"Katakan padaku Khatrine, apa yang di katakan orang-orang benar? jawab aku dengan jujur," Hardik Ervan sembari melotot dan memegang bahu Khatrine dengan kedua tangannya. Tubuh Khatrine terlihat sangat gemetar, dan bahkan mulutnya seolah terkunci dan sulit untuk menjawab pertanyaan dari Ervan. "Aa-aku tidak ini tidak yang seperti mereka katakan, ini adalah hasil kemampuan aku!" sanggah Khatrine yang terus berdalih, karena tidak mau jika orang lain tahu semua tentang dirinya.Tentu saja Freya memperlihatkan desainnya asli dirinya, demi meyakinkan apa yang di katakan olehnya itu benar, dan bukan hanya omong kosong belaka saja. "Khatrine! cukup, mau sampai kapan kamu mengelak trus?" Freya begitu kesal, begitu juga Leo yang baru datang. Asisten kepercayaannya Dave itu pun membantu wanita yang sangat di sayangi oleh bosnya dengan menampilkan sebuah bukti rekaman video di saat Melisa mengakui perbuatannya yang telah mencuri desain yang telah di buat oleh adik tirinya sendiri. Semua orang
Sepulangnya di acara perusahaan Ervan, Freya yang sudah merasa tenang dan lega. Membuat Margaretha yang sudah menunggunya dari tadi terlihat sangat geram dan marah karena bagaimana pun juga Melisa ikut terlibat dengan Khatrine yang membuatnya tak terima. "Freya! akhirnya kamu pulang juga. Ibu sangat kecewa karena masalahmu Melisa harus di libatkan dengan kalian. Sekarang karena ulahmu Melisa harus terlibat dan terbawa-bawa sekarang ibu ingin kamu nanti dia agar tidak ikut di periksa oleh para polisi itu," Pinta Margaretha dengan penuh penekakan..Freya menghela nafas berat, lalu ia menatap ibu tirinya dengan tatapan yang penuh keheranan. "Maksud ibu apa? aku tidak pernah melibatkan ka Melisa dia sendiri yang nekad untuk melibatkan diri dengan Khatrine, hanya karena ingin mendapatkan sebuah keuntungan," sanggah Freya tak terima saat ibu tirinya tiba-tiba saja menghampiri dan menegurnya dengan nada suara tinggi. Bukanya merasa bersalah, Margaretha malah terus memojokan Freya saat men
"Lepaskan aku! aku tidak ingin berada di sini," Khatrine berteriak Histeris saat kedua petugas polisi itu menyeret paksa dirinya ke dalam sel. Sungguh bagi Khatrine hari ini seperti mimpi buruk, yang ingin secepatnya terbangun dan terlepas. Namun nihil berkali-kali ia mencoba untuk mencubit tangannya terasa nyata sakitnya. Dan apa yang dia benci saat ini memang nyata adanya. "Akkkhh! Sialan brengsek!" Baru saja Khatrine ingin mengumpat semua orang-orang yang telah membawanya ke dalam sel tahanan, tak sengaja ia juga melihat Melisa yang terduduk lemas di bawah lantai. "Melisa!" Khatrine terkejut dan bercampur aduk antara marah dan kesal. Membuat dirinya menghampiri partner kerja samanya itu. Melisa yang sedang terduduk dengan tatapan mata kosong, membuat Khatrine semakin geram karena gara-gara kecerobohan Melisa dia bisa berada di dalam jeruji besi. "Melisa! katakan padaku, kenapa semua ini bisa di ketahui oleh orang lain? apa kau telah menceritakan hal ini pada orang lain?" tanya
"Khatrine sialan! bisa-bisanya dia menipu dan mempermalukan aku di depan orang banyak, tahu begini aku tidak akan mempercayainya," umpat Ervan dengan emosi yang meluap-luap. Ervan tidak pernah menyangka jika Khatrine telah membohonginya, dah membawanya ke dalam sebuah masalah besar di perusahaannya. Tentu saja itu tidak terlepas dari persaingannya dengan Dave. Karena desain yang mereka pake adalah karya desain Freya yang sudah menjadi milik hak Dave. Satu pesan masuk ke dalam ponsel Ervan dari Dave, Dave mengingatkan ganti rugi yang bagus di tangung oleh Ervan untuk Freya dengan jumlah nominal yang cukup fantastis. "Aakkkkhhh sial, bukannya dapat untung sekarang perusahaanku malah sedang berada dalam masalah," geram Ervan sembari melempar ponselnya. Brak!Untung saja ponsel Ervan jatuh di atas sofa, dan masih utuh dengan emosi yang menggebu-gebu Ervan kembali melemparkan kembali barang-barangnya di dalam rumah kebesarannya. Sampai asistennya pun terkejut. "Tuan, sekarang apa yang
