Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#part_9#by: R.D. Lestari. Pulang dari kantor kulihat Mas Yusuf tak banyak bicara. Seperti ada sesuatu yang di sembunyikannya. Atau mungkin cuma pikiranku saja? mungkin Mas Yusuf memang masih sakit dan tubuhnya lemah . "Mas masih ga enak badan, ya?" tanyaku begitu melihatnya duduk di depan TV. "Iya, Sayang. Tapi, mungkin besok sudah mulai kerja," jawabnya. "Kalau masih kurang enak badan, istirahat aja dulu, Mas,"pintaku. Ia hanya melirikku sekilas. Ia lalu bangkit dari duduknya. "Mas mau tidur duluan, ya, Dek. Tubuh Mas masih lemah," ucapnya seraya melangkah meninggalkanku.
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#part_10#R.D. Lestari. Aku berjalan pelan menuju ranjang tempatku beristirahat dengan Mas Yusuf. Perlahan aku pun naik ke ranjang dan berbaring di samping Mas Yusuf. Aku sengaja tak memeluknya. Takut ia terbangun karena kehadiranku*** Langit masih gelap saat suara adzan subuh berkumandang. Kokok ayam jantan pun terdengar bersahut-sahutan. Mas Yusuf bangkit dari tidurnya dan membangunkanku. Aku menggeliat malas saat tangannya menyentuh pipiku. "Ayo, Sayang, kita solat subuh ," ajaknya seraya menggoyang pelan tubuhku. "Hmmm, masih ngantuk," tolakku. "J
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#part_11#by; R.D. Lestari. Pagi ini kulihat Mas Yusuf sudah fit dan bugar seperti biasanya. Ia dengan setia menungguku di mobil saat akan pergi kerja. Namun, ada yang berbeda dengan sikap Mas Yusuf. Ia tampak lebih pendiam dan jarang bicara. Di ajak bicarapun ia hanya mengangguk saja. Membuatku sebal. Aku memilih menghibur diri dengan menatap bebas kearah jalan. Lagi-lagi mataku menatap seorang Ibu hamil di seberang jalan. Ibu hamil yang sama dengan yang kutemui tempo hari. Sudah lama aku tak berburu, rasanya kangen sekali menyantap buruan langsung di tempat. Lidahku mengecap menelan saliva, nampaknya nikmat sekali darah Ibu hamil in
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#part_12#by: R.D. Lestari. Slurrppp! Ibu dan aku bergantian menikmati darah bayi dan ari-arinya hingga ibu hamil itu kehabisan darah. Puas kami menikmati buruan, kami kembali terbang keluar melalui ventilasi kamar. Aku melesat terbang menembus malam. Kami mengejar waktu,takut Mas Yusuf mencariku. Aku tak mau ia sampai curiga dan meninggalkanku. "Ayo, Bu. Kita harus segera pulang. Takut Mas Yusuf curiga," aku mulai menghidupkan mobil. Hatiku amat was-was. Ibu hanya mengangguk pelan. Brummm! Mobil melaju kencang. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Pe
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#part_13#by: R.D.Lestari. Aku melihat Mas Yusuf sudah tertidur di dalam kamar. Ku dekati dirinya dan berusaha membangunkannya, tapi ia seperti tak mengubris kehadiranku. Aku cukup sakit melihat tingkahnya yang cuek dan dingin kepadaku. Kakiku kembali melangkah ke depan cermin. Ada kerutan. Pasti gara-gara aku terus memikirkan Mas Yusuf, hingga membuat wajah cantikku tertekuk dan menjadi kerutan. Aku harus bisa membuat Mas Yusuf kembali bertekuk lutut padaku. Nanti malam aku harus kembali berburu bersama Ibu. Wajahku harus bebas dari kerutan. Walau harus bertaruh nyawa karena berburu tentu akan membuat kami juga menjadi bahan buruan bila tertangkap. Apalagi karena ulahku tadi malam, si Ibu hamil mat* mengenaskan.
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG "#part_14#by: R.D. Lestari. Lagi, Mas Yusuf bersikap dingin padaku. Ia seolah acuh dengan kehadiranku. Tidur pun selalu memunggungiku. "Mas ...," aku berusaha memeluk tubuhnya dari belakang. Tanganku melingkar di dadanya yang bidang. Ku dengar dengkuran lembut. Ia sudah tidur?aku tak melepaskan pelukan itu. Hatiku sebenarnya hancur. Tak terasa bulir itu mulai mengalir tanpa bisa di bandung. Mas, apa yang membuatmu berubah padaku?*** Terik matahari pagi cukup menyengat kulit. Mas Yusuf menolak sarapan. Ia dingin seperti biasanya. Menatap wajahku pun ia enggan. "Mas ...," uca
Bismillah "CINTA SI GADIS KUYANG"#Part_15#end story#by: R.D.Lestari. Wuzhhhh! Aku masuk melalui ventilasi kamar dan ... Mataku terbelalak menatap Mas Yusuf yang sedang merangkak pelan mendekati tubuhku. "Jangan kau dekati tubuhku!" seketika suara Ibu menggelegar memecah keheningan malam. Mas Yusuf seketika terkejut dan menatap takut ke arahku dan juga Ibu. Raut wajah takutnya membuat hatiku sedih dan pilu. "Ma--Mas, jangan takut, Mas. Aku tak akan menyakitimu," perlahan ku dekati dirinya. "Tidak! pergi! aku tak mau melihatmu!"
BismillahMINYAK KUYANG#Part_1#by: R.D.Lestari."Pak, Diah minta uang , dong!" pagi ini Diah, anak sulungku yang berumur lima belas tahun meminta uang pada suamiku. Bang Damar namanya. Usianya sudah empat puluh tahun, tapi ketampanannya tak jua memudar. Jika di lihat sekilas ia masih seperti bujang usia dua puluh limaan."Bapak belum gajian. Minta sama mamakmu aja," Bang Damar terlihat cuek tanpa menoleh anaknya sedetikpun.Aku yang sejak tadi memperhatikannya dari jauh mengelus dada mendengar ucapan suamiku itu. Bagaimana bisa ia bilang belum gajian? sedangkan ini sudah tanggal sembilan. Biasanya tanggal lima ia sudah setor uang gajinya, tapi ini enggak."Mak, minta uang, Mak. Kakak mau beli pulpen dan alat tulis lainnya," gadis remajaku itu menatap penuh harap padak
Bismillah Minyak Kuyang#part_19#by: R.D.Lestari.Diah meluruh di lantai. Perasaannya kian tak karuan. Ingin rasanya memperingatkan mamaknya untuk menghentikan perbuatan terkutuk yang sedang dijalani mamaknya.Biarlah, mereka hidup miskin seperti dulu, tapi hidup mereka tenang, tak seperti sekarang, penuh dengan ketakutan.Seperti dapat kekuatan baru, Diah bangkit dari duduknya, melangkah keluar kamar. Saat Ia keluar kamar Ia mendengar desis kesakitan dari dalam kamar.Klek!Dengan tangan gemetar, Diah menekan knop pintu, dan pintu akhirnya terbuka perlahan. Tangannya meraba mencari sakelar untuk menyalakan lampu di kamar mamaknya, sembari mengatur napasnya agar bisa kembali normal.Degupan jantungnya yang keras seolah jadi pertanda betapa Ia sangat ketakutan.Zzhhhzz!Di tengah kegelapan, indra pendengarannya seperti mendengar bunyi
Bismillah Minyak Kuyang#part_18#by: R.D.Lestari."Aaaaa!"Tap-tap-tap!"Dilla, Kamu kenapa, Dek?"Diah yang datang berlarian dari arah dapur mengusap kepala Dilla yang saat itu masih berdiri di depan jendela sembari menyibak tirai.Dengan rasa penasaran, Diah ikut melihat ke arah luar. Dari kamar mereka yang berada di lantai dua, nampak jelas suasana di luar rumah yang remang dan hanya ditemani pendar cahaya bulan dan lampu jalan. Suasana sudah sepi meski baru memasuki pukul sepuluh malam."Dek, Kamu kenapa?"Diah kemudian berjongkok dan mensejajarkan tubuhnya hingga mata mereka bisa saling bersitatap.Dilla terdiam, lalu menggeleng pelan."Ga ada apa-apa, Kak. Tadi, waktu buka jendela, tangan Dilla di gigit semut," ucapnya seraya menunjukkan punggung tangannya yang memerah."Alhamd
Bismillah MINYAK KUYANG#part_17#by: R.D.Lestari.Bibir Saras bergetar. Wajah Diana, istri tua suaminya itu amat mirip dengan makhluk menyeramkan yangmasuk ke kamarnya sebelum ia merasakan kantuk yang teramat sangat."Kenapa, Saras? kau ingat sesuatu?" Diana menyentuh bahu Saras, tapi detik kemudian Saras menampik tangan putih Diana."Mbak ... sebenarnya kamu ini apa? jujur Mbak...," lirih Saras. Wajahnya memancarkan rasa takut yang teramat sangat."Maksudmu apa, sih? aku ga ngerti loh," goda Diana. Ia merasa amat puas melihat Saras yang ketakutan. Sengaja malam itu ia membuat Saras sadar dan melihat wujud aslinya.Tanpa sadar Saras mengelus perutnya. Rata. Perut buncitnya sudah rata. Kemana bayinya?"Bayiku! di mana bayiku! Mbak! di mana bayiku!" raungnya. Saras seperti orang gila. Ia tampak frustasi. Perasaannya mendadak tak enak."Bayimu s
BismillahMINYAK KUYANG#part_16#by: R.D.Lestari.Bertepatan dengan terangnya ruangan di kamar Emak, Diah melihat ...Benda seperti tubuh tak berkepala. Awalnya ia mengira itu manekin yang sengaja Emak simpan di balik pintu.Namun, ketika ia merunduk dan memperhatikan dengan seksama, melihat detail tubuh tanpa darah dengan bolongan tepat di tengah leher, saat itu pulalah ia mendengar bunyi sesuatu di luar rumah.Pok-pok-pok!Ssshhh-ssshh!Tubuh Diah bergetar hebat dengan peluh yang mengucur deras. Sekuat tenaga ia bertahan agar dirinya tak jatuh pingsan di tempat.Gadis itu berbalik dan berlari secepat kilat menuju kamarnya. Menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimut.Ia menggigil bukan karena kedinginan, tapi karena rasa takut yang merajai pikiran, hingga matanya susah terpejam.Kletak!Gadis itu memasang telinga lebar-lebar.Tap-tap-tap!Jantungnya berd
BismillahMINYAK KUYANG#part_15#by: R.D.Lestari."Mak? Mak ngapain di depan kamar Tante?"Degh!Diana terdiam dan menoleh keasal suara. Diah?Diah sama shocknya saat menatap mata mamaknya yang merah menyala.Tanpa mengucap sepatah katapun Diana berlalu dari hadapan Diah yang masih terdiam. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan dan sikap mamaknya yang aneh.Sekilas Diah tak sengaja melihat garis merah di leher mamaknya, persis seperti yang di bicarakan ibu-ibu komplek saat mereka sedang bergunjing di lapak Mamang sayur.Diah mundur perlahan, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menetralisir perasaan takut yang berkecamuk dalam dada.Tubuhnya bergetar hebat saat naik ke atas ranjang. Ia meraih selimut dan menutup wajahnya. Rasa takut kian mencengkeram kepalanya. Tak bisa ia bayangkan jika benar maknya seorang kuyang.Hingga pagi menjelang, Diah tak jua bisa menutup
BismillahMINYAK KUYANG#part_14#by: R.D.Lestari.Hari itu Saras hendak bertandang ke rumah istri pertama suaminya, Damar. Keinginan itu sudah ia ungkapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Lelaki berumur empat puluh tahun lebih itu pun mengiyakan apa yang diinginkan isteri keduanya.Ia amat bersyukur punya istri dua yang akur. Istri pertama cantik dan bijaksana, Istri kedua pun tak kalah baiknya.Namun, beberapa hari ini Damar melihat keanehan pada diri Saras. Wanita cantik itu terlihat mudah lelah dan pucat."Bener kamu ga apa-apa? nanti kamu pingsan di jalan, Ras," ujar suaminya khawatit."Ga apa, Bang. Sayang aku dah masak gulai untuk Mbak Diana. Semenjak kita nikah belum pernah ke rumah Mbak Diana. Aku pengen dekat dengan anak-anakmu juga," sahut Diana.Rasa iba kian menyelusup ruang hatinya kala melihat Saras yang semakin susah bergerak dengan perut nya yang kian membesar.Dengan susah payah Saras mena
Bismillah MINYAK KUYANG#part_13#by: R.D.Lestari."Gito! Salim!"Damar berlarian kearah dua temannya yang saat ini tak sadarkan diri."Gito!"Damar memukul pelan pipi Gito hingga membuat Bapak dua anak itu sadar dan membuka mata."Gito, ngapain kamu baring di sini!" cecar Damar."Wah! mana Salim!" tiba-tiba Gito langsung terduduk dan pandangannya mengedar sekitar."Mana, mana kuyang itu!" dengan bibir bergetar dan gemeretuk gigi yang beradu, Gito menatap nanar sekitar."Kuyang? tak ada apa-apa di sekitar sini," sanggah Damar. Walau tengkuknya sedikit merinding, dia berusaha berpikir positif."Sudah, nanti saja cerita. Kita tolongin Salim dulu," ajak Damar.Angin berhembus cukup kencang menggoyang pohon dan menyibak dedaunan hingga menciptakan suasana seram.Damar membantu Gito untuk berdiri dan melangkah menghampiri Sali
Bismillah MINYAK KUYANG#Part_12#by: R.D.Lestari.Sementara di luar seonggok kepala dengan rambut acak-acakan menatap nyalang dengan mata merah semerah darah. Kepala itu melayang dengan usus dan jeroan hampir menyentuh tanah.Sosok yang tak lain adalah Diana itu meniupkan mantra dan mengawasi Saras dari luar jendela. Ia bernafas lega saat Saras mulai terlelap. Aksi nya bisa dengan mudah ia lancarkan.Sembari tersenyum riang, Diana dengan sigap menghisap darah Saras hingga dahaga yang ia rasakan perlahan hilang. Saat sedang asyik melancarkan aksinya, tiba-tiba ...Tong-tong-tong!Bunyi kentongan yang terbuat dari bambu terdengar bertalu-talu. Kuyang Diana terkesiap dan segera melesat terbang ke at
BismillahMINYAK KUYANG#part_11#by: R.D.Lestari.Diana tersenyum lebar kala mendapati dagangannya laris manis tak kalah dengan dagangan Bu Wingsih di seberang lapaknya. Mereka yang sama-sama menggunakan hijab untuk menutupi bekas di lehernya itu pun melempar senyum seolah saling mendukung.Diana amat cekatan melayani pembeli walaupun berjualan seorang diri. Saat-saat seperti ini selalu ia nanti dari dulu. Lapak ramai dengan hadirnya pengunjung.Tak lupa ia mengoleskan minyak kuyang berwarna putih di uang lembar lima puluh ribuan, berharap uang berwarna biru itu kembali hadir dalam lemarinya dan menambah kekayaannya.Tak terhitung banyaknya lelaki yang mengantri di lapak Diana. Pujian demi pujian terlontar dari mulut manis mereka. Diana hanya mengulas senyum menggoda membuat para lelaki semakin gencar ingin memiliki dirinya.Begitupun Damar yang sejak tadi sengaja datang ke lapak istrinya. Pria yang mendekati paruh baya