"Terima kasih.""Ah, maaf kalau saya lancang. Kebetulan saya tengah bertugas di sini. Sepengetahuan saya kalau bayi yang sudah dilahirkan harus segera di adzankan.""Betul, Dok," jawab Bu Sulis. "Kenalkan saya Farhan. Salah satu petugas di sini.""Terima kasih, Dok atas bantuannya."Dokter Farhan kemudian berlalu meninggalkan mereka. "Vera, tolong hubungi Tuan Abimana. Sampaikan kabar baik ini.""Tidak perlu!" cegat Shafira. "Kenapa?""Aku tidak ingin dianggap mengemis perhatian pada mereka.""Nyonya, mereka harus tahu. Biar bagaimana pun bayi ini adalah cucu kandung mereka. Putra dari Tuan Kenward.""Dia bahkan tidak mengakuinya, Bu.""Belum tentu sampai sekarang." Shafira menitikkan air mata. Ada rasa sedih saat mendapati kenyataan bahwa sosok yang seharusnya berada di sampingnya Bu Sulis mengelus kepala yang masih terbalut kain itu dengan sayang. Dia sudah menganggap Shafira seperti putrinya sendiri. "Tenangkan fikiranmu. Ingat, ada dia yang saat ini membutuhkan kasih sayang
"Tunggu!"Suasana hening sejenak. Semua mata tertuju lada Kenward. "Silakan bawa pulang Shafira dan bayinya. Tapi, aku tidak akan pernah mau mengakui bayi itu sebagai darah dagingku selama belum dilakukan tes DNA!" "Kenward!" Tuan Abimana murka. Seharusnya Kenward bahagia dengan berita ini, namun, justru sebaliknya. Dia masih saja meragukan bayi itu. Mata Tuan Abimana menajam. Dia benar-benar kecewa dengan cucunya saat ini. "Apa aku salah, Kek?" "Jelas. Bayi itu putramu sendiri. Kenapa kamu masih meragukan dia?""Aku tidak akan pernah lupa dengan kejadian menjijikkan itu. Apa kalian semua lupa?"Plak.Sebuah tamparan keras mendarat bebas di pipi Kenward. Kenward menoleh perlahan. Dia pikir Kakeknya yang melakukan. Nyatanya bukan. Tamparan keras itu justru dari Gio. "Jaga mulutmu, Ken! Aku berani bersumpah demi apapun. Aku tidak pernah menyentuh Shafira apalagi sampai memiliki anak darinya. Kamu terlalu jahat dan menyamakan dia dengan wanita murahan.""Lantas kenapa sikapmu seo
"Shafira, aku akan segera menjemputmu," gumam Giovani. Dia tersenyum simpul kemudian bergegas menuju mobil yang sejak tadi menunggunya. Pak Ahmad-supir- khusus yang akan membawa Gio menuju Bandung, di mana Shafira diasingkan. Setelahnkepergian Gio, Kenward semakin dilanda rasa cemburu dan amarah. Dia sedikit terusik saat tahu Gio lah yang menjemput istri dan putranya. Pintu dibanting dengan kuat hingga menimbulkan suara yang membuat penghuni rumah megah itu tersentak. Perjalanan ditempuh begitu lama hingga tampaklah sawah yang membentang dengan luasnya. Pemandangan hijau di depan mata memang menyejukkan. Gio sengaja menurunkan kaca mobil untuk menikmati sejuknya angin yang berembus dengan lembut. "Tempat ini benar-benar indah.""Betul, Tuan. Ini adalah ke lima kalinya saya ditugaskan ke desa ini.""Aku seperti punya mimpi. Kelak di suatu hari nanti saat masa tuaku telah tiba, aku ingin tinggal di sini bersama istriku."Pak Ahmad tersenyum menimpali. Roda mobil membelok masuk ke
"Di mana, Gio, Ma?""Ke Bandung.""Untuk apa?" tanya Alice yang sedang sibuk merapikan kuku-kukunya. "Menjemput wanita kampung itu."Tuan Agatha dan Alice tersentak bersamaan. Keduanya saling mengalihkan pandangan pada Nyonya Sonia."Kenapa dibiarkan?" protes Alice. "Itu perintah kakekmu."Alice berdiri. Dia tidka terima jika Shafira kembali. Dia tidak ingin usahanya untuk mendapatkan hati Kenward gagal."Harusnya mama larang Kak Gio!""Apapun yang terjadi Kakek mengingikan kehadiran Shafira dan bayi sialan itu!"Alice dan Nyonya Sonia sibuk berdebat. Nyonya Sonia tidak ingin disalahkan dalam hal ini sedangkan Alice terus memojokkan ibunya. Tuan Agatha melerai keduanya. "Dengarkan, Papa! Justru ini lebih menguntungkan kita.""Kenapa bisa begitu?" tanya Nyonya Sonia. "Kamu lupa siapa yang tertuduh menjadi seingkuhan Shafira? Gio kan? Itu artinya jika Gio berhasil membawa mereka pulang, tuduhan akan semakin diperkuat.""Alice mengerti. Kita bisa memanfaatkan itu semua untuk membuat
"Eliezer, kamu di mana?" tanya Tuan Albern melalui sambungan telpon. "Saya sedang di kantor, Tuan. Ada apa?""Ke rumah segera!""Baik, Tuan."Suasana kembali hening. Mata Kenward terus tertuju pada bungkusan plastik itu. Di dalam terdapat sehelai rambut putranya. Sosok yang selama ini dia nantikan dan dirindukannya. Jauh di dasar lubuk hatinya dia sangat berharap hasil itu menunjukkan bahwa bayi yang dikandung oleh Shafira adalah darah dagingnya. "Ini hanya buang-buang waktu, Ayah. Semua sudah terbukti dengan mata kepala kita sendiri. Shafira masuk ke dalam kamar Gio.""Tutup mulutmu, Agatha. Menantuku bukan wanita murahan seperti yang kalian tuduhkan.""Teruslah membela wanita itu, Albern. Ingat, kamu akan malu dengan kenyataan nantinya.""Cukup!"Tuan Abimana merasa muak dengan kelakuan Agatha. Dia pun sama dengan yang lainnya berharap dengan tes DNA itu, nama baik Shafira kembali pulih. Gio tertunduk. Dia tidak menyangka ayahnya sendiri yang meragukan dirinya. Padahal.dia sudah
Mentari menyapa. Kenward yang tertidur pulas terbangun saat cahaya matahari mengenai wajahnya yang menembus dari jendela kamarnya yang tidak sempat terutup. Telinganya tak sengaja mendengar suara isak tangis di sampingnya. Berusaha menajamkan pendengaran smebari mengumpulkan kesadaran yang belum pulih. Dia tersenyum saat mendapati dirinya hanya dibalit oleh selimut tebal. Semalam adalah pertempuran hebat setelah sekian lama menunggu masa-masa indah bersama Shafira. Senyum itu mendadak pudar saat hendak memeluk tubuh istrinya. Bentuk tubuh yang berbeda dan sangat berbeda. Kenward tersentak dan segera duduk. Tangannya membalikkan tubuh yang tengah membelakanginya itu. "Alice!"Matanya melebar saat mendapati wanita lain yang berada di atas ranjangnya. Berulang kali dia meyakinkan diri bahwa semalam dia bersama Shafira, namun smeua membawanya pada kenyataan bahwa Shafira masih berada di pengasingan. "Kamu jahat, Kak ...." ucap Alice dengan air mata berderai.Kenward memasang kembali
Prang. Semua benda dihancurkannya. Kenward kalah dan dia benar-benar telah hancur. Harusnya hari ini dia bertemu dengan Shafira dan putranya. Dua orang yang telah lama dirindukan. Sayangnya, semua rencana telah hancur karena kejadian ini. Kenward merasa ini adalah pembalasan akan sikapnya dulu pada Shafira. Andai dia langsung mempercayai istrinya. Tentu nereka akan bahagia saat ini. Kini, semua tinggal penyesalan yang mendalam. "Bodoh!" umpat Kenward pada dirinya sendiri. Dia tidak berhenti menyesali apa yang telah terjadi. Kembali dia berusaha mengingat kejadian-kejadian sebelum kejadian naas itu terjadi. Ingatannya mulai berputar saat dia menangis atas penyesalan dan kesalahannya pada Shafira. Dia merutuki dirinya yang mau saja menerima tawaran minuman beralkohol dari Alice. Dia tidak menyangka setelah kejadian itu dia menjadi lupa diri dan keesokan harinya dia sudah melihat tubuh polos yang hanya terbungkus selimut tebal di sampingnya."Aaaarghh!"Bug.Kenward terus meninj
"Gio!"Giovani yang baru saja keluar dari kamarnya menoleh ke arah Kenward. Tampilannya sata ini jauh berbeda dari sosok Kenward yang dia kenal. Dia tampak berbeda dan lusuh seolah tidak ada sedikitpun semangat untuk hidup. Kenward berjalan menghampiri Gio yang masih saja mematung di tempatnya. "Gio, maafkan aku atas kejadian waktu itu. Aku .... Aku terbakar oleh api cemburu."Giovani memilih diam dan menunggu Kenward kembali. "Aku akui salah. Aku mohon maafkan aku.""Aku sudah memaafkan kamu, Ken."Kenward menatap mata saudaranya. Matanya kembali menghangat. "Gio, kamu percaya kan? Aku tidak melakukan itu pada adikmu. Bagaimana mungkin aku sengaja melakukannya sedangkan hati ini tertuju pada Shafira."Giovani memilih diam. Tanpa Kenward beri tahu pun, dia sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sayangnya, dia tidak bisa untuk membela mereka. Dia masih dibm bawah tekanan keluarganya. "Gio.""Aku tidak tahu, Ken, karena bukan aku yang menangkap basah kalian. Apapun itu, kamu har
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi