." "Nggak dirawat pun, kamu itu tetep cantik," jawab Haidar. "Masaa? Bangun tidur gitu Isbay cantik gak, sih?" Tak ada suami yang tulus mencintai istrinya yang mengatakan bahwa istrinya tidak cantik. Sekalipun, masalah fisik orang tersebut buruk. Karena seorang suami tidak menilai kecantikan hanya pada sisi, semua terangsang dengan cantik. Kalau bicara tentang fisiknya Ciara, sudah asli memang cantik, secara dia seorang Brand Ambassador produk kecantikan di perusahaan papanya dan sebagai model iklan di pe
"Hehe, gak dong. Kamu nggak salah, Sayang. Sudah cukup apa belum tanyanya? Kalau sudah, kamu segera mandi supaya nanti tidak terburu-buru," saran Haidar. "Maunya dimandiin Om, katanya gemes liat perut Isbay mengembang," sahut Ciara. "S-Sayang, jangan keras-keras! Entar Mama iri, hahaha," bisik Haidar. "Hahaha, ya gak apa-apa, kan ada Papa," kata Ciara. "Hayoh, ngomongin apa kalian! Hah?" "Hehe, ngapunten Mam. Nggak apa-apa kok, Ciara pamit mandi dulu ya sama---" "Iya, mandi sama Haidar, wkwk." Sita terkekeh meninggalkan depan kamar mereka. "Kabar temen kamu yang marah-marah perkara tahlil waktu itu gimana?" "Hahaha, udah baik sekarang, justru jadi penggerak tahlilan sekarang, dan nanti kayaknya hadir waktu kajian. Kita udah damai kok, ternyata tinggalnya nggak jauh dari sini, komplek sini." "Alhamdulillah, emang dari awal dia NU apa gimana?" "Iya NU asli, tapi dia kan sempet amnesia, baru akhir-akhir ini sembuh. Isbay tanya satu judul lagi deh, baru mandi, pareng?
"Aish pura-pura tidak tahu!" "Beneran gak paham, jelasin dong!" pinta Haidar. "Yaaa, Al menunjukkan bahwa kalimat itu ma'rifat, sama deh kayak Om, ketara sekali sikapnya hari ini kalau tulusnya ma'rifat cuma untuk aku." "Bukannya tiap hari Om tulus sama kamu? Emang hari biasanya tidak terlihat?" "Terlihat Sayangku, tapi hari ini lebih terlihat. Suwun nggih," kata Ciara. *** "Tidur, Sayang!" pinta Haidar. "Nggak mau," jawab Ciara. "Kamu lapar?" tanya Haidar. "Biasa aja," jawab Ciara. "Kenapa cuek sama om? Hadap sini dong!" Haidar mempererat pelukannya. "Gak mau!" "Om salah apa, Sayang? Pulangnya kamaleman ya," kata Haidar. "Nggak!" "Lalu?" "Tadi waktu pulang Om gak peluk Isbay, tapi pelukan sama para krucil yang dititipin di sini! Aarrghh!" Setelah para anak kecil yang dititipkan ke rumah Ciara pulang, Ciara langsung ke kamar tanpa berkata apa-apa ke suaminya. Sebenarnya, bukan ini yang membuatnya marah. Ada hal lain yang lebih utama, tetapi yang itu juga
Ciara: "Iya-iya. Mau yang foto apa?" Haidar: "Foto perut bola kamu." Ciara: "Aku lagi di mobil, Sayang. Perutnya doang? Wajahnya nggak gitu, hhhh!" Haidar: "Ya ampun, cemburu ya sama baby. Om pengen perutnya aja." Ciara: "Ngeselin! Gak mau ah!" (Emoji ngambek) Haidar: "Cintaku, kan tadi sudah dibilang, sama senyum kamu, memangnya yang bisa senyum itu perut, hmm?" Ciara: "Mana ada. Nih fotonya? Cantik, gak?" Haidar: "Ini chatnya. Kepikiran apa Sayang kok nggak teliti? (Replay chat). Masyaallah istrinya siapa ini, gemes! (Komen foto) Jaga cantiknya ya Sholihahku (Emoji love banyak) Ciara: "Mikirin njenenganlah, mikirin siapa lagi. Hehe, Insyaallah Om Sayang. Gantengnya Om jangan diserahin ke karyawan juga ya, apalagi sekretaris!" Haidar: "Insyaallah, aman Isbayku." Ciara: "Oc, bisa nggak ya sebelum ngelahirin benih kamu, Isbay wisuda?" Haidar: "Kamu optimis ya, pasti bisa, tapi gak boleh berlebihan maksa, kalau capek istirahat aja. Wisuda bareng anak kita pasti juga
"Ishhh, kalau mau iseng gak usah model beginian! Aku suruh ngembalikannya pasti gak bisa!" rajuk Ciara. "Cuma misal kok, sekarang udah nyaman dengan rambut ini. Dulu sih, risih banget, benci banget, tapi diam dan berusaha mencari cara untuk nyaman supaya gak nyakitin perasaan kamu," kata Haidar. Sekalipun kebiasaan yang tidak disukai, jika untuk istrinya, Haidar akan tetap mengusahakan dengan garis bawah tidak membahayakan. Pengakuannya membuat Ciara semakin bangga, ia pun menarik suaminya untuk gantian disandari. *** "Huaaaa, Om sekarang gak usah deh kasih quotes sesuai jadwal, gak usah bangun tidur langsung kecup, gak usah bacain sholawat dan Al-Quran sambil memeluk perut Isbay, jangan lagi punya waktu khusus untuk full memanjakan Isbay di malam minggu, support kuliah, kalau Isbay marah gak usah dipeluk, udah-udah kita jangan romantis!" Ciara menangis dalam pelukan suaminya. "Kamu kesurupan apa gimana sih? Jangan romantis, tapi kamu peluk erat begini, apa maksudnya Sayang?"
Haidar segera bangun lagi dan berharap tangis yang didengar bukanlah tangis untuk kematian sang istri dan anak. Bendera kuning yang tertancap, Haidar harap itu hanya salah penempatan. Mencoba berlari meskipun kakinya seperti tetap berhenti di tempat."Assalamu'aalikum. Mama, ini ada apa!" Haidar mengepalkan tangan, melihat semua keluarga berkumpul dengan tangis."Abiiiiiiiiii! Huaaaaaaaa!" Ketiga anak kembarnya langsung memeluk Haidar."Nak, i-ibu sama adik masih di rumah sakit sudah membaik kan? Iya kan?" tanya Haidar.Masih belum ada jawaban. Kembar tiga justru semakin menangis saat dagu mereka diraba oleh Haidar. Jika tidak ada jawaban, jawaban dari diam itu sudah bisa diartikan. Emosi Haidar membludak, ia justru bertanya dengan berteriak!"Orang sebanyak ini kenapa tidak ada yang menjawab!" Air matanya tidak mampu ditahan, ini terlalu sakit.KLING.[ "Selama
Keadaan Ciara dan Kiara kritis. Tentunya tidak berada di ruang biasa. Sita segera menghubungi Haidar akan kabar tersebut. Firasat Haidar nyata, Ciara bukannya melanggar perintah Haidar,melainkan terpaksa ke luar karena mengejar putrinya. Sita: "Hai, pulang sekarang." Haidar: "Ada apa, Mam?" Sita: "(Mengirim foto rumah sakit)" Sita tak mampu mengatakan secara langsung. Raganya terasa lemah sembari memangku ketiga cucu kembarnya yang kini tengah menangis. Ia juga berpikir, pasti di sana Haidar sedang hancur dengan kabar yang akan diberitahukan. Haidar: "Mam, siapa yang sakit? Perasaan Haidar dari kemarin gak enak. Siapa Mam?" Sita: "Yang penting kamu pulang, Nak." Haidar: "Siap pulang, Haidar segera urus, tapi siapa yang sakit? Anak-anak sama Ciara baik-baik saja?" Sita: "Ciara sama Adik Kia." Haidar: "Ya Allah, sakit barengan?" Sita: "Kecelakaan di depan rumah." Haidar: "Innalillaah, kenapa mereka ke luar? Mama kenapa juga membiarkan? Sudah Haidar bilang loh, jangan ke luar!
"Hmmm, nggaklah menurut Ocyang, dia ya dia, Toya ya Toya. Saudara jauh juga, gak terlalu kelihatan deket mereka," kata Haidar. "Kita nggak tahu secara onlinennya!" sahut Ciara. "Sayang ...." Haidar hanya menatap istrinya dengan lama kemudian memberinya pelukan. Sempat berdebat juga antara ada ulah campur tangan Toya. Pikiran Ciara memang suka begitu, tetapi cepat juga kembali ke mode awal. Bodoamat pun menjadi jurus, mereka diamkan sosmednya dulu, baru besok pagi dilihat. *** Haidar: "Sayangku." Ciara: "Iya Sayang." Haidar: "Perasaan Ocyang gak enak. Jangan keluar rumah." Ciara: "Terus? Anak-anak sekolahnya gimana?" Haidar: "Izin aja." Ciara: "Ada apa sebenarnya? Ocyang dapet kabar?" Haidar: "Iya, Sayang." Ciara: "Izin alasannya apa coba?" Haidar: "Biar Ocyang yang izinin. Kamu gak usah mikir itu." Ciara: "Emang ada apa? Ngomong yang jelas dong!" Haidar: "Ada yang berulah karena salah paham." Ciara: "Hah?" Haidar: "Hati-hati lagi dengan Toya dan Galaxy. Galaxy tidak ik
Haidar: "Ibu Cia ...." Ciara: "Tau ah. Nggak chat nggak langsung, bikin kesel terus." Haiadar: "Tau gitu kenapa dirindukan?" Ciara: "Ini nih bodohnya cinta." Haidar: "Kangen, asli pengen ucel-ucel kamu!" Ciara: "Parah sekali OM-OM ini! Apaucel-ucel?" Haidar: "Aisshh pura-pura gak paham." Ciara: "Ucel-ucel itu kan bahasa meremas-remas untuk baju." Haidar: "Kamu dikasih kata yang terfilter dikit gak paham, giliran meremas-remas pasti langsung paham." Ciara: "Hahaha, ciri-ciri istrimu ini cerdas." Haidar: "Kok malah cerdas?" Ciara: "Iya dong, denger kata meremas-remas pasti Ocyang di sana langsung----" Haidar: "Wanitaku, hahaha ... cerdasnya gak ketulungan. Video Call yok!" Ciara: "Haaahh? Pasti mau liat itunya aku." Haidar: "Pikiran kamu .... huuuhhhhh, ya liat wajah kamulah, di sini Ocyang lagi kumpul dengan Segara dan yang lain." Ciara: "Eh, wkwkwk." Tidak lupa Ciara bercerita tentang kejadian-kejadian bersama kembar tiga dan juga Kiara hari ini. Seperti bikin konten a
Ketenangan jiwa dan raga itu sebenarnya terdapat di mana, bisa diperoleh dari mana dan kapan saja hal tersebut bisa singgah dengan sungguh? Jawabannya, setiap detik itu adalah kesempatan untuk meraih pernyataan tersebut. Ciara belum jadi menghidupkan mobilnya dan melihat ke belakang tentang berita penumpahan ice cream. Jika dia sekarang tidak tenang, mendengar pernyataan dari Mas Uja tadi akan langsung marah seperti waktu di rumah kala itu. "Tumpah?" "Iya, kena celana Mas Uja! Adik kok nggak flend, sih!" celetuk Mas Uja. "Maaf, Adik no cengaja, Ibu." Kiara memeluk Mas Uja, tetapi justru Mas Uja menghindari. "Huaaaaaa!" Kiara menangis karena dicuekin Mas Uja. "Mas Uja, nggak boleh gitu dong sama Adik. Adik kan nggak sengaja. Peluk Adiknya dan Adik juga hati-hati kalau makan nggak boleh sambil loncat-loncat. Mas Uja ganti celana dulu itu di belakang Mas, Ibu mau beliin ice cream lagi." Ciara mencium dulu ke keempat anaknya. Mumpung masih di tempat ice cream, Ciara membelikan kembal
Manja itu suatu sifat yang misterinya melekatkan antara yang satu dengan yang lain. Orang kalau terlalu mandiri juga tidak baik karena dengan terlalu mandiri, dia tidak punya akses antara keduanya yang lebih menonjol dan terkesan seperti orang lain itu tidak terangkat. Namun, kalau terlalu manja bisa juga menimbulkan sebuah pertengkaran hebat karena adanya hal tidak sesuai antara diri yang satu dengan yang lain. Musalkan, yang ini ingin melangkah ke A, tetapi dipaksa untuk lebih dahulu ke B demi menuruti keinginannya si A."Isbay nggak pernah bosan," jawab Ciara."Nah, itu sudah terjawab. Gak ada rasa bosan untuk kamu, Cantik.Pernikahan bukan jalan bubar, termasuk kesehatan kamu.” Haidar mengecup kening istrinya sejenak."Uwaahh, bangga rasanya punya njenenengan. Makasih udah perhatian dengan banyak hal. Apapun seperti istimewa karena bersamamu," ungkap Ciara."Iya, karena membahagiakanmu, membuatmu ny
"Kamu pura-pura nggak tahu, kan?” tanya Haidar.“Pura-pura? Enggak! Emang apa yang benar?”Haidar tak kuat untuk menahan tawa lagi ketika istrinya tidak paham dengan apa yang ia maksud. Padahal, itu adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri mereka ketika berada di dalam kamar dan sudah menjadi kebiasaan tradisi terindah sepanjang jalan. Ya seperti tidak mungkin saja kalau Ciara tidak paham dengan apa yang Haidar ucapkan, padahal arahnya sudah jelas ke sana.Namun, memang malam itu Ciara tidak paham apa-apa. Pahamnya tentang sekedar energi yang terkuras karena mereka marah-marah. Waktu awal pembicaraan juga sudah membicarakan tentang energinya yang keluar penuh karena menghadapi emosi-emosi menghadapi mereka berdua. Haidar masih terdiam dan terus memandang ke arah wajah Ciara sampai salting akut dan ujung-ujungnya kembali ke area ngambek lagi.“Aku bukan boneka, Oc!”Sekalinya Haidar sudah mengataka
"Kapok tuh aquarium kesayangan njenengan pecah! Isbay gak ngerasa bersalah, terserah mau dibenci karena di situ gak ada ikannya! Beresin sendiri Isbay gak mau ngeberesin!" Ciara meninggalkan Haidar dan kamar yang berantakan."Kalau kamu memang minta Ocyang marah, baik. Ocyang tidak keberatan untuk menuruti."Jujur, Haidar sangat kecewa. Setiap orang itu punya barang berharga. Aquariumnya kecil, tetapi itu sangat dirawat oleh Haidar. Sampai segitunya Ciara marah, mana malah melawan. Sebenarnya, kecewa besarnya Haidar bukan perkara aquarium pecah, Haidar kecewa besar dengan langkah Ciara yang terkesan tidak menghargai keberadaan Haidar sebagai suami.KLING KLING."Hallo, gimana? Oh, ada kerja sama ke luar kota, sipp. Besok kita berangkat," ucap Haidar dalam telepon."Ternyata cari gara-gara. Pengen trending kasus perselingkuhan, begitu hah?" bentak Ciara.Sukses membuat Ciara semakin geram.
Yang harus dipikirkan lagi setelah perkara Gus Fahim beres, tidak ada. Tinggal menunggu pulih dan mempersiapkan pernikahan Tiara dengan Gus Fahim. Kabarnya, Kang Musa juga akan segera melamar Bening. Haidar terdiam dan menatap Ciara yang sedang berkomunikasi dengan putra dan putrinya. Dua tahun kemudian Putra kembar tiganya sudah berusia 4 tahun, sedangkan putri kecilnya itu sekarang sudah berusia 2 tahun. Kalau berbicara dengan waktu dan memikirkan dengan yang terjadi, hari tentu terkesan begitu cepat. Akan tetapi, berjalannya sudah begitu jauh, tak menyangka ternyata rumah tangga mereka sudah berjalan selama 5 tahun lebih. Hubungan antara keluarga Haidar dengan Toya Galaxy pun juga membaik. Mereka sering bersama dan berbagi tips ketika mengantarkan Uda, Uha, dan Uja belajar di tempat yang sama dengan Barbie. Sekarang Uja yang sangat manja itu sudah semakin pintar saja, tetapi tetap memiliki sifat khasnya, yaitu manja. Meskipun sering cemburu juga, dia sangat perhatian dengan adik