“Morning Princess!”Sebuah seruan itu membuat Yasmen menoleh, dan terkejut ketika Endy tahu-tahu sudah berdiri di sebelahnya. “Morning, Mas Endy.”“Kamu nggak kebagian baju?” tanya Endy masih berdiri di samping Yasmen sambil menggenggam pergelangan tangan kirinya di depan perut.Yasmen yang tengah memastikan absensi para peserta, lalu menunduk untuk melihat penampilannya sendiri. Celana jeans, dengan kaos oversize yang ujungnya bagian depan telah ia masukkan ke dalam celana. Sementara bagian belakang, sengaja Yasmen biarkan menjuntai menutup bokong agar lebih terlihat fashionable.“Nggak bagus, ya, Mas?” Mendadak, Yasmen tidak percaya diri dengan penampilannya saat ini.“Pertanyaanku bukan itu,” kata Endy lalu memutar tubuh untuk melihat penampilan Yasmen, dari ujung rambut hingga kaki. “Apa kamu nggak kebagian baju ukuranmu? Aku bisa tanyakan ke stafku, apa masih ada sisa baju ukuran … kamu pake ukuran S, kan?” tanyanya memastikan.Yasmen mengangguk sangat pelan. Mengapa Endy bisa me
Sepanjang perjalanan pulang, Yasmen hanya diam dan tidak melontarkan satu patah kata pun. Bayangan outbound yang dipenuhi dengan keceriaan, ternyata hanya membuat perasaannya muram sepanjang acara. Yasmen hanya memasang senyum palsu, karena sikap Byakta yang sungguh tidak bisa mengerti akan dirinya.Karena itu pula, kalimat yang sempat dilontarkan Endy selalu saja terngiang di kepala.“Buat apa nikah, kalau akhirnya nggak bahagia. Ini itu dilarang, dan jadi nggak bebas.”“Tanya sama dirimu sendiri, apa kamu benar-benar bahagia setelah nikah sama Byakta? Atau, cuma terpaksa bahagia?”Kembali mengingat perbincangannya dengan Endy, lidah Yasmen tanpa sadar mengeluarkan decakan kecil.Hal tersebut, seketika membuat Byakta menoleh dan bertanya, “Masih marah?”“Menurut Mas Bee?” Yasmen kembali berdecak, lalu memalingkan wajah. Sejak menikah, mengapa semakin banyak peraturan yang seolah mengikat Yasmen. Bahkan, orangtuanya saja tidak pernah memberi peraturan yang terasa mengikat seperti seka
Dengan terpaksa, Bira dan istrinya membatalkan candle light dinner yang sudah direncanakan sejak seminggu sebelumnya. Padahal, keduanya sudah berpakaian rapi, dan bersiap pergi ketika Yasmen dan Byakta tahu-tahu sudah berada di teras rumah. Dari wajah Yasmen saja, Bira sudah tahu sesuatu kembali terjadi dalam pernikahan putri semata wayangnya itu. “Kenapa lagi sekarang?” Bira menghela panjang sambil melepas blazer berwarna biru dongker dari tubuhnya. Kemudian, ia berbalik dan kembali masuk ke bagian dalam rumah tanpa menunggu Yasmen menjawab pertanyaannya. Bayangan menghabiskan malam romantis bersama sang istri terpaksa harus tertunda. Byakta memijat leher bagian belakangnya ketika Yasmen langsung menggandeng sang mami, lalu menyusul Bira. “Aku tidur sini, ya, Mi,” ujar Yasmen bergelayut manja pada lengan maminya. “Aku mau tidur sama Mami.” “Ha?” Bira yang baru menghempaskan bokongnya di sofa, segera melempar protesnya. “Yas, kamu sudah nikah dan punya suami. Ngapain tidur sama Ma
Yasmen langsung beringsut masuk ke dalam selimut, setelah mengganti pakaiannya. Menunggu sang mami, yang masih berada di depan meja rias untuk melakukan ritual rutinnya di malam hari. “Yas.” “Ya, Mi?” Yasmen menatap lurus pada langit-langit kamar, dengan kedua tangan terlipat di atas perut. “Coba bayangin, misal … Raya ngasih jas, atau kemeja buat Byakta.” “Ngapain aku harus bayangin begituan.” Nada bicara Yasmen mendadak meninggi karena kesal. Kenapa juga sang mami harus menyinggung masalah seperti itu ketika sudah waktunya tidur. “Mami jangan aneh-aneh, deh.” “Jawab Mami dulu, Yas.” Nada bicara sang mami tetap tenang, dan terus saja mengoleskan krim malam di wajahnya. “Andai beneran, kamu marah apa nggak?” “Marah.” Tatapan Yasmen masih menerawang. “Aku pasti marah dan bakal datangin Raya. Aku mau semprot dia, biar nggak kegatelan jadi cewek!” “Misal lagi,” sang mami kembali memberi pertanyaan pada Yasmen. “Raya itu SPG mobil, terus lagi ngobrol sama Byakta karena suamimu itu m
