"Baik pak. Pasti khawatir banget sama istri ya pak. Aduuuh pasangan muda memang lagi manis-manisnya, saya juga jadi keinget pas awal-awal pernikahan sama istri saya. Cuma karena kami dijodohkan, manis-manisnya cuma terasa beberapa kali aja dan selebihnya cuma bertengkar, saling tak peduli satu sama lain. Saya juga mengabaikan istri saya, sampe pas istri meninggal baru kerasa penyesalannya. Baru sadar juga kalo saya sayang sama istri saya. Saya merasa kehilangan mendalam, kadang rindu istri, tapi semuanya udah terlambat," ujar sang sopir yang kira-kira berusia sekitar 40 tahun lebih itu begitu blak-blakan, sebelum akhirnya tersadar dan menggaruk tengkuknya dengan malu-malu. "Aduh, maaf ya. Saya malah jadi curhat."Sakti melirik ke arah kaca spion yang berada di atas kepala sopir itu, lantas ia pun mengulas senyum simpul."Gak apa-apa, pak. Silakan saja," sahut Sakti dengan begitu ramahnya. Bukan apa-apa, tapi dari suara pak sopir itu ketika bercerita Sakti bisa mendengar begitu jelas a
Citra perlahan membuka matanya, saat merasakan tangannya keram karena ditindih sesuatu yang terasa membara. Dan ketika matanya terbuka sempurna, rasa pening dan berdenyut seketika mendera kepalanya, membuatnya memicingkan mata dan meringis."Andhika," cicitnya lirih saat samar-samar ia melihat seorang pria yang punya ciri-ciri seperti Andhika tengah tidur terduduk di sampingnya dengan kepala yang menindih salah satu tangannya.Citra butuh waktu beberapa saat untuk mengerjapkan matanya, dan ketika pandangannya mulai jelas, ia pun mulai bisa menghela napas lega. Ia tak salah lihat, itu memang benar-benar Sakti."Andhika," panggilnya lagi.Perlahan, bahu Sakti pun tampak bergerak dan di detik itu juga ia mulai terbangun dan mengangkat kepalanya untuk kemudian menoleh menatap Citra dengan tatapan mata yang sayu."Kamu sudah bangun? Mau makan sesuatu?" tanya Sakti seraya mengulurkan tangannya pada kening Citra untuk sekadar suhu tubuh istrinya itu.Saat dirasa sudah lebih membaik, Sakti pu
Berulang kali Citra mengecek suhu tubuh Sakti dengan menyentuh kening pria itu dengan punggung tangannya, ketika pria itu tengah tertidur lelap."Apa kamu beneran cepet-cepet pulang sampe lupa kesehatan diri sendiri cuma karena khawatir padaku?" gumamnya bertanya, walau tahu Sakti tak mungkin menjawabnya untuk saat ini.Sejenak, Citra wajah lelah Sakti yang tengah tertidur lelap. Ketika pria itu tertidur, wajah damainya terlihat begitu polos. Gurat kelelahan yang tercipta di beberapa bagian wajahnya, membuat hati Citra berdesir aneh.Hatinya berdenyut nyeri melihat Sakti yang demam karena memaksakan pulang walau dalam keadaan lelah, tapi di satu sisi ada sudut hatinya yang merasakan letupan-letupan kecil karena senang Sakti pulang lebih awal dan menungguinya di rumah Sakit."Aku tahu seharusnya saya tak boleh begini, tapi gimana ini. Saya gak bisa menepis lagi kenyataan kalau saya mulai merasa nyaman dengan hubungan ini. Maaf karena perasaan saya berjalan terlalu jauh dalam hubungan ya
"Kamu mau ke mana? Ini kamu pake minyak wangi satu botol sekaligus apa gimana? Wangi parfumnya sampe menuhin seisi rumah," cerocos Badra.Sedangkan Vina yang menjadi objek pertanyaan itu hanya mengangkat bahunya ringan, lalu tanpa kata mulai melangkah keluar rumah sambil menenteng tas mahalnya itu pada tangan kirinya."Sayang," panggil Badra lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Vina.Dan Vina yang saat itu sudah melangkah sampai teras pun seketika menghentikan langkahnya dan menolehkan wajahnya dengan malas ke arah Badra."Apasih. Aku cuma mau pergi ke kota buat jalan-jalan dan belanja bentar, kamu bawel banget. Dipikir aku gak bosen apa di rumah terus liat wajah kamu tiap hari? Nungguin kamu ngajak liburan malah gak pernah terjadi," tukasnya sinis. Lantas kemudian ia pun menghembuskan napas kasar. "Ya aku cukup sadar sih. Nungguin kamu ngajak liburan tuh adalah hal yang mustahil karena kamu bahkan gak bisa menghasilkan uang sama sekali. Mau gimana lagi, aku cuma bisa menga
"Perempuan hamil pulang jam 10 malem setelah pergi jalan-jalan sendirian di kota, apa itu gak keterlaluan?" sindir Badra. Pria itu duduk di sofa ruang tamu, sengaja menunggu Vina pulang. Dan saat istrinya itu membuka pintu, ia pun langsung mengutarakan kemarahannya secara tersirat dalam kalimat-kalimat tajamnya itu."Apa sih Yang? Jangan lebay deh. Kamu pikir siapa yang bikin aku betah di luar? Kamu! Ini semua salah kamu. Kalo aja kamu bisa jadi suami yang bener, aku gak mungkin harus nyari ketenangan di luar rumah dengan jalan-jalan.""Memangnya apa salah aku sampe kamu ngerasa gak tenang diem di rumah? Aku bersikap baik, selalumengutamakan kenyamanan kamu, aku gak pernah bersikap kasar, aku selalu memastikan kamu baik-baik aja dan pokoknya selalu mengutamakan kamu dalam banyak hal. Terus kenapa kamu bisa merasa semarah itu sama aku? Aku gak berbuat apapun, Vina."Vina mendelik jengah. Dadanya naik turun karena gejolak emosinya yang mendadak membuncah setelah mendengar ucapan-ucapan
Beberapa jam sebelumnya....Di sebuah restoran khas Sunda, Vina memberhentikan mobilnya. Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan aman, ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran itu dan memilih meja yang sudah ditempati oleh seorang pria. Seolah sedari awal pria itu memang sudah menunggunya di sana."Daniel?" tanya Vina terlebih dahulu, lalu kemudian baru mengambil posisi duduk di hadapan pria itu, ketika si pria menganggukan kepalanya dengan semangat.Daniel. Pria berambut kecoklatan, dengan warna mata abu-abu terang. Paras pria itu terlihat tampan dan sangat memukau di mata Vina yang punya kecenderungan begitu menggilai pria-pria Amerika dan Eropa yang biasa dijuluki 'bule' itu."Vina ya? Ternyata lebih cantik aslinya daripada di foto," pujinya yang seketika itu pula langsung membuat pipi Vina merona merah karena malu."Aku juga baru tahu kalo kamu seganteng ini. Tadinya udah bingung nyiapin bahasa karena aku gak
"Apa kamu masih perasaanmu pada Badra masih sama?" tanya Sakti disela-sela kegiatan Citra yang menempelkan kain kompresan ke atas keningnya.Mendengar pertanyaan itu, Citra pun berpikir sejenak untuk menimbang-nimbang jawabannya, sekaligus meraba hatinya. Ia mencari-cari letak keberadaan perasaannya untuk Badra, tapi seluas apapun ia merasa di sana, perasaan yang awalnya begitu luas kini tak bisa ia temukan muaranya. Yang tersimpan di sana hanya perasaan biasa saja. Entah sejak kapan perasaan itu tak ada disana."Iya, masih." Citra menjawab dengan tenang, walau sadar kalau itu adalah kebohongan. "Kenapa anda tanya begitu?""Bukan apa-apa, lupakan saja.""Baiklah.""Kamu sana temani Gina lagi. Dia pasti nangis kalo kamu pergi terlalu lama untuk mengurusku, sana pergi saja ke kamarmu lagi. Aku bisa sendiri," perintahnya tiba-tiba.Sedangkan Citra tak langsung mengikuti keinginan suaminya itu. Ia lebih dulu menatap Sakti yang pada momen itu langsung mengubah posisi berbaringnya jadi memu
Bahkan hewan bisa memprediksi kemalangannya sendiri, tapi kenapa manusia tidak? Jika ada badai, hewan lebih dulu turun dari gunung sedangkan manusia bahkan masih berleha-leha di tempatnya tanpa tahu apa yang terjadi."Apa Kang Badra sebodoh itu?" tanya Citra pada Sakti yang duduk di sampingnya. Saat itu keduanya sedang berada di dalam mobil, sembari melihat pemandangan dalam jarak 2 meter di depan sana yang tak nyaman untuk di lihat. Sakti mengangguk kecil. "Iya, dia gak tahu. Itu bahkan pertemuan ke 7 antar istrinya dan temanku," jawab Sakti ringan.Mendengar itu, Citra pun kembali memperhatikan pemandangan tak mengenakan itu. Di sana, ia melihat bagaimana Vina dan seorang pria saling bercengkrama di sebuah penginapan sempit yang jendelanya mereka biarkan terbuka."Padahal dia lagi hamil, bisa-bisanya dia begitu mudah dicumbu begitu saja oleh orang asing," gumam Citra mengomentari sikap Vina yang benar-benar sudah keterlaluan. "Padahal Kang Badra rela tak pengupayakan hidup anaknya
Sejak kepergian Daniel ke Belanda, dunia Kinara masih berputar seperti biasa, seolah eksistensi pria itu di dalam hidupnya tidak pernah ada. Meskipun begitu, Kinara tidak menampik kalau di sudut hati yang paling dalam ia merasa kosong dan kehilangan. “Kamu lembur lagi?” Salah seorang teman kerja Kinara menyemburnya dengan pertanyaan itu begitu mendapati Kinara tengah memasang hair cap di ruang ganti pegawai. Semua pegawai yang bekerja di toko kue ini wajib mengenakan pelindung kepala untuk menjaga higine dan steril kue yang dijual. “Iya, karena aku gak punya kegiatan penting di rumah. Daripada mati bosan karena rebahan terus, aku pikir lebih baik dipake kerja aja,” jawab Kinara sambil memamerkan senyum lima jarinya. Teman kerja yang umurnya setahun lebih tua dari Kinara itu hanya bisa geleng-geleng kepala takjub dengan dedikasi Kinara untuk toko kue ini. “Kalau punya waktu libur itu dipakai untuk istirahat jangan kerja saja,” sarannya wanita itu lagi. “Istirahatku cukup, kok,”
"Ini melelahkan, tapi aku tak keberatan untuk melakukannya karena aku tetap menyukai momen ini," gumam Sakti sembari menatap teduh baby Kanigara yang terlelap dengan bibir yang terus bergerak seperti sedang menyusu. Itu terlihat menggemaskan. Bayi mungkil itu sepertinya tengah bermimpi minum ASI.Menjadi seorang Ayah dari dua orang anak membuat Sakti semakin dewasa, setelah mendapatkan putri cantik seperti Ginata kini keluarga kecilnya semakin lengkap dengan kehadiran Kanigara. Sekarang dia dan juga Citra resmi menjadi orang tua dari dua anak, anak laki-laki dan perempuan. Sudah sangat lengkap.Setiap hari hati Sakti selalu diselimuti dengan rasa bahagia, setiap kali melihat perkembangan Ginata membuatnya merasa lega karena berhasil melihat tumbuh kembang putri kecilnya itu, selain itu Kanigara juga tidak lepas dari perhatiannya. Bayi kecil itu selalu berhasil membuat energinya penuh setiap kali melihat geliatan kecilnya.Seperti halnya malam ini, Sakti masih saja terjaga sambil meman
Sakti membantu Citra untuk duduk di atas kursi roda. Hari ini tepat hari kepulangan Citra ke rumah. Tentu saja Kanigara ikut serta. Sesampainya di rumah, Mbok segera membantu Citra menggendong bayinya. Kepulangan Citra disambut hangat oleh orang-orang di sekitarnya. "Kanigara hobi sekali tidur, ya?" gumam Citra mengelus pipi bayinya. "Ayo dong, bangun. Mama kan pengin ajak Kanigara mengobrol," kata Citra. "Biarkan saja Kanigara tidur, Sayang," kata Sakti. "Sekarang, giliran kamu istirahat yang cukup. Kan di rumah lebih banyak yang membantu mengurus putra kita." Citra mendongak, "Tapi aku lebih suka bersama Kanigara, Andhika. Bisa tidak, dia tidur di kasur kita? Jangan di box." "Tidak," jawab Sakti. "Aku malah khawatir dia terluka. Bagaimana kalau kamu tidak sengaja menindihnya saat tidur?" goda Sakti. Citra mendelik. "Mana mungkin!" Sakti terkekeh. Ia mencubit pipi Citra gemas. Ia meraih Citra, membawa istrinya menuju ke dalam pelukannya yang erat sekaligus hangat. "Jangan bil
"Kenapa, Pak? Bu Citra kenapa?" tanya Mbok ikut panik. "Coba lihat Citra di kamar, Mbok! Dia mengeluh sakit perut," jawab Sakti. Lantas keduanya sama-sama pergi ke kamar untuk melihat kondisi Citra. "Pak, air ketuban Bu Citra sudah pecah. Cepat, bawa Bu Citra ke rumah sakit sekarang!" seru Mbok. Mendengar itu, kedua mata Sakti pun terbelalak sempurna."Pak Hasan!" teriak Sakti. Tanpa membuang waktu lama, Dia berlari keluar sambil terus memanggil supir pribadinya itu. Sedangkan Mbok menemani Citra di kamar. Sakti berlari seperti orang gila ketika memanggil sang supir. Beruntung, Pak Hasan ada di tempat sedang memanaskan mobilnya. Pak Hasan mendengar suara besar Sakti. Ia lantas menatap kemunculan Sakti di depan pintu rumah dengan setelan tidur yang masih melekat. "Lho, Pak Sakti," sapa Pak Hasan. "Ada apa teriak-teriak, Pak? Pak Sakti belum mau siap-siap ke kantor?" tanyanya. Sakti sempat kesusahan bicara karena terlalu panik. "Siapkan mobil sekarang, Pak Hasan. Istri saya ...
"Aduh," ringis Citra ketika menggerakkan kedua kakinya di atas ranjang. Sakti yang mendengar ringisan Citra, lantas menolehkan wajahnya pada istrinya itu. "Kamu kenapa, Sayang? Ada yang sakit?" Tentu saja Sakti tidak tinggal diam, pria itu berjalan mendekat ke arah ranjang, merangkak naik lalu duduk di sebelah istrinya untuk melihat keadaan sang istri lebih dekat dan memastikan apa kiranya penyebab ringis kesakitan itu.Mendengar itu, Citra pun menunjuk kakinya dengan dagunya. Sakti mengikutinya, lantas bertanya, "Kaki kamu sakit, Sayang? Mau aku pijit?" Ia malah menawari. Padahal yang dimaksud Citra bukan itu. Citra agak kesal melihat reaksi Sakti yang menurutnya kurang peka. "Bukan itu yang aku maksud, Andhika," tuturnya agar menurunkan kekesalannya. "Coba kamu lihat dulu. Kaki aku sekarang kelihatan besar banget!" Sakti mengangguk kecil. Ia sekarang paham apa maksud Citra. Ternyata Citra tadi menunjukkan ke Sakti, kalau kakinya bengkak. "Terus kenapa sih, Sayang? Apa sekarang
Daniel baru saja menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, laki-laki itu segera membereskan semua barang-barangnya dan bergegas untuk pulang. "Tumben kayak buru-buru gitu?" komentar teman Daniel yang ada di sebelahnya.Mendengar pertanyaan itu membuat Daniel menoleh sebentar, lalu tangannya sibuk memasukkan laptopnya ke dalam tas. "Iya, nih. Lagi pengen cepet pulang aja," jawabnya.Temannya itu pun hanya menanggapinya dengan anggukan sebanyak tiga kali."Duluan ya, Bro!" seru Daniel sambil menepuk pundak temannya itu seklias, lalu melenggang pergi begitu saja.Sebenarnya Daniel tidak benar-benar langsung pulang ke rumah, sudah satu minggu ini dia rutin datang ke toko kue milik Citra. Awalnya dia datang karena Kinara pernah menyuruhnya untuk mampir, tapi sekarang seperti sudah menjadi tutinitas baru bagi Daniel setelah pulang kantor.Menurutnya, toko kue Citra terasa sangat nyaman dan membuatnya betah berlama-lama di sana. Selain itu, Daniel juga memiliki maksud lain, yaitu memastikan
Aroma kopi tercium sangat harum saat Daniel menuangkan air panas yang baru saja matang dari mesin pemanas, tinggal sendirian di apartemen membuat laki-laki itu sedikit kesepian disaat malam. Setelah mengaduk dan memastikan rasa kopinya sudah sesuai dengan keinginannya, barulah Daniel membawa secangkir kopi panas itu bersamanya."Aku pikir sedikit kafein dimalam hari bisa membantu menenangkan pikiran," gumamnya. Laki-laki itu berjalan ke arah balkon, seperti sudah menjadi rutinitas malam harinya untuk duduk di balkon sambil menikmati udara malam. Apalagi saat ini pikirannya dipenuhi oleh banyak hal, jadi balkon adalah tempat yang pas baginya untuk merilekskan semuanya.Saat menggser pintu penghubung ke balkon, Daniel langsung disambut dengan angin malam yang cukup kencang malam ini. Saat dia mendongak untuk melihat keadaan langit, benar saja malam ini sedikit mendung. Jadi malam ini tidak ada bintang dan bulan yang akan menemaninya. Daniel pun menaruh secangkir kopi panasnya di atas m
Sakti tiba di rumah sekitar pukul delapan malam. Ia harus lembur mengerjakan beberapa dokumen penting yang harus selesai dan mendapatkan persetujuannya. Di jam segini, Citra pasti tengah berada di kamar sedang menunggunya. “Apa semuanya baik-baik saja seharian ini, mbok?” tanya Sakti kepada asisten rumah tangganya. Ia sudah selesai mandi dan makan malam. Kini, ia tengah membuatkan susu cokelat untuk Citra. Ini adalah aktivitas rutin Sakti setiap malam. Baginya, ini salah satu cara untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak. “Iya, pak,” balas wanita paruh baya yang sudah cukup lama bekerja dengan keluarga Sakti. “Apa Citra mengeluh sakit?” Sakti tahu betul kalau istrinya itu pintar menutupi rasa sakitnya karena tidak ingin membuat dirinya khawatir dan kepikiran ketika bekerja. Maka dari itu Sakti menyuruh asisten rumah tangga di sini untuk memberikan semua informasi dan perkembangan mengenai Citra sekecil apa pun untuknya. “Tidak, pak. Hari ini ibu Citra sibuk
Di sela-sela mendengarkan perkembangan toko kuenya lewat penuturan Kinara, Citra tidak sengaja melihat Daniel yang tampak diam saja sejak kedatangan Kinara tadi. Awalnya Citra ingin meminta maaf karena kedatangan Daniel ke sini sedikit terganggu akibat Citra mementingkan pekerjaan daripada menimpali pria itu yang baru saja datang. Namun, niatnya berubah saat menyadari diamnya Daniel justru karena Kinara. Ia pun mengerling jahil. “Ekhmmm ….” Citra pura-pura terbatuk. Di balik buku laporannya, ia mencolek lengan Daniel yang duduk tidak jauh darinya. Citra mengulum senyum saat mendapati Daniel yang terperangah. Wajah pria itu merah dan salah tingkah yang membuat Citra ingin tertawa dan meledek Daniel karena terang-terangan menatap Kinara dalam waktu yang cukup lama.Sayangnya, Citra tidak ingin melakukan itu, sebab ia tidak mau nantinya baik Daniel dan Kinara sama-sama malu karena hal tersebut. “Sakti lagi di kantor ya?” tanya Daniel berusaha untuk mengalihkan keadaan setelah tertang