"Karena kamu sudah dapat enak dari Ayumi!" ucap Mariana akhirnya dengan suara kencang dan tegas sambil bersilang tangan di dada. Abe bergeming, kedua pangkal alisnya berkerut dengan mata memicing menatap Mariana terus menerus.
"Dapat enak apaan sih, Ma?" sahut Abe terdengar datar dengan raut bingungnya."Mama tanya, enak gak berhubungan badan sama Ayumi?" tanya Mariana dengan nada menyelidik."Hah?" gumam Abe dengan wajah bodoh serta mulut menganga."Enak gak?" ulang Mariana menatap kesal pada Abe yang mendadak lemot."Maksud Mama apaan sih? Bingung Abe!" kesal Abe yang sudah lelah meladeni Mariana karena tak jelas sejak semalam."Jawab saja cepat. Enak gak?" cicit Mariana lagi dengan mata galaknya."Mana tahu, Ma. Abe ketemu dia saja belum pernah, apalagi sentuh dia. Ada-ada saja pertanyaannya nih, Mama!" oceh Abe kesal sambil memutar bola mata malas dan menyandarkan punggungnya. Mariana terdiam dan berpikir. Dia lupa satu hal kalau Abe melakukannDi desa Sukamekar, Ayman baru saja selesai mandi setelah melihat mesin mobil di pelataran rumah. Rencananya, Ayman akan berkunjung ke rumah Ayumi untuk sekedar berkunjung dan mencicipi masakan Ayumi yang super enak. Tugas dari Mariana untuk mempersiapkan rencana pernikahan sudah dijalankan dan hanya tinggal fitting baju untuk akad yang sudah dipilihkan Mariana dan akan tiba esok hari. Wajah Ayman begitu sumringah karena beban berat yang dipikul selama setahun laksana sebuah bisul akhirnya pecah juga. Langkahnya santai menuruni anak tangga sambil bersiul menandakan jika hatinya sedang bahagia. Namun, baru saja beberapa langkah menuju ruang tamu, tiba-tiba sebuah pukulan kuat mendarat di pipi Ayman yang langsung membuatnya tersungkur.'Brak'Tubuh Ayman terhuyung menghantam meja dan tergeletak di lantai. Tampak Ayman meringis menahan sakit pada wajahnya yamg sudah memar dan mengeluarkan bercak darah. Belum sempat bangun, tiba-tiba kerah bajunya ditarik kuat oleh sosok pria y
Hari berganti hari, kini tibalah hari di mana Abe akan melakukan ijab qabul dan menjadikan Ayumi istri yang halal baginya. Baik Abe dan Ayumi sudah rapi dengan baju pengantin yang sudah disiapkan khusus oleh Mariana menggunakan jasa perancang busana pengantin terkenal. Coraknya sangat sederhana, tapi denga harga fantastis tentunya. Saat ini, Abe sudah duduk tegap di depan penghulu serta para saksi yang akan mengabadikan momen berharga pada setiap pasangan yang melangsungkan pernikahan. Wajah Abe yang begitu tampan terlihat sangat tenang dan tak ada gurat gugup yang biasanya melanda pengantin pria, hingga suara tegas Abe terdengar begitu jelas ketika mengucapkan ijab qabul."SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINYA, AYUMI CAHYANI BINTI ALMARHUM BUDIMAN DENGAN MAS KAWIN SEPERANGKAT ALAT SHOLAT DIBAYAR TUNAI."Para saksi saling bertukar pandang, hingga beberapa detik kemudian suara yang membawa angin segar akhirnya terucap."SAH!"Seruan para saksi pertanda ikrar tersebu
Sholat bersama pasangan pengantin baru telah usai dilaksanakan. Ayumi sedang melipat mukena dan sajadah, lalu meletakkannya di meja dekat ranjang. Sedangkan Abe berjalan menghampiri nakas dan meraih handphone yang sedang diisi daya, lalu melepasnya. Tak ada pembicaraan apa pun yang terjadi antara keduanya, seolah tak ada kehidupan di kamar besar itu. Abe terlihat biasa saja dan ketika bertemu pandang dengan Ayumi pun seolah tak melihat apa-apa. Ayumi berdiri memperhatikan Abe dan sungkan pula untuk bertanya. Namun, walaupun hatinya berat, akhirnya Ayumi memutuskan untuk berbicara pada suaminya tersebut."Kak!" seru Ayumi."Tidurlah. Aku akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaanku yang terabaikan karena pernikahan aneh ini!" sahut Abe tanpa menatap Ayumi yang terluka dengan ucapannya dan meninggalkan dia menuju sofa.Ayumi bergeming dengan wajahnya yang berubah sendu. Tangannya menyentuh dada yang mendadak sakit. Sakit karena ucapan seorang suami yang untuk pertama
"Kenapa, Dit?" tanya Kiki yang melihat Adit melotot dan langsung memutuskan sambungan telephone."Nyambung, Ki, tapi yang angkat cewek!" kata Adit menatap serius handphone di tangannya."Serius lo gak salah dengar?" timpal Kiki memastikan pendengaran Adit yang sering salah."Yakin gue kalau suara cewek yang angkat. ‘Hallo!’ begitu katanya!" terang Adit mencontohkan suara lembut cewek."Idih, kok gue malah merinding lihat lo kayak banci!" hina Kiki bergidig geli melihat Adit yang mendadak gemulai.Adit menatap malas Kiki yang justru mengejeknya karena mencontohkan gaya bicara ala wanita yang mengangkat panggilan barusan. Matanya kembali menatap handphone miliknya sambil berkerut kening."Kayaknya benar dia habis genjot deh!" gumam Adit pelan dan mendongak menatap Kiki."Anjirlah, siang-siang bolong main ngecrot saja si Ayman. Benar-benar mandi keringat dong si kampleng itu!" timpal Kiki dengan wajah menyeringai ala mesumnya."Yakali
Di desa, Ayman yang masih tinggal untuk membantu melihat persiapan toko baru yang mulai dibangun untuk Yulia berjualan, terlihat sedang berdiri memantau pekerja yang sedang sibuk. Dari dalam rumah, Yulia keluar sambil membawa nampan berisi ubi goreng dan teh poci."Nak Ayman, ayo ngeteh dulu!" seru Yulia sambil menuju meja kayu yang ada di teras rumah.Perlahan dia letakkan semua isi nampan ke meja. Aroma ubi goreng yang baru diangkat tercium jelas menyapa indra penciuman Ayman yang langsung tersenyum. Tanpa ragu, Ayman berjalan menghampiri Yulia dan langsung duduk saling berhadapan."Aku cobain ya, Bu!" seru Ayman. Tangan kanan Ayman meraih sepotong ubi yang masih hangat dan mulai membelahnya, lalu memasukkan ke mulut yang sudah tak sabar mencicipi ubi ungu yang dibeli Yulia di kebun tetangga."Huaah, panas!" kata Ayman yang kepanasan."Hati-hati makannya. Itu baru ibu angkat!" ucap Yulia mengingatkan. Perlahan-lahan Ayman mengunyah sambil merasakan betapa
Keesokkan harinya, Ayman akhirnya bertolak ke Jakarta saat pagi hari. Tak lupa, Ayman menyempatkan diri berpamitan pada Yulia saat akan berangkat menuju bandara. Pembangunan toko di depan rumahnya hampir selesai karena menggunakan banyak pekerja. Jadi, Ayman bisa meninggalkannya dengan tenang serta sudah menitipkan kepada salah satu staff yang ada di hotel untuk menggantikannya memantu toko serta keadaan Yulia beserta keperluannya.Di Jakarta, Abe sudah siap berangkat ke kantor. Sebagai istri yang baik, Ayumi sudah mempersiapkan semua kebutuhan Abe termasuk menyiapkan sarapan dengan kemampuannya memasak. Untuk pertama kalinya, Abe melihat makanan dibuat oleh gadis yang baru beberapa hari dia nikahi. Aroma masakannya sangat enak dan tanpa banyak komentar dia langsung memakannya. Melihat suami yang makan tanpa bicara, Ayumi hanya duduk menyaksikan dalam diam. Dia sungkan untuk bertanya, apalagi Abe memang jarang mengajaknya bicara. Ayumi pun mulai memakan sarapan dan mengunyahnya
Keduanya saling pandang dengan tatapan tak wajar, terlebih mata Abe solah ingin loncat dari tempatnya menatap Ayman yang selalu memancing emosinya dan seolah sengaja."Menurutmu?" sahut Abe singkat tanpa memalingkan pandangannya. Decihan terdengar dari mulut Ayman. Dia membuang arah pandangnya sesaat sebelum menatap kembali wajah Abe yang bergeming."Aku memang brengsek, tapi tak gak sepicik yang kamu tuduhkan, Be. Kalau aku sering tidur dengan Ayumi, ngapain aku kasih Ayumi untuk kaunikahi? Mending aku saja yang nikahi!" tutur Ayman menatap kesal pada Abe. Abe berkerut kening. Apa yang Ayman katakan masih sulit bagi dia untuk mempercayainya. Abe yakin, jika Ayman menyukai Ayumi karena begitu perhatian padanya."Mana kutahu apa yang kalian lakukan di belakang. Jangankan teman, saudara pun bisa bersiasat!" timpal Abe menatap dingin pada Ayman."Gak guna siasat denganmu, Be. Baru niat saja kau langsung tebas leherku sampai putus!" kata Ayman cepat."Aku tahu kalau gak mudah untukmu perc
Selepas membersihkan diri dan berganti pakaian dengan celana pendek serta kaos, Abe nampak sibuk menggosokkan kepalanya yang basah dengan handuk kecil. Di tepi ranjang, Ayumi tengah membolak balik sebuah handphone berlogo apel berwarna soft pink di tangannya. Melihatnya, Abe menghampiri dan berdiri menjulang di hadapan Ayumi."Kenapa?" kata Abe."Ini terlalu bagus, Kak. Hmm, aku tak mengerti cara memasukkan kartunya," jawab Ayumi masih menatap benda itu bingung."Aku sudah memasukkan kartu di dalamnya. Aku juga sudah memasukkan nomorku, Mama, Ibu, dan kedua temanmu," jelas Abe dengan suara baritonnya. Mendengarnya Ayumi tersenyum cerah. Dia bahagia karena kini bisa menghubungi ibunya kapan pun serta kedua sahabatnya."Terima kasih, Kak," ucap Ayumi memamerkan gigi putihnya di balik bibir ranum yang belum pernah Abe sentuh sejak resmi menikah. Melihat Ayumi yang bahagia, hati Abe yang dingin terasa menghangat. Tak dia pungkiri, jika senyum Ayumi selalu membuat hatinya senang."Handphon