“Papi sudah bilang sama ayah tadi malam, kamu pindah ke Palace High mulai senin.”“Ha?” Yasmen tidak jadi menyuapkan makanan ke dalam mulut. Ternyata, ucapan Bira tadi malam bukan isapan jempol belaka. Bahkan, pagi ini semua hal sudah fix, dan Yasmen tidak akan lagi satu kantor dengan Byakta. “Papi, serius? Aku betulan pindah ke Palace High?”“Iya.” Bira mengangguk sambil memelankan kunyahannya. “Papi juga sudah telpon Nando pagi tadi. Jadi, besok tinggal datangi dia aja kalau sudah sampai hotel.”Kedua bahu Yasmen merosot seketika. Ia meletakkan sendok yang berisi nasi kuning kembali ke piring dengan lesu. Mendengar dirinya akan pisah kerja dengan Byakta, semangat Yasmen langsung memudar.“Nggak jadi pindah, ya, Pi,” pinta Yasmen dengan nada memohon. Jika ia pindah ke Palace High, itu artinya Yasmen tidak akan bisa melihat Byakta secara langsung selama 12 jam lebih setiap harinya. “Aku tetap di Casteel High.”“Nggak bisa,” tolak Bira tetap melanjutkan sarapannya dengan santai. Sesung
Entah sudah berapa kali Yasmen menghela selama perjalanan ke kediaman Pras pagi itu. Ide yang terucap dari mulut sang mami, benar-benar membuat Yasmen tidak bisa berkutik dan membantah sama sekali. Terlebih saat Pras langsung menghubunginya, dan meminta Yasmen datang lebih pagi dari jam kantor seperti biasa.“Ayo keluar, Hun.”Sudah hampir lima menit mobil Byakta terparkir di pekarangan rumah Pras, tapi Yasmen sepertinya tidak berminat untuk keluar sama sekali.“Nggak mau.” Yasmen menggeleng sembari menunduk. “Aku nggak mau kerja sama ayah.”“Lain kali.” Byakta sedikit mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman yang masih menyilang di tubuh sang istri. “Kalau mau apa-apa itu di pikir bener-bener. Kalau lagi marah, lagi kesal, atau lagi ngambek, jangan langsung ngambil keputusan. Emosi kalau dituruti, ya, begitu. Rugi di kamu.”“Aku, tuh, nggak butuh diceramahin gini pagi-pagi.” Yasmen memegang handle pintu, tapi belum juga menariknya. “Harusnya disemangati, bukan diomelin.”“Yan
“Kamu bisa pergi ke kantor sekarang,” titah Pras pada Byakta saat masuk ke ruang kerjanya. “Dan jemput Yasmen sepulang kamu kerja.”Byakta mengangguk dan mulai berdiri, kendati hatinya masih diliputi banyak keraguan untuk pergi bekerja. Sudah 15 menit Byakta menunggu, tapi Yasmen belum kunjung datang untuk membawa secangkir kopi yang diminta oleh Pras. Byakta juga sudah memberi tahu Yasmen, tentang cara membuat kopi seperti yang diinstruksikan oleh Sinar. Berharap, istrinya itu bisa membuatnya dengan benar di hari pertamanya bekerja bersama Pras.“Saya, ke belakang sebentar, mau—”“Langsung pergi,” titah Pras sudah duduk di kursi kebesarannya yang belakangan ini sering digunakan oleh Qai bekerja ketika pulang kantor. Sebenarnya, Qai sudah memiliki meja kerja sendiri, tapi putranya itu lebih suka menggunakan meja Pras ketika sudah berada di rumah. “Kamu bisa kirim pesan sama Yasmen kalau mau pamitan. Biar nggak ada drama sama sekali.”Byakta mengangguk pasrah dan tidak berani membantah
Yasmen menghela setelah mencicipi kopi ketiga buatannya. Bibirnya mencebik, lalu berbalik menatap Sinar yang sedari tadi mengawasinya.“Nda, masih nggak enak,” keluh Yasmen lalu mengitari kitchen island untuk mendatangi Sinar yang duduk di stool bar. “Nggak sama, kayak kopi-kopi yang kadang aku minum di kafe.”“Ya, jelas beda, Yas, Yas.” Sinar meletakkan siku kirinya di meja kitchen island, lalu memangku wajah untuk menatap Yasmen yang berdiri di sebelahnya. Di satu sisi, sebenarnya Sinar menyukai pribadi Yasmen yang selalu ceria dan tidak datar seperti putrinya. Yasmen bisa diajak bercanda, dan tertawa lepas tanpa harus menjaga image seperti Mai yang terkadang membuat Sinar kesal. Namun, mau bagaimana lagi.Like father, like daughter.Meskipun begitu, Sinar tetap sangat bangga terhadap putrinya itu. Saking bangganya, kata pujian pun seolah habis hanya untuk seorang Mai.“Buruan bikin!” seru Sinar sambil menepuk lengan Yasmen. “Kamu bisa dihukum ayah, kalau ketahuan malas-malasan dan
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay