Hari-hari aku lalui dengan semangat dan ceria, sudah satu bulan ini aku tidak pulang lagi kerumah, Mas Faisal sudah satu minggu ini tidak mengunjungiku kerumah Mama setelah ia tahu ada yang mengirimkan surat gugatan cerai dari pengadilan agama.
Awalnya ia marah kepadaku, mas Faisal tidak mau menandatangi surat cerai yang aku kasihkan. Tapi aku mengancamnya, Mas Faisal masih berpikir alasan apa yang membuat aku kekeh ingin bercerai dengannya.. [Dua minggu sebelumnya]"Kamu tidak perlu tahu alasan apa aku mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Harusnya kamu mikir Mas, kesalahan kamu apa?" ucapku memaki-maki dan Mas Faisal terdiam beberapa saat lantas ia menjawab"Iya ... Aku memang salah. Tapi, aku tidak mau berpisah denganmu. Apa kamu tidak ingin anak yang kamu kandung, setelah lahirnya tidak ada Papanya! Apa kamu mau hah?" ujarnya tak kalah membentakku"Biarkan aku menjanda, aku tidak sudi lagi hidup bersamamu. KamuNampaknya Mama baru saja melesaikan Ibadah shalat magrib, Mama lantas menghampiri dan duduk bersebelahan denganku..''Dira, mama punya cerita. Tentang keluarga mantan suamimu,'' ujar Mama tanpa basa-basi bicara soal ini.''Emangnga kenapa, Mah?'' tanyaku menatap mama."Tadi mama kerumah mantan mertuamu, ketika mama sudah berada di depan gerbang rumahnya, mantan mertuamu terlihat sedang bertengkar dengan Faisal, dan kamu tahu ternyata mereka berantem gara-gara Faisal mengabarkan pada kedua orang tuanya jika ia sudah menikah kembali, dan sudah mempunyai anak dari istri keduanya. Mama lihat juga di sana ada Rosa, dan mama mendengar jelas ketika Faisal meminta untuk tinggal di rumah orang tuanya dan meminta mengizinkan Rosa untuk tinggal bersama,'' ujar Mama memberitahukan padaku. Aku sangat kaget, ternyata Mama diam-diam datang kerumah mantan mertuaku.''Lantas apa jawa
Setelah 30 menit aku memposting ke beberapa grup di aplikasi berlogo warna biru, pada akhirnya ada yang mau membeli rumahku dan betapa kagetnya aku ternyata yang beli adalah___***Aku langsung kaget ada pesan chat dari salah seorang yang berminat membeli rumahku dan sebelum aku membuka pesannya aku membuka foto profilnya dan ternyata adalah Pak Pratama.Bagaimana tidak kaget, Pak Pratama 'kan baru saja membeli rumah di samping rumah Mamaku, kenapa Pak Pratama berniat ingin membeli rumahku lagi? Untuk apa beliau membeli rumahku.Pak Pratama mengirim chat dan langsung masuk ke handphoneku dan aku langsung membacanya.Mungkin Pak Pratama tahu nomer whatsapku tadi setelah membaca postinganku di media sosial, karena aku memasang nomer whatsap di sosial media untuk menjual rumahku jika ada yang berniat hubungi nom
Aku langsung menghampiri Mama dan Papa.Ternyata yang sedang marah-marah itu adalah Mas Faisal, dia seakan meredam emosi setelah menatap kedatanganku."Ada apa kamu datang kesini hah, belum puas kamu menyakiti hatiku dan sekarang kamu malah menyakiti orang tua kandungku?" ujarku emosi melihat kelakuan Mas Faisal kepada kedua orang tuaku yang sudah semena-mena."Mana sertifikat rumah, aku mau menjual rumah sini kembalikan kapadaku?" ujar Mas Faisal sembari mengulurkan tangannya ke arahku."Aku sudah menjualnya barusan, itu rumah atas namaku jadi kamu tidak ada hak mendapatkan seperses pun dari penjualan rumah," ucapku tak kalah geram karena bentakannya."Kamu memang wanita sialan, untung saja aku bisa menceraikan kamu, sekarang mana uangnya aku minta?'' cecarnya Mas Faisal dengan memaksa sambil berusaha mengambil tas yang tengah aku jinjing.&nbs
Setelah sampai di rumah aku lantas turun dari mobil begitu pun Mama dan Papaku Pak Pratama pun juga"Pak, Bu saya pamit pulang dulu ya,'' ucap Pak Pratama berpamitan padaku dan kedua orang tuaku"Lho, kenapa tidak masuk dulu ke dalam gitu Nak Tama? Mampir dulu ya, Ibu akan buatkan Nak Tama minuman untuk tanda terima kasih karena sudah memberi makanan kue," ujar Ibu mengajak Pak Pratama untuk masuk ke dalam rumah."Aduh Bu, tidak usah. Saya ikhlas kok, nanti saja kapan-kapan!" ujar Pak Pratama menolak dengan halus. Mama terlihat sangat kesal mendengar penolakan Pak Pratama."Nak Tama ini bagaimana, jangan menolak ayo masuk saja sebentar tidak apa-apa!" ujar Mama terus memaksa dan Pak Pratama pun pada akhirnya mau saja menerima tawaran Mama."Baik Bu, kalau tidak merepotkan Ibu saya mau,''&nbs
<<<POV AUTHOR>>>Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, sekarang adalah bulan yang ditunggu- tunggu oleh Dira beserta keluarga besarnya, sebentar lagi hari yang membahagiakan itu tiba. Dira akan segera melahirkan anak pertamanya dan cucu pertama untuk keluarga besarnya.Dira sudah mempersiapkan segala kebutuhannya untuk melahirkan nanti, pakaian bayi dan pakaian dirinya sudah Dira masukan kedalam tas besar supaya sewaktu akan melahirkan Dira beserta keluarga tinggal langsung mengambil saja jadi itu lebih memudahkan..Kedekatannya dengan Pak Pratama semakin tererat sekali, walaupun Pak Pratama sudah ditolak halus oleh Dira. Tapi Pak Pratama gigih terus untuk mendapatkan hati seorang Dira.Pak Pratama sangat ingin memiliki Dira seutuhnya, biarpun Dira seorang yang berstatus telah bercerai dengan lelaki lain tapi Pak Pratama begitu yakin kalau
Setelah tamunya datang ke dalam rumah nampaklah siapa sebenernya yang bertamu ke rumah ini. Dia ternyata Pak Pratama.Pak Pratama masuk ke dalam dan memberikan makanan yang berada di dalam rantang tersebut pada Mama."Ibu, Dira. Ini saya ada titipan masakan buatan Mama. Saya disuruh mengantarkan rantang berisi makanan ini ke sini," ujar Pak Pratama sambil tersenyum."Wah terima kasih ya, Nak Tama. Terima kasih juga untuk Ibu Nak Tama. Kapan-kapan Ibu boleh juga ya berkunjung ke rumah Nak Tama bersama dengan Dira," ujar Ibu, aku yang mendengarnya merasa malu sendiri."Iya Bu boleh sekali, saya tunggu Ibu dan Dira mampir ke rumah,''"Duduk Nak, silakan," ujar Mama mempersilahkan Pak Pratama duduk berhadapan denganku."Nak Tama tadi pagi ke sini bukan? kata Papanya Dira Nak Tama kesini, ada apa ya? ta
Sudah seminggu Ini janin yang ada didalam perutku selalu menendang-nendang terus, aku selalu membacakan solawat terus menerus dan selalu mengusap perutku yang buncit ini.Tapi aku paksakan untuk segera tertidur karena sekarang sudah pukul 21:00 WIB, malam ini perasaanku sangat tidak karuan sekali dan sakit. Badanku jadi merasa panas dingin, lalu aku mencoba mematikan AC yang ada di atas dinding. Mungkin saja gara-gara AC aku jadi merasa kepanasan.Setelah aku matikan, akan tetapi sama saja. Lalu keluar keringat bercucuran, aku sama sekali tidak bisa tertidur dengan lelap. Padahal sudah aku paksakan untuk terpejam. Sayangnya malah tidak mampu. Apalagi janinku selalu menendang di dalam perut ini.Aku pun meringis dan berniat ingin meminta tolong pada mama."Mamaa ...'' teriakku."Mamaa ...'' lirihku kembali memanggil Mama
Dia adalah Pak Pratama dan Ibu Anissa, mereka datang ingin menengok kehadiran anak yang telah di lahirkan Dira"Assalamualaikum," ucap Pak Pratama mengucap salam."Wa'alaikum salam, Nak Tama. Silahkan masuk," ucap Mama menyuruh Pak Pratama untuk masuk."Terima kasih, Bu. Oh iya perkenalkan ini Ibu saya, namanya mama Anissa,'' ucap Pak Pratama mengenalkan Ibunya."Hallo bu, saya Rida mamanya Dira dan ini Papanya Dira. Senang bisa berkenalan dengan Ibu Anisa," ucap Mama ramah sambil tersenyum ke arah Ibunya Pak Pratama."Iya, Bu. Terima kasih saya juga senang bisa bertemu dengan Ibu dan keluarga. Dira ternyata sudah melahirkan? Tampan dan cantik sekali,'' ucap Ibu Pak Pratama mengulum senyum."Terima kasih Bu, atas pujiannya terima kasih juga sebab Ibu sudah repot-repot menengok ke rumah sakit," ucap
part 77''Sudah Nak, biarkan saja Papa sama Mama yang bertugas mengerjakan ini. Kamu istirahat saja jaga anak-anak, nanti pada tidak bisa diam lagi,'' ujar Papa, aku menghela nafas berniat ingin membantu tapi di larang.''Biar Dira saja. Papa dan Mama istirahat, sepertinya lelah sekali. Dira ingin bantu,'' sahutku memegang pergelangan tangan papa.''Ya sudah, jika kamu mau membantu. Silahkan saja, kebetulan Papa dan Mama juga sangat cape sekali ingin istirahat,'' sahut Papa duduk di kursi.''Nah, lebih baik istirahat saja. Aku tidak mau melihat Papa dan Mama kecapekan,'' sahutku tersenyum.''Terima kasih, Dira. Yasudah, Papa dan Mama istirahat dulu ya. Anak-anak biar Papa yang jaga,'' ujar Papa, aku hanya mengangguk saja.Papa pergi dan masuk kedalam ruangan k
Aku segera membaca lembaran kertas yang sudah aku raih.Aku sangat kaget setengah mati membaca lembaran ini. Ternyata sebuah surat warisan."Maksudnya apa, Pah?" tanyaku menatap Papa tak percaya akan isi didalam surat ini."Ini surat warisan dari suamimu, sewaktu Pratama masih hidup ia memberikan surat ini pada Papa. Jadi, almarhum suamimu memberikan semua harta yang ia miliki untuk kamu dan anak-anakmu. Yaitu sebuah perusahaan, apartement dan seratus hektar tanah," sahut Papa memberitahu, aku sangat schok mendengar ucapannya."Tapi, Pah. Dira sudah memeliki rumah makan dan banyak cabang dimana-mana. Dira tidak mau menerima harta ini karena Dira masih mampu membiayai anak-anak, lagi pula Papa dan Mama juga butuh harta ini kenapa merelakkan untukku?" tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih.Beta
Part 75"Betul, Dira. Mama dan Papa sangat setuju jika kamu menikah dengan Marcell," ujar Mama yang tiba-tiba datang menghampiri kami."Tapi, Mah. Dira tidak mau," kataku menolak lamaran ini dengan sungguh-sungguh."Kenapa emangnya? Apa ada yang kamu tak sukai dari Marcell?" tanya Pak Bayu menatapku penuh arti."Bukan tak menyukai, Pak. Tapi saya masih ingin menyendiri saja," kataku sembari menunduk.Pak Bayu dan Marcell terdengar menghela nafas kasar, mereka mungkin mengerti tentang kondisiku saat ini."Kalau begitu, saya paham. Mungkin kamu masih terluka karena di tinggal pergi oleh suamimu. Saya dan anak saya hanya bermaksud baik saja, kalau tidak menerima lamaran ini saya dan anak saya mengerti akan keputusanmu. Kalau begitu saya dan
Part 74Aku menghirup udara di taman Rumah sakit, menatap sekeliling dengan perasaan tenang. Sungguh hatiku sedang merasakan kebahagian. Karena mengingat orang tuaku yang tengah berbahagia.Aku pun sebenarnya ingin bahagia, hm ... Kalau saja Mas Pratama masih hidup aku tidak akan merasakan kesepian seperti ini, kamu pasti hidup bahagia selalu dan saling bersama-sama dalam suka maupun duka.Pernah aku berfikir ingin mengakhiri hidup karena telah kehilangan sosok suami yang begitu perhatian, tanggung jawab dan selalu membuat hari-hariku bahagia.Tapi keinginan itu tidak terwujud sebab aku masih punya keluarga yang amat aku cintai.Aku punya kedua orang tua yang baik dan penuh perhatian begitu juga punya buah hati yang begitu menggemaskan. Disisi lain aku sangat bahagia tapi di lain sisi
Part 73"Dira ...."Terdengar suara bariton laki-laki mengagetkanku, seketika aku membuka selimut dan menatapnya."Bikin kaget saja!" kataku kesal."Maaf," sahutnya tanpa merasa bersalah.Aku memalingkan badan tak menatapnya."Maaf aku telat memeriksakan kesehatanmu, hari ini aku sangat sibuk sekali," ujar Dokter Marcell."Iya, tidak apa-apa," ucapku acuh.Ia mendekati dan aku langsung di periksa olehnya."Apa sekarang mau dilepas kain penutup kepalanya?" tawarnya, aku menatapnya."Besok sajalah, sekarang aku mau tidur sudah ngantuk!" kataku sambil memalingkan tubuh membelakanginya.
Part 72Aku membuka mata perlahan menatap sekeliling ruangan yang bernuansa berwarna putih. Terlihat Mama sedang menangis tersedu-sedu memeluk tubuhku.Papa terlihat menundukan kepala sambil terus mengusap air matanya yang mengalir sedih."Pa-pa, Ma-ma ..." kataku bersuara terbata-bata.Kedua orang tuaku menatapku dan mereka menghampiriki."Alhamdulillah ... akhirnya kamu sudah sadarkan diri, Sayang!" ujar Mama menghapus air matanya."Kami dari semalam menghawatirkan kamu tidak sadarkan diri, sekarang bagaimana kondisi kamu? Apa masih sakit?" tanya Papa penuh perhatian."Hanya sedikit pusing saja, Pah!""Kalau ada yang sakit, bilang sama Mama dan Papa biar dipijit," kata Mama tersenyum m
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.