Sesampainya di sebuah mall besar, Freya dan Damian berjalan memasuki pusat perbelanjaan yang sangat ramai di kunjungi oleh orang-orang. Untuk yang pertama kalinya Damian merasa terharu karena Freya sudah mulai berubah. "Mas Damian, kenapa berhenti?" tanya Freya terheran saat melihat sang suami, yang tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Damian menatap Freya dengan netra yang berkaca-kaca, apa lagi setelah mendengar Freya memanggilnya sebagai seorang suami yang lebih sopan tidak seperti biasanya. "Freya! jawab aku dengan jujur, apakah kamu sudah menerima aku sebagai suamimu. Sampai kamu tidak malu berjalan dengan pria apa adanya seperti aku," Damian menghujam sang istri dengan beberapa pertanyaan, karena ia begitu sangat penasaran. Freya menghela nafas panjang, lalu perlahan mulai menjawab pertanyaan yang di lontarkan kepadanya. "Kenapa masih bertanya seperti itu, bukanlah aku sudah bilang aku akan berusaha untuk menerima kamu, perutku sudah lapar, ayo kita makan," Freya mengalih
"Uang! Memangnya apa yang kamu inginkan dariku?" Melisa berbalik tanya, karena ia begitu penasaran dengan syarat yang di ajukan Khatrine kepadanya. Khatrine memancarkan senyum miring, lalu ia mulai mengatakan apa yang dia mau kepada Melisa, terutama tentang hasil desain Freya terbaru di perusahaan Dave. "Aku akan memberikan kamu uang banyak, tapi dengan satu syarat, kau ambil dan berikan desain Freya kepadaku lalu akan memberikan langsung uang itu, bagaimana kamu mau kan? lagi pula ini saling menguntungkan kita, jika kamu sudah setuju, maka hubungi aku dan ini kartu namaku," Khatrine memberikan kartunya lalu pergi begitu saja. Melisa yang masih mematung pun hanya terdiam, dan mulai memikirkan ucapan Khatrine. Karena ia juga begitu membenci Freya dan tidak suka jika bos yang sudah lama ia sukai malah bersikap baik pada saudara tirinya itu. "Apakah aku harus menerima tawaran wanita tadi? selain aku dapat uang, mungkin Freya akan sangat di benci oleh tuan Dave jika desainnya sampai b
"Bagaimana makanannya enak tidak?" tanya Freya seraya asik memakan steak sapi yang di campur oleh saus teriyaki. "Lumayan juga, rasanya tidak buruk," Jawab Damian menatap sang istri, yang tengah begitu lahap memakan makanan kesukaan bahkan sampai bibir Freya sambil belepotan saus. Tingkah laku lucu Freya membuat Damian baru tahu, jika istrinya mempunyai sisi lucu dan sangat menggemaskan. Hingga membuatnya dengan spontannya lelaki tampan itu pun mulai meraih dan mengelap sudut bibir wanita yang telah menjadi istrinya itu. "Astaga, Freya. Pelan lah makannya karena tidak akan ada orang yang menghabiskan semua makanan ini," Peringat Damian tersenyum kecil dan menggelengkan kepala. Seketika hati Freya menciut malu, ketika tangan Damian mendarat tepat di sudut bibirnya. Suasana di antara mereka terasa hening dan canggung. Dengan cepatnya Freya menjauhkan diri. "Khm, apa ada noda di bibirku? kenapa kamu tidak bilang saja. Tidak usah repot," Freya sangat malu, ia dengan cepatnya meraih t
Beberapa hari kemudian, Melisa sudah memikirkan dengan sangat matang tentang tawaran Khatrine untuk bekerja sama menghancurkan Freya. Kedua wanita itu pun duduk bersama dan saling berhadapan di sebuah kafe, yang telah di tentukan kemarin. "Bagus kalau kamu mau dan sudah memikirkan tawaranku, aku sangat senang. Akhirnya kamu mau menerima tawaranku. Oh iya ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu. Sebenarnya apa kamu dan Freya itu hanya sebatas rekan kerja atau ada hubungan lain?" Khatrine bertanya karena ia begitu penasaran. Mendengar pertanyaan Khatrine, Melisa sebenarnya sedikit males. Tapi demi mendapatkan sebuah keuntungan ia pun mulai terbuka. "Sebenarnya dia adalah saudara tiriku, aku sangat benci dan muak kepadanya, karena dia selalu saja mencoba untuk mencari perhatian bos, padahal bos tipikal pria cuek dadu dulu, tapi pada Freya sikapnya itu sangat beda," jawab Melisa dengan nada tidak suka. Khatrine terkejut, saat mengetahui jika ternyata Melisa adalah saudara tiri sai
Keesokan harinya, Melisa sudah berangkat ke kantor lebih awal. Karena ia ingin melakukan rencana yang sudah ia sepakati dengan Khatrine. Mengambil hasil desain Freya yang akan di lombakan di sebuah Catwalk. "Bagus, sepertinya belum ada banyak karyawan yang datang. Aku harus bisa menemukan gambar desain Freya," Melisa berjalan mengendap-endap ke ruangan kerja Freya. Setelah memastikan tidak ada orang yang melihatnya. KlekSetelah memasuki ruangan, Melisa segera menutup pintu kembali. Dan mengambil kesempatan untuk mencari yang dia inginkan. "Aku harus mendapatkannya, tidak boleh gagal," Melisa melihat jarum jam yang menunjukan angka 06. 13 menit. Semua draf dan beberapa barang yang ada di meja Freya, mulai Melisa geladahi satu persatu hingga wanita itu menemukan tiga jenis gambar dress di dalam laci. "Ck, banyak sekali. Mana yang harus aku ambil ya? jika aku mengambilnya semua pasti akan repot dan jadi masalah. Astaga kenapa aku tidak kepikiran ya. Aku fotoin saja di ponsel jadi ak
Ketika Dave tiba, semua para karyawan menatap dan menunduk penuh dengan hormat. "Selamat pagi tuan Dave," sapa Melisa dan karyawan lainnya. Dave begitu muak dengan sikap manipulatifnya Melisa, ingin rasa lelaki tampan itu memecatnya akan tetap sebagai pemimpin yang adil dan bijak dia tidak bisa melakukan itu tanpa alasan yang jelas. Dave hanya berjalan dengan datar, ketika Melisa mencoba untuk meraih perhatiannya. Melihat hal itu membuat Melisa kesal dan kecewa. "Ck, sial. kenapa tuan Dave tidak pernah melirikku walaupun hanya sebentar saja," lirih Melisa dalam hati, yang masih menatap punggung bos idamannya. Entah dengan cara apa lagi, Melisa ingin menjerat Dave untuk bisa menjadi miliknya seorang diri. "Bos jutek sekali hari ini, biasanya dia selalu tersenyum. Tapi sudahlah mungkin suasana hatinya sedang tidak baik," bisik para karyawan yang masih berada di dekat Melisa. Namun baru saja semua karyawan bubar, dan menuju ke ruangan kerjanya. Tiba-tiba saja Freya yang baru saja ke
Freya memutuskan untuk pergi ke ruangan bosnya, karena dia ingin memastikan tentang maksud kirim buket mawar merah yang di berikan padanya. Sesampainya di depan pintu, wanita cantik itu menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Dan segera mengetuk pintu. Tok...tok...Dave yang baru keluar dari toilet pribadi di ruang kebesarannya terkejut, ketika mendengar seseorang datang. "Siapa?" tanya Dave untuk memastikan. "Ini saya tuan, Freya," jawab Freya yang masih berdiri di balik pintu. Kedua bola mata Dave membulat saat mengetahui jika istrinya yang datang. Melihat dirinya yang belum mengenakan jambang palsunya kembali. Kini Dave berusaha untuk menyuruh Freya agar tidak cepat masuk. "Sebentar, aku sedang sibuk tunggu sepuluh menitan dulu," sahut Dave yang tergesa mencari beberapa alat penyamaran di depan sang istri. "Baiklah tuan," Freya dengan patuhnya menunggu di depan pintu, seraya memegangi buket mawar merah yang di pegang oleh kedua tangannya. Dave yang masih di dalam
Tepat jam lima sore, Melisa dan Khatrine mengadakan pertemuan lagi di kafe tempat biasa mereka bertemu. Kali ini Khatrine terlihat sangat antusias karena sudah tidak sabar ingin segera melihat apa yang dia inginkan. "Bagaimana, cepat berikan padaku desain Freya yang kamu bilang berhasil di ambil," Pinta Khatrine. "Astaga nona Khatrine bersabarlah, kita duduk dulu aku ini sangat cape setelah pulang kerja. Jadi rileks dulu sebentar." Balas Melisa. Khatrine mengerucutkan bibir, rasanya ia sudah penasaran desain apa lagi yang di buat oleh Freya, tanpa ia ketahui setelah Freya di pecat dari perusahan Hellian. Demi sebuah desain Khatrine berusaha untuk sabar dan terpaksa menuruti perkataan Melisa. Mereka duduk saling berhadapan. Lalu bersiap untuk bertukar transaksi sesuai dari awal. Setelah mereka duduk, dan Melisa yang perlahan sudah melepas penatnya sejenak seraya meminum jus yang sudah tersedia di meja. "Cepat perlihatkan padaku, mana desain Freya yang sudah kamu janjikan untukku.
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan