Setelah keluar dari apotik, Freya berjalan dengan langkah yang lemas tatapan kedua manik matanya terlihat kosong, bahkan wanita cantik itu berjalan seperti tanpa arah tujuan. "Aku hamil? Di dalam perutku ada janin dari pria yang sama sekali tidak pernah aku cintai? Takdir macam apa ini? Apakah itu artinya aku akan hidup bersama dengan dia untuk waktu yang lebih lama lagi? tidak! Itu tidak mungkin, kenapa-kenapa aku benci semua ini!" umpat Freya meluapkan kekesalan, lalu ia berdiri di balkon apartemen. Tanpa ada orang yang tahu ia ada di sana. Seketika tubuh Freya merosot ke bawah lantai, air matanya mengalir dengan deras. Sungguh ini adalah hal yang tidak pernah Freya bayangkan. Bagaimana bisa, ia sekarang mengandung anak Damian. Sementara awalnya ia menikah hanyalah karena terpaksa, demi hanya ingin balas dendam saja pada Hellian dan Khatrine. Tapi sekarang Freya kembali berada di dalam situasi yang sulit, ia tak tahu apakah harus menerima kehadiran nyawa baru yang ada di dalam pe
Keesokan harinya, Freya perlahan mulai terbangun. Dengan tubuh yang masih lemas bahkan rasa mualnya malah semakin menjadi-jadi apa lagi saat di pagi hari. "Aduh, gawat. Mana hari ini banyak pekerjaan di kantor, tapi kondisi tubuhku seperti tidak memungkinkan," keluh Freya seraya memijat kening. Damian yang belum berangkat kerja pun, kini lelaki itu sengaja memastikan keadaan sang istri terlebih dahulu.Tok...tok.."Nona Freya, apa anda sudah bangun?" Panggil Damian yang masih menunggu di balik pintu. Freya menyergitkan dahi, ketika suaminya itu terus saja memanggilnya di saat moodnya yang sedang tidak bagus. "Ada apa? Masuklah," tanya Freya lalu memberikan ijin sang suami untuk masuk. Damian membuka pintu, lalu ia masuk ke dalam membawakan segelas susu dan beberapa camilan kesukaan Freya. "Nona, dari kemarin malam kamu belum makan apa-apa, sekarang lebih baik makan sedikit. Dan jika tidak enak badan, apa perlu aku meminta ijin pada perusahaanmu?" Tanya Damian yang sengaja menawa
Setelah memeriksakan diri lagi, Freya menatap obat mual dan beberapa vitamin yang telah di berikan oleh sang Dokter. "Aku harap setelah meminum obat ini nanti, aku tidak terlalu mual dan tetap bisa bekerja," gumam Freya, yang berjalan dengan tergesa memasuki perusahaan baru tempat dirinya bekerja. Semua para karyawan telah sibuk di meja pekerjaannya masing-masing, Freya merasakan sedikit tidak enak hati karena terlambat."Freya, akhirnya kamu sudah datang juga. Kebetulan tuan kemarin berpesan jika beliau ingin kamu nanti ke ruangannya," kata Mandy menyampaikan pesan. "Iya ka Mandy, maaf jika hari ini aku datang sedikit terlambat, tadi aku ada sedikit urusan jadi.." Freya berusaha menjelaskan. Akan tetapi Mandy mendaratkan tangannya di bahu Freya dan menggelengkan kepala."Tidak papa Freya, aku akan memakluminya. Tapi lain kali jangan terlalu sering terlambat, karena CEO tidak suka dengan karyawan yang malas dan sering telat," tutur Mandy mengingatkan. Freya pun mengangguk patuh, d
Sepulang dari kantor, Freya masih memikirkan tentang tahi lalat yang ada di leher bosnya, tapi ia berusaha untuk menepis pemikiran yang aneh-aneh dalam kepalanya. "Ck, sudahlah. Mungkin itu hanya kebetulan saja," gumam Freya. Tiba-tiba suara ponsel ya kembali berdering pertanda satu pesan masuk. Dengan cepat Freya membuka pesan itu, lalu ia membacanya. "Nona muda, bibi harap nona jadi pulang hari ini, kondisi tuan masih belum membaik," ucap bi Marni dari dalam pesan. Freya terkejut, karena ia baru ingat jika hari ini dirinya sudah janji ingin menemui sang ayah. Yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu. "Hampir saja lupa, sekarang aku harus bersiap dan pulang dulu," Freya berjalan terburu-buru, lalu segera mencari taksi untuk pulang ke apartemen suaminya lebih dulu. Satu jam kemudian, setelah Freya turun dari taksi dan memberikan ongkos. Kini ia terkejut saat melihat sebuah mobil Mercedez hitam mewah, yang cukup mencuri perhatiannya. "Hm, mobil siapa ini? Mewah sekali," Freya
Kedatangan Freya di sambut hangat oleh BI Marni, tidak terkecuali dengan ibu dan kakak tirinya yang tidak pernah suka pada dirinya sejak dari dulu. "Ayo nona, tuan silahkan masuk," sambut bi Marni. Freya tersenyum lalu ia berjalan bersama Damian memasuki rumah sang ayah, Margaretha dan Melisa pun menghadang Freya dengan menatap tidak suka. "Hm, tidak di sangka Freya kau ternyata punya nyali juga pulang ke sini, setelah melakukan perbuatan tidak bermoral itu, sungguh tidak tahu malu," ucap Margaretha mencemooh putri sambungnya itu. "Ibu, dia itu kan wanita nakal dan liar sama persis kaya mendiang ibunya," sambung Melisa yang tak kalah mencibir Freya. Freya menatap tajam pada kedua wanita itu, dengan darah yang mulai mendidih. "Ibu, ka Melisa cukup! Aku tahu kalian benci padaku, tapi jangan pernah kalian menjelekan mendiang ibuku," Balas Freya yang tak terima seraya menahan air mata yang hampir menetes. Bukanya diam, kedua ibu dan anak itu malah semakin memojokkan Freya. "Meman
"kau sangat mengecewakan ayah, Freya." Hardik tuan Hermawan, lalu tiba-tiba saja pria paruh baya itu merasakan sakit luar biasa di jantungnya. "Ekh," desis tuan Hermawan, sembari memegang dada. Freya tercengang, ia begitu cemas dan khawatir saat melihat sang ayah yang tiba-tiba merintih kesakitan. "Ayah, ayah kenapa?" Freya segera menghampiri, begitu juga dengan Damian. Tapi niat baik mereka malah di tolak nyonya Margaretha dan Melisa. "Berhenti, kalian jangan mendekat atau pun menyentuh ayah. Terutama kamu Freya, kamu hanya membuat ayah sakit dan membuat keluarga kita malu saja, lebih baik sekarang kalian pergi sana." Usir Margaretha, seraya meluruskan jari telunjuknya tepat ke arah pintu. "Iya, dasar pembawa masalah," sambung Melisa, seraya memutar kedua bola mata malas. Freya yang tidak ingin membuat kondisi ayahnya semakin memburuk, kini ia terpaksa pamit pergi dengan perasaan yang sangat sedih. "Ayah, maafkan Freya. Semoga ayah cepat sembuh." Freya pamit, lalu ia berjalan
Matahari mulai tenggelam, tepat jam 7 malam Freya dan Damian akhirnya kembali ke apartemen. Mereka berdua terlihat sangat lelah terutama Freya. Lagi-lagi rasa mualnya kambuh."Hoek.." Freya berjalan tergesa ke arah kamar mandi, seraya menutup bibir dengan kedua tangannya. Damian menyergitkan dahi, saat melihat istrinya kembali muntah-muntah. Yang membuatnya sangat cemas. Lelaki itu segera menyusul lalu mengetuk pintu kamar mandi. Tok...tok..."Nona Freya! Kamu kenapa? Apakah masih merasa tidak enak badan? Bagaimana jika sekarang kita Dokter," ajak Damian yang setia berdiri di balik pintu, dan sengaja menawarkan diri. Kedua bola mata Freya melebar, lalu ia menjeda aktifitas mencuci wajah dan bibirnya dengan rasa panik yang menyelimuti dirinya. "Pergi ke Dokter? Tidak, aku belum siap jika Damian dan orang lain tahu jika aku saat ini sedang hamil," lirih Freya berbicara sendiri di dalam hati, sembari menggelengkan kepala. Sungguh baginya semua ini sulit untuk ia terima, selain di p
Beberapa hari kemudian, Freya terburu-buru memasuki kantor karena hampir saja terlambat setelah semalam ia begitu sulit untuk tidur. "Untung saja sudah sampai, kalau tidak aku bisa terlambat lagi," gumamnya sembari merapihkan beberapa draft yang dia pegang. Ketika Freya memasuki pintu utama perusahaan, tiba-tiba saja ia tidak sengaja berpapasan dengan kakak tirinya yang baru saja masuk kantor setelah beberapa hari terakhir ini mengambil cuti sakit. BRAK!Kedua tak sengaja berpapasan, hingga membuat kedua bola mata Melisa membelalak, saat melihat adik tirinya tiba-tiba saja ada di perusahaan tempatnya bekerja. "Hey, kau ini mau kemana? Dan kenapa bisa ada di sini?" Melisa menatap dengan penuh selidik dan tidak suka. Karena bagaimana bisa adik tirinya itu bisa ada di tempat ia bekerja. "Ka Melisa tentu saja, aku sini untuk bekerja," jawab Freya. Mendengar hal itu Melisa tercengang, bagaimana bisa Freya bekerja di tempat yang sama dengannya. Sementara ia tidak tahu sama sekali "K
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan