Beranda / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 119. Jangan Pernah Datang Lagi!

Share

Bab 119. Jangan Pernah Datang Lagi!

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-28 07:59:19
Ramon masih tidak percaya mendengar kata-kata tajam Adisti. Dia maju dua langkah dan menghujamkan tatapan lebih dalam.

"Aku ayah Cia. Kamu suka atau tidak, aku punya hak. Bahkan aku bisa menuntut kamu karena melarang seorang ayah bertemu dengan anaknya." Ramon mengucapkan kalimat itu dengan sangat serius. Ada kemarahan di sana.

"Ahai! Bagus sekali! Seorang ayah yang meminta anaknya dibuang, seorang ayah yang menolak anak kandungnya, ingin memperkarakan ibu yang harus bersembunyi demi menjaga agar anaknya tetap bisa hidup!?" Adisti sama sekali tidak takut. Dia mengangkat kepala dan mendongak menantang Ramon.

"Jika itu maumu, oke. Aku sudah menyimpan rambut putriku. Besok hasil tes DNA bisa keluar. Lalu pengacaraku akan datang ke sini, dan meminta kamu menyerahkan anakku," ujar Ramon.

"Kamu tidak tahu malu, masih mengakui Cia sebagai putrimu!? Hanya karena kamu membelikan dia makanan mahal, pakaian bagus, dan tumpukan mainan, kamu merasa sudah bisa menebus kejahatan kamu pada anakmu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 120. Cinta Seorang Ibu

    "Apa? Mama jatuh di kamar mandi? Kok? Terus? ... Oke ... ya, aku ke sana. Sekarang!" Vernon menutup telpon dan dengan cepat bangun dari kursinya. "Mas, Ibu Savitri kenapa?" Adisti meminta penjelasan. "Sambil jalan saja aku bicara," jawab Vernon. Adisti batal masuk ke kamar. Dia memanggil Ambar dan Vina. DIa menitipkan lagi rumah pada mereka. Lalu dia bergegas menyusul Vernon. Perjalanan mereka menuju ke rumah keluarga Hardianata. Jujur, dada Adisti berdegup begitu kencang. Kedua orang tua Vernon tidak menyukainya. Mereka belum memberi restu hubungan Adisti dan Vernon. Apa yang akan mereka katakan begitu melihat Adisti datang? "Ya Tuhan, kenapa ada saja kejadian? Kuharap Mama baik-baik saja." Vernon berkata dengan gelisah. Sementara dia terus melaju dan lebih mempercepat kendaraannya menyusuri jalan. Dengan tergesa-gesa, Vernon setengah berlari masuk ke dalam rumah dan naik ke lantai dua menuju kamar orang tuanya. Adisti berhenti di ruang tamu, dia tidak ikut naik. Ada rasa gelisah

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-30
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 121. Beri Saya Waktu

    Adisti terkejut dengan pertanyaan yang Savitri ajukan. Dia bingung juga mau menjawab apa. "Ma, ga kepikir bawa apa-apa. Dapat kabar mengejutkan, aku ajak saja langsung ke sini." Vernon membantu menjawab. "Aku ga bicara sama kamu, Vernon. Aku bicara sama dia. Siapa namamu? Adisti?" Savitri menatap lagi ke arah Adisti. "Benar, Bu. Saya Adisti." Adisti maju dua langkah lebih mendekat. Sedikit degdegan juga, tapi Adisti harus bisa mencuri hati calon mertuanya. Dia bukan menantu idaman, jadi harus tahu bersikap. Varen yang ada di sebelah Savitri terus saja memandang Adisti. Jujur, tatapn itu membuat Adisti sedikit kikuk. Apa yang Varen lihat dari dirinya? Adisti merasa ini bukan kali pertama Varen melakukannya, mencermati Adisti lekat-lekat."Kamu yang membuat aku sampai sakit. Tekanan darahku drop. Gara-gara aku mikir Vernon. Kenapa bisa dia memilih kamu? Aku sama sekali tidak habis pikir." Savitri tidak mau berbasa-basi. Dia mengutarakan kegeramannya. "Sayang, tahan. Kamu masih dalam

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 122. Perjuangan Mendapat Restu

    "Ya. Seandainya Elita masih ada, dia pasti sebesar Cia. Pintar, lucu, lincah, dan cantik." Vernon membawa pikirannya pada keponakannya, anak Virda. Varen terdiam. Vernon benar. "Cia tidak mendapatkan kasih sayang utuh sejak dalam kandungan. Dia hidup ala kadarnya karena keadaan. Sedang Elita, segala yang terbaik dia dapatkan sejak dalam kandungan. Tapi Tuhan tidak mau dia lama di dunia ini. Apa salah, jika aku mewujudkan hidup yang lebih pantas Cia terima?" Panjang lebar Vernon bicara. Varen menarik napas dalam. Sejauh itu Vernon berpikir. Sama sekali tidak Varen duga. "Pa, apapun kesalahan yang terjadi di masa lalu Adisti, Cia tidak harus memikulnya. Dia layak mendapat kasih yang terbaik, perhatian penuh, agar tumbuh dengan baik, dan tidak akan mengulangi hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi padanya." Vernon melanjutkan. Varen memandang Vernon. Hatinya mulai lega, terbuka, tapi belum langsung mengiyakan. Dering ponsel Vernon terdengar. Vernon mengangkatnya. Dari nomor Hanny.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 123. Kabar Mengejutkan dari Rumah

    Mata Adisti menatap Vernon, tak berkedip. Ya, tentu saja jika Vernon ingin menikahi Adisti, dia harus juga minta restu dari orang tua Adisti. Tapi, Adisti bahkan belum memikirkan itu. Dia terus menyisihkan bagian itu dari hidupnya. Dia belum siap menghadapi orang tuanya. Terlebih ayahnya."Sayang ..." Vernon menepuk pelan pipi Adisti. Lembut, halus, itu yang Vernon rasa di kulitnya."Mas membuat aku kaget, serius." Adisti berkata pelan."Kamu masih ragu?" tanya Vernon."Aku ga ragu dengan rasa sayang Mas Vey sama aku. Aku, aku ragu ... apa Ayah dan Ibu akan mau menerimaku lagi." Gundah mulai merambah hati Adisti."Dis, tidakkah kamu pernah berpikir kalau orang tuamu sangat rindu kamu pulang? Tidakkah kamu juga berpikir, mereka sudah memaafkan semua kesalahan yang lalu dan berharap kamu bisa mereka peluk lagi?" Vernon kembali meraih tangan Adisti dan menggenggamnya erat.Adisti ingin menangis mendengar yang Vernon katakan. Dia harus berani beranjak dari sisi gelap itu, mengalahkannya,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 124. Pulang Ke Rumah

    Vernon ada di belakang Hanny. Dia pun terkejut mendengar Adisti berteriak. Bahkan dia mulai menangis dalam pelukan Ernita. Vernon berjalan mendekat. Dia menepuk punggung Adisti. Adisti mengangkat wajahnya dan melihat Vernon. "Mas Vey ..." Ernita melepas tangannya. Vernon yang ganti memberikan pelukan buat Adisti. Tangis Adisti berlanjut. Hatinya perih. Setelah sekian lama tidak ada komunikasi dengan keluarganya, kabar mengejutkan datang. Ayahnya tertangkap karena melakukan korupsi sampai masuk ke berita di TV. Sangat, sangat mengejutkan! "Aku harus pulang, aku harus pulang!" Adisti berkata sambil terus menangis. Dia bisa membayangkan ibunya akan panik dan kebingungan. Bagaimana nasib Ibu dan Adinda jika ayah ditahan? Adisti seharusnya ada bersama mereka. Adisti harus pulang! "Kamu beneran mau pulang?" tanya Vernon. "Iya, Mas. Aku harus ada buat Ibu dan Dinda. Mereka pasti ga karuan dengan situasi ini," jawab Adisti. "Ya Tuhan ... Ya Tuhan ...." "Kapan kamu mau berangkat?" tanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 125. Pertemuan yang Memilukan Hati

    Wanita itu tidak langsung menjawab. Dia tidak tega ingin mengatakannya. Melihat Adisti yang tampak sangat terpukul, rasanya lebih baik dia menutup mulutnya. "Bu, katakan sama aku. Apapun itu, kumohon kasih tahu aku," ucap Adisti. "Adinda, dia ... terjatuh dari lantai dua, kepalanya membentur aspal, tidak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian dia meninggal." Dengan sedikit terbata wanita itu menyampaikan kisah tragis Adinda. Adisti tidak tahan mendengar itu. Dia menangis seketika. Vernon memeluk Adisti erat. Tubuh Adisti lunglai, seperti tidak ada daya. "Maaf, Disti. Maaf, harus seperti ini yang kamu dengar saat kamu pulang." Ada rasa perih di dada si ibu yang sudah mulai beruban itu melihat Adisti hancur hati. "Adis ... Adis ...." Vernon mengusap-usap punggung Adisti. "Ya Tuhan ... kenapa begini? Ya Tuhan ...." Adisti tak bisa menahan diri lagi. Lemas, sedih, dan kecewa, semua tumpah ruah di dadanya. "Bu ... di mana makam Dinda? Aku mau ... lihat ke sana." Di tengah isak tangis,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 126. Tatapan Mata Itu

    Ibu berdiri, menatap Felicia dengan wajah tak percaya. Dengan mata berair dia berjalan menghampiri Felicia yang ada di sebelah Vernon. "Ini ... ini cucuku?" Ibu mengulurkan tangan dan meraih lengan gadis kecil, cantik dengan mata bulat lentik itu. Rambut hitamnya panjang lurus, tebal, dan indah. Ibu menoleh pada Adisti. "Ini cucuku?" "Iya, Bu. Felicia Lovelita. Aku memanggilnya Cia." Adisti melangkah mendekat dan berhenti tiga langkah jaraknya dari Ibu. "Cantik sekali." Ibu sedikit menunduk. "Nduk, ini Eyang Putri. Ini nenek kamu." "Nenek? Ini nenek aku juga?" Felicia mengarahkan mata pada Adisti. Adisti mengangguk. "Iya, Sayang. Ini Ibuku, nenek kamu." "Sini, Nduk, aku peluk kamu." Ibu merentangkan kedua tangannya. Sedikit ragu, Felicia maju. Dia membiarkan Ibu memeluknya erat sambil menangis. Haru bercampur sedih menjadi satu di hati Ibu dan Adisti. Itu pula yang Vernon rasakan. "Terima kasih, Tuhan. Kau pelihara putriku dan cucuku. Akhirnya aku boleh melihat mereka, memeluk

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 127. Masa Lalu yang Terkuak

    "Adistya ...?" Varen tak berkedip memandang ibu Adisti. "Mas Varen?" Panggilan itu membuat Vernon dan Adisti mengerutkan kening. Mereka lekat-lekat menatap Adistya. Ibu Adisti mengenal ayah Vernon? "Ini kamu? Adistya? Ini kamu?" Tatapan itu, tatapan Varen, menghujam pada dua mata sayu Adistya. "Iya, Mas ..." Adistya seketika menumpahkan air mata. Dia menunduk dalam-dalam dan melepas tangisnya. "Ibu ... kenapa?" Adisti menjadi bingung. "Pa? Ada apa sebenarnya?" Vernon pun terlihat bingung dengan dua orang tua mereka. "Akhirnya aku melihat kamu lagi. Ke mana saja kamu selama ini? Aku tidak pernah mendengar kabarmu. Adis ... kamu ..." Varen bicara meskipun tidak tampak lagi wajah Adistya di layar kaca. "Papa, Papa kenal Bu Tya?" Vernon tidak sabar. Dia bertanya dan ingin segera mendapat jawaban. "Aku ... aku minta maaf ... Aku ... minta maaf, Mas." Adistya masih belum bisa menghentikan tangisnya. Suaranya tersendat-sendat karena sesenggukan. Suaranya begitu memilukan terdengar.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08

Bab terbaru

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status