Margaretha yang tak tega mendengar putri kesayanganya di tahan di sebuah lapas khusus wanita, karena kasus pencurian yang menjerat Melisa. Wanita paruh baya itu pun berusaha untuk menemuinya dengan sigap. Dan kebetulan hari itu dia beruntung dan di perbolehkan untuk menjenguk putrinya, tentu saja para petugas tahanan di sana memberi mereka kesempatan untuk bertemu namun hanya dengan waktu yang sudah di batasi. "Waktu kalian hanya tiga puluh menit, tidak lebih," peringat pak polisi dengan mode wajah muram. "Baik pak, terima kasih." sahut Margaretha yang segera memanfaatkan waktu untuk bertemu dengan Melisa. Melisa terlihat begitu senang, saat ibu yang sudah ia tunggu-tunggu untuk segera membebaskannya dari rumah tahanan itu yang membuatnya tak tahan lagi. Setelah Melisa di bawa ke ruangan khusus pengunjung. Membuat ibu dan anak itu pun terlihat begitu antusias dan senang setelah mereka bertemu. "Ibu!" "Melisa!"Keduanya berpelukan, Melisa yang sangat sedih dan marah. Mulai meluap
Siang berganti malam, setelah Freya merayakan ulang tahun Ansel, yang hanya mereka berdua saja. Membuat wanita berparas cantik itu pun terlihat berdiri termenung di teras balkon kamarnya. Seraya menatap langit gelap yang tidak biasanya terlihat tidak ada bintang.Seolah mewakili Isi hatinya saat ini, hampa dan kelabu. Hari-hari yang dulu di penuhi canda dan tawa serta kehidupan sederhana bersama sosok pria yang bernama Damian dulu sekilas membuat Freya Dejavu masa-masa bersama yang manis dan indah, yang jujur saja tak bisa pungkiri jika dirinya begitu rindu. "Nona! minumlah jus strawberry kesukaan anda," tawar Damian di kala itu. Yang begitu lembut dan perhatian saat masa-masa terpuruk dalam hidupnya yang selalu meyakinkan dirinya untuk bangkit kembali. Namun kebahagian dan perhatian itu seolah sirna, saat mengingat jika suaminya yang sederhana itu ternyata adalah seorang pria yang hanya terobsesi karyanya saja. Seketika membuat hati Freya luluh lantak bahkan menghancurkan pernikahan
"Brengsek! Dasar pria menyebalkan, bisa-bisanya dia mengancam dan memeras ku," umpat Luna yang masih terbaring di atas ranjang dengan keadaan tubuh yang hanya di baluti selimut, dengan tubuh yang masih terasa remuk, Luna beranjak dari atas ranjang lalu berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah yang terhuyung. Edgar yang baru saja keluar dari kamar mandi, dengan keadaan telanjang dada yang hanya memakai handuk di bawah pingang membuat Luna terkaget. "Kau!!" "Nona sudah bangun ya," sapa Edgar yang sengaja menggoda mantan kekasih yang selalu dia impikan selama ini, tentu saja Luna sangat marah saat Edgar sengaja menyapanya. dalam keadaan bertelanjang dada. "Aku sudah memberikan apa yang kamu mau, sekarang pergilah jangan menggangu hidupku lagi, apa kau paham!" bentak Luna yang sudah sangat muak dengan mantan pacarnya itu. Edgar menyeringai saat melihat Luna yang sangat marah dan menatap tajam ke arahnya. "Baiklah, aku akan pergi tapi setelah kamu memberikan uangnya padaku sayang,
Keesokkan paginya, Freya yang sudah berpenampilan rapih. Wanita cantik itu pun menyuapi putra kesayangannya sebelum pergi menemui Raka dan juga sahabatnya yang lainnya. "Ansel! sayang ayo makannya yang semangat biar cepat tumbuh besar," bujuk Freya sembari menyodorkan satu sendok bubur tim ayam dan sayuran yang selalu ia sempatkan untuk putranya. "Baik momy, tapi kapan Ansel ketemu Dady, katanya momy janji mau bialin Ansel bermain dengan Daddy?" tanya Ansel menatap nanar momynya dengan penuh harap. Karena setelah hampir satu tahun bocah kecil dan tampan itu melihat atau bermain dengan Daddynya yang sangat dia rindukan selama ini. Freya terdiam, saat mendengar permintaan Ansel yang ingin bertemu dan bermain dengan tuan ayah kandungnya, tak kuasa menatap kedua bola mata putranya yang berkaca-kaca membuat Freya dilema dan merasa bersalah. "Baiklah, momy janji secepatnya Ansel akan bermain dengan Dady, tapi habiskan dulu makanya ya, ayo karena momy cepat pergi kerja," Freya berusaha m
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan