"Terima kasih, Hermawan, sudah memberikan kepercayaan lagi pada putraku untuk membersamai putrimu lagi." Hermawan menarik senyum simpul. "Aku melakukannya demi kebahagiaan putriku, Tuan. Aku lihat sendiri bagaimana putriku bahagia bersama suaminya."Shafira menjatuhkan kepalanya di pundak laki-laki yang terus membersamainya sejak kecil. Semenjak kematian Salwa-ibunya- Shafira tidak punya siapa-siapa lagi. Tangannya masih menggenggam erat tangan Hermawan. "Aku yakin Salwa pasti bahagia melihat ini semua. Janji yang kalian dulu ucapkan, akhirnya terlajsana juga."Tuan Albern melebarkan matanya setelah mendengar penuturan dari Hermawan. "Salwa dulu mengatakan itu padaku.""Apa hubungan ibu dengan papa Albern, Pak?"Hermawan kembali mengulas senyumnya. Ingatannya kembali saat Salwa mengucapkan itu. "Saat sebelum menikahi mendiang ibumu, bapak bertanya padanya, apakah dia terikat janji dengan seseorang. Ibumu bilang, kalau doa tidak terikat janji untuk hidup bersama, mereka hanya sali
"Pagi, Alice, lama ya kita tidak saling menyapa?" Alice yang baru saja pulang dari belanja bersama teman-temannya berhenti sejenak. Tubuhnya mematung. Dia tidak menyangka orang yang ingin dia lemyapkan akhirnya kembali lagi. Mereka beradu pandang. Alice geram saat tatapan Shafira tidak seteduh dulu. Wanita itu kini berani menatapnya dengan tatapan menantang."Kenapa? Kamu terkejut aku ada di sini? Orang yang selalu berusaha kamu lenyapkan?"Shafira tersenyum sinis. Matanya menyorot tajam. Dia tidak ingin selalu ditindas oleh wanita yang ada di depannya. Shafira mendekat hingga sangat dekat dengan Alice. Kembali dia tersenyum meremehkan. "Ingat, Alice, sekuat apapun kamu ingin menyingkirkanku, kamu tidak akan pernah berhasil melakukannya. Sekarang terbukti kan siapa yang kuat di antara kita?"Shafira kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang masih berdiri mematung. Dia berjalan santai menaiki anak tangga seolah dia tidak selemah yang Alice pikirkan. Buru-buru Shafira menutup
"Kamu di mana?" tanya Tuan Agatha di balik telpon. "Silahkan datang saja di jalan X, tepatnya di X klub malam. Alice sedang mabuk berat.""Jangan ke mana-mana. Ku akan segera ke sana!"Tuan Agatha mematikan sambungan telpon kemudian berjalan cepat menuju mobil yang sedang terparkir. Nyonya Sonia terus memanggilmya akan tetapi Tuan Agatha sama sekali tidak peduli. Mobil berjalan dengan kecepatan tinggi. "Anak itu selalu saja merepotkan!" geram Tuan Agatha. Empat puluh lima menit berlalu, Tuan Agatha toba di halaman depan X Klub yang berpoerasi di Jakarta Selatan. Baru saja menginjakkan kaki ke tanah, beberapa wanita muda dengan pakaian terbuka datang menghampirinya. "Mau bersamaku?" rayu seorang wanita muda dan tanpa rasa canggung menempel pada tubuh Tuan Agatha. Tuan Agatha mengibas bekas tangan wanita itu . "Tidak!"Tuan Agatha berjalan cepat. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan. Hingga matanya menangkap sosok yang tengah berdiri melambaikan tangan. Tuan Agatha mendekat
"Ibu ...."Prang. Pot bunga yang terbuat dari tanah liat jatuh di tangannya. Perasaannya mulai tidak enak. "Keano ...."Shafira berdiri lantas segera mencari putranya. Perasaannya mulai tak tenang sejak tadi. Matanya mengedar ke segala arah akan tetapi putranya tak kunjung dia dapat. Dia mulai berjalan cepat keluar dari gerbang di sana hanya ada dua penjaga yang sedang asyik mengobrol. "Kalian lihat di mana putraku?"Kedua penjaga itu saling berpandangan. "Maaf , Nyonya, kami tadi melihatnya bersepeda di sini.""Lalu, di mana dia sekarang?"Keduanya memeriksa sekitar juga tidak ada. Mata Shafira tertuju pada gerbang besar yang terbuka. Dia berjalan menuju gerbang tersebut. Air matanya luruh seketika, tubuhnya lemas saat mendapati sebuah sepeeda milik Keano tergeletak begitu saja. Firasatnya semakin kuat, telah terjadi sesuatu pada putrnya. Shafira kehilangan kendalinya. Dia lalu berteriak memanggil nama putranya. "Keano .... Keano ...."Salah satu penjaga kembali ke markasnya
"Apa yang kalian kerjakan, hah?""Kalian tidak becus!"Prang. Kenward terus mengamuk. Tidak ada yang berani menghetikannya termasuk Tuan Albern. "Karena ulah kalian putraku diculik. Dulu CCTV juga rusak.""Maaf, Tuan.""Hanya itu kan yang bisa kalian lakukan? Kata maafmu apa bisa mengembalikan putraku?""Tenangkan dirimu, Ken! Eliezer sudah melaporkannya ke polisi.""Aku tidak akan pernah tenang sampai.putrkau ketemu."Semua terdiam termasuk Tuan Agatha yang tidak mengetahui bahwa semua ini adalah ide dari putrinya. "Dengar, jika terjadi sesuatu pada putraku kalian tidak hanya dipecat tapi ikut bertanggungjawab."*****"Selamat siang, Pak!""Selamat siang, Pak Eliezer! Silahkan duduk!" ucap Komandan Andrew. "Saya mendapat amanat untuk melaporkan kejadian diduga penculikan pada putra Tuan Kenward Albern Guinandra yaitu Keano Kenward Albern Guinandra.""Baik, Pak, kami akan membuatkan surat penugasan dan surat keterangan hilang. Kalau boleh tahu usianya berapa tahun?""Usianya seki
"Keano .... Kamu di mana, Sayang .... Ibu rindu ...."Shafira menangis pilu. Selama sepuluh tahun terakhir mereka tidak pernah terpisah. Keano adalah cahaya hidupnya.Keano adalah cinta yang selama ini dia rawat dengan baik. Entah salah apa seseorang tealh merebut Keano darinya. "Makan ya, Sayang. Wajahmu pucat," bujuk Ken. "Aku mau Keano ....""Iya, Sayang, berdoa sama Allah agar anak kita dijaga.""Aku salah apa sampai-sampai harus memisahkan kami. Lebih baik dia membunuhmu dari pada merebut Keano. Aku tidak sanggup ...."Kenward membawa Shafira ke dalam pelukannya. Dia benar-benar hancur. Berulang kali Ken membujuknya untuk makan, akan tetapi ibu satu anak itu sama sekali tidak ingin diganggu siapapun. Tuan Albern datang. Dia duduk di samping kedua anaknya. Dia mengelus sayang kepala menantunya. Air matanya jatuh seketika. "Kasihan dia. Semenjak kehilangan ibunya, bahagia sudah enggang menyapanya. Masalah dan kesedihan silih berganti menghantamnya.""Iya, Pa. Belum sempat kami
"Alice, Mama mau bicara!"Alice yang sedang sibuk melihat-lihat produk brand ternama untuk tas keluaran baru melirik sekilas. "Tolong hentikan permainanmu itu, Alice!"Alice rersenyum miring. "Kenapa, Ma? Mama ikut terluka? Mama sudah berubah?"Alice tertawa terbahak-bahak. Saat ini kondisi rumah sedang sepi hanya ada pelayan. Tuan Agatha, Gio dan Tuan Albern berada di kantor. Tuan Agatha sibuk mengurusi perkembangan bisnisnya. Atas bantuan Tuan Albern sedangkan Raline sedang menitipkan kedua putrinya di rumah orang tuanya. "Itu urusanku, Ma. Mama tidak berhak untuk ikut campur.""Tapi, ini sudah keterlaluan, Alice!""Ini belum seberapa, Ma.""Kamu belum merasakan bagaimana rasanya seornag ibu. Jadi, kamu bebas melakukannya sesuka hatimu."Alice geram. Kini ibunya ikut menyentil dirinya yang selalu gagal dan tidak akan pernah bisa mengandung. Kedua tangannnya mengepal kuat. "Jadi, mama juga ikut memojokkanku?" tnyanya dengan suara pelan dan penuh penekanan. "Mama tidam memojokk
"Bagaimana keadaan istriku, Dok?""Dia benar-benar terganggu jiwanya. Kehilangan yang membuat dia tidak bisa sedikitpun untuk mengontrol diri. Untuk itu kami memutuskan untuk memberikannya obat penenang agar dia tidak terlalu memikirkan masalahnya dan saya sarankan untuk terus mendampingi Ibu Shafira.""Baik, Dok."Dokter Hanna keluar setelah memberikan edukasi pada keluarga Guinandra. Kenward kemudian mendekati istrinya yang sedang tertidur pulas. Tuan Albern mendekati putranya. "Maafkan papa kalau harus mengatakan ini. Papa tahu saat ini kamu pun rapuh. Tapi papa sarankan, tetap tegar di hadapan Shafira.""Iya, Pa.""Kamu dengar sendiri kan? Jiwanya sednag terguncang hebat. Dia wanita lenag dan mudah rapuh.""Sekali-sekali saat dia terbangun, ajaklah dia keluar dan menikmati indahnya taman di rumah sakit. Usahakan untuk bantu dia melupakan sejenak.""Itu berat, Pa.""Aku tahu, akan tetapi kamu harus melakukannya.""Papa percaya kamu pasti bisa, Jagoan!"Kenward terdiam. Matanya t
